CLY - Chapter 2

1003 Words
Di pagi yang cerah, sebuah mobil keluaran 6 tahun yang lalu memasuki area gedung yang besar. Seorang wanita berambut pendek bergelombang keluar dari mobil tersebut dan berlari tergesa-gesa untuk masuk ke dalam gedung dengan nama LUX di atasnya yang terkesan angkuh dan tegas. Keluar dari lift, dia kembali berlari menuju ke satu ruangan yang sudah ia hapal. Begitu dia membuka pintu, di sana Aria sudah duduk manis sambil membaca skrip di tangannya. Wanita cantik itu melirik perlahan ke atas di mana manajernya, Gia masih terengah-engah. “Sesuatu mengejarmu, Kak?” Tanya Aria. Tidak hanya cantik, tinggi dan ramping, suaranya pun terdengar sangat lembut dan merdu menambah kesan yang begitu mengagumkan untuk seorang Aria Madelyn. Aria tahu siapa yang membuat Gia harus berlari setengah mati seperti dikejar kawanan orang gila tapi dia tidak tahu alasannya. Gia lebih tua 3 tahun dari Aria. Walaupun dia bekerja di bawah Aria, Aria tetap memanggilnya dengan sopan. Bukannya menjawab, Gia segera duduk di seberang Aria dan mengeluarkan sebuah lembar agenda yang telah dia buat. “Ini adalah web series pertamamu, Aria. Pak Bryce sudah menghubungiku untuk ke kantor membahas ini bersamamu. Melihat yang kamu pegang, sepertinya kamu sudah tahu peran yang akan kamu ambil kali ini.” Gia diam-diam melihat Aria. Wajah kecil wanita itu terlihat sedikit murung. Gia mendesis dalam hati. Wanita ini sudah pasti tidak suka dengan peran untuknya. “… Hm.” Aria bergumam setengah hati. “Menjadi Rissa tidak masalah untukku.” Tiba-tiba saja Gia mengomel panjang lebar. “Pria sialan itu… Kenapa dia selalu memberimu peran kecil?!” Refleks saja Aria terkejut dan mendongak. “Kak—” “Maksudku pemeran pendukung tidak masalah, masih ada Arabella. Arabella di sini digambarkan dengan wanita yang sangat cantik dibandingkan pemeran utamanya, cocok untukmu. Tapi kenapa harus si Rissa?! Daripada Rissa, kita masih bisa mengambil peran yang lebih baik, misalnya Serena! Dia juga cantik walau jahat, ngomong-ngomong.” Aria melirik pintu yang tertutup sedikit khawatir omelan Gia bisa didengar sampai di luar ruangan. “Kak Gia, tenang—” “Bagaimana aku bisa tenang?! Dia selalu memberimu peran seperti ini! Bukankah dia harusnya memberimu peran yang lebih menonjol agar kau menjadi lebih dikenal dan sukses?! Setidaknya lebih baik untuknya memberimu peran Arabella jika dia menyukai—” Setelah sadar apa yang baru saja dia katakan, Gia cepat-cepat menutup mulutnya rapat. Mematung, dia menjadi merasa bersalah. Aria tersenyum tipis agak miris. Dia meletakkan skrip di atas pangkuannya dengan pelan sebelum berujar lembut, “Ini adalah peran yang dia ingin aku perankan. Dan aku tidak masalah, Kak Gia. Apa gaji kakak kurang? Mau aku tambahkan?” Gia dengan cepat menggeleng kuat. Dia membersihkan tenggorokannya sebelum kembali duduk. Dia melirik ke pintu yang masih tertutup sebelum kembali menatap Aria. “Aku… lupa jika kita berada di kantor. Dan aku hampir— ah tidak, aku terlalu terus terang. Maaf…. Pendapatanku cukup memuaskan, hanya saja aku memikirkanmu. Maaf jika aku terlalu emosi.” Bukannya marah, Aria malah tersenyum. “Aku berharap tidak ada yang menguping,” desis Gia. “Sepertinya tidak ada yang mendengar.” Gia kembali melirik pintu. Dari tempat duduknya dia memang tidak mendengar suara bising yang samar dari luar. “Tapi, jangan sampai ada lain kalinya, Kak Gia.” Aria berkata. “Situasi akan menjadi kacau jika mereka mendengarnya.” Menunduk lesu, Gia memukul kepalanya dengan kesal. Dia kembali menatap Aria yang sudah mengambil naskahnya dan membacanya dalam diam. Raut wajah Gia berubah kompleks. Gia tahu perjalanan karir Aria karena dia selalu berada di sisinya. Namun Gia sangat bingung ingin memulainya dari mana. Apakah harus dari hari pertama dia menjadi manajer Aria? Wanita ini masih sangat muda ketika bergabung di perusahaan. Dan perusahaan ini masihlah sangat kecil saat itu. Bryce masih seorang pria lajang yang sangat menggoda ketika dia memulai bisnisya. Dan Bryce lah yang menyerahkan Aria langsung kepada Gia. Gia pikir Aria adalah kekasih Bryce, akan tetapi di tahun berikutnya dia mendengar kabar pernikahan Bryce dengan anak dari keluarga terpandang. Dia sangat terkejut. Dan lebih terkejut lagi ketika melihat Aria yang menerimanya begitu saja. Seperti saat ini, dia menerima begitu saja peran yang dipilihkan Bryce untuknya. “That bastard…” bisik Gia yang masih menaruh kekesalan pada Bryce. Hingga sekarang, hingga mereka sudah menikah beberapa tahun, si berengsek itu masih menyimpan Aria. Tidak berniat melepaskannya. Aria melirik Gia dalam diam dan Gia berdeham membersihkan tenggorokannya. Tidak seharusnya dia mengumpati bos mereka di depan Aria. “Aku haus.” Karena berlari tadi, Gia memang menjadi haus. Dia pun berdiri dan menuju meja mesin penyeduh kopi untuk mengambil air mineral di sebelah mesin kopi. “Memangnya kenapa kamu harus berlari seperti tadi, Kak?” Tanya Aria dan Gia membalikkan tubuhnya dengan sangat cepat. “Apa lagi? Dia ingin aku datang pagi ini tapi tidak memberitahuku jam berapa tepatnya!” Tepat saat itu juga. Pintu ruangan mereka diketuk sebelum di buka dari luar. Seorang pria muda dengan senyum ramahnya masuk memunculkan kepalanya di samping daun pintu sebelum masuk ke dalam. Yudha adalah asisten pribadi Bryce Abrams. Dia sangat muda, lebih muda dari Aria satu tahun. Walau keperawakannya terbilang kocak, simpel dan santai. Akan tetapi dia sangat cakap, cerdas, tegas dan ucapannya tidak bisa diganggu gugat. Sebelumnya, Bryce tidak membutuhkan seorang asisten. Akan tetapi ketika perusahaan hiburan Bryce semakin berkembang, Yudha mendapatkan jackpot itu setelah dia mendapat gelar Magister. “Aku harap tidak mengganggu kalian—” Tiba-tiba saja Gia melemparkan gulungan kertas di tangannya dan Yudha segera menghindar. Gia mendekati Yudha. “Jam berapa sebenarnya Bosmu memanggilku?” “Jam 10. Jam 9, Pak Bryce masih memiliki obrolan penting dengan—” “Demi Tuhan, aku tidak peduli apa yang sedang dia lakukan di jam 9.” Gia berbisik marah. “Lalu kenapa kau tidak memberitahuku waktunya, hah?!” “Aku pikir kamu sudah tahu…. Dan, beliau itu Bosmu juga, Sayang.” Seketika wajah Gia bersemu merah. Dan Aria yang hanya menjadi penonton tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Dan itu membuat Gia semakin malu. Dia memukul Yudha kembali, kali ini dengan telapak tangannya. “Bukankah aku sudah sering bilang jangan menggodaku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD