Malam telah jatuh. Touya sedang duduk di dek bawah kapal di bawah naungan bayangan. Para kru berjalan kesana-kemari, berbicara dan mengumpat satu sama lain, serta mengosongkan perut mereka yang berisi rum ke laut yang keruh. Ombak yang lebar menggoyangkan kapal kesana-kemari dengan irama yang stabil, hampir membuat Touya tertidur. Akan tetapi, angin laut yang dingin menggigit pipinya dan garam di lidahnya di setiap tarikan napas membuatnya terjaga.
Suasananya damai dibandingkan dengan badai yang mengamuk di dalam dirinya. Dan di bawah lapisan kemarahan dan murka itu ada ketakutan dan rasa sakit. Apa yang dia temukan ketika kapal ini berlabuh di China? Akankah Sakura menjadi kaijuu yang sama yang dia kenal? Atau akankah dia menemukannya telah rusak dan hancur? Apakah bahkan gadis itu masih hidup?
Tidak.
Touya harus memikirkan hal-hal bagus. Dia akan menyelamatkan adiknya yang berharga dan tidak akan meninggalkannya lagi. Dia tidak membutuhkan orang lain selama dia memiliki Sakura. Sekarang Touya terpisah dari gadis itu, dengan seluruh lautan di antara mereka, dia merasa terombang-ambing di antara hidup dan mati. Lagi pula, bukankah dirinya berjanji pada ibu mereka bahwa dia akan selalu menjaga Sakura? Gadis itulah yang membuat Touya hidup di setiap waktu berlalu.
Touya menyesali keputusannya untuk meninggalkan Sakura dengan pergi ke kediaman kakek buyut mereka yang kaya raya. Pria itu, Amamiya Masaki, telah menelantarkan cucunya—ibu Touya dan Sakura—setelah mengetahui cucunya jatuh cinta dengan seorang pria jelata. Ia telah membenci keluarga kecil cucunya yang bertahan hidup tanpa uangnya.
Tetapi, Touya memaksakan dirinya untuk menelan harga dirinya dan pergi bersama pria tua tersebut. Masaki adalah seorang daimyo yang selalu adil dengan upahnya dan memperlakukan pekerjanya dengan baik. Sudah lewat tibanya waktu bagi Touya untuk menikah, lantas dia harus memastikan dirinya memiliki cukup uang untuk sebuah rumah dan menafkahi istri serta anak. Dia tidak ingin ayahnya ikut menanggung beban itu.
Ya, Touya tidak ingin menjadi ahli waris sang kakek buyut. Dia diambil paksa untuk menjadi pewaris, namun keras kepala Touya mengalahkan Masaki. Dia berhasil kabur dari kediamannya dan keluar dari wilayah kekuasaan beliau. Ketika dia berpikir pada akhirnya ini semua telah berakhir, dia dapat berkumpul bersama keluarganya lagi, nyatanya tidak. Justru takdir semakin menjauhkan Sakura darinya.
Touya harap, ini adalah masalah terakhir yang harus dia hadapi.
Larut malam, tanpa adanya suara dan langkah kaki awal kapal, Touya pergi ke area geladak yang terang. Dia pindah ke tepi kapal, mengintip kedalaman air. Dia belum pernah naik kapal sebesar ini. Sungguh menakjubkan memikirkan bagaimana dirinya mampu bertahan sejauh ini.
Secara mendadak, bulu kuduk di belakang lehernya bergidik. Kemudian, seorang perempuan jangkung mendaratkan lengannya di leher Touya.
"Touya-kun!"
Touya melepaskan diri dari cengkeraman besi di sekitar lehernya lalu memelototi si penyerangnya. “Akizuki Nakuru, apa yang kau lakukan di sini?” semburnya.
"Mengikutimu, tentu saja!” serunya dengan mata berbinar. “Aku harus selalu mengawasi calon suamiku.”
Nakuru mengedipkan mata pada Touya selagi membelai rambut panjangnya yang dikuncir satu dan tersampir di bahu kanannya. Touya mendongak, menggeleng putus asa.
"Kenapa kau menggelengkan kepala?” tanya Nakuru, bingung. “Tidakkah kau senang untuk—”
"Rendahkan suaramu,” sela Touya sambil menutup bibir Nakuru.
Touya tidak tahu apa yang salah dengan gadis ini. Sejak mereka bertemu di kediaman Amamiya, gadis itu telah menyatakan Touya sebagai suaminya. Sedikit yang tahu bahwa Amamiya mendanai banyak kelompok pembunuh bayangan yang dikenal sebagai shinobi. Akizuki Nakuru adalah salah satu anggotanya. Satu-satunya shinobi yang dekat dengan Touya, itu pun dikarenakan sifat hebohnya setiap kali berpapasan dengan Touya. Touya seolah dipaksa untuk tidak memiliki pilihan selain menerima kehadiran Nakuru.
Touya sempat dilatih oleh para shinobi sesaat setelah Masaki mengetahui indera keenam yang Touya miliki. Pada awalnya, dia mengherankan bagaimana bisa Nakuru direkrut ke dalam sesuatu yang membutuhkan fokus penuh dan keheningan yang mutlak di saat gadis itu tipikal berkepribadian heboh dan ramai. Touya menduga itu ada hubungannya dengan fakta bahwa Nakura adalah seorang pejuang yang hebat dan para tetua shinobi mengetahui kemampuan supranaturalnya. Dan di atas segalanya, gadis itu dapat dipercaya.
Touya menyipitkan mata. Apakah itu air mata di mata Nakuru?
"Touya-kun! Aku turut bersedih atas adikmu!” Nakuru menangis, membuat Touya menarik tangannya dari mulut gadis itu. Nakuru mengepalkan tangan lalu mengangkatnya ke depan. “Sebagai calon kakak iparnya, aku bersumpah untuk membantumu membawanya kembali dari penindas kekaisaran ini!”
Kekesalan yang Touya rasakan karena kehadiran mendadak Nakuru sirna oleh kata-kata gadis itu yang menjanjikan pertumpahan darah bangsawan kekaisaran.
"Hanya sedikit pria yang dapat melawanmu dalam pertarungan, Akizuki. Baguslah kau ada di pihakku.”
Nakuru menerjang Touya, memeluknya begitu erat. “Bahkan jika kau kalah dalam pertempuran, aku akan tetap mencari adikmu sampai akhir hayatku! Dan aku akan membantai semua orang yang berniat menyakitinya.”
Touya membalas rengkuhan Nakuru, menyadari pada momen itu bahwa dia tidak hanya memerlukan seorang rekan, melainkan apa yang dia enggan akui pada diri Nakuru—seorang teman. Mereka akan menghancurkan Kaisar China ini. Kaisar yang digadang-gadang menakutkan itu. Bangsawan kerajaan berpikir bahwa mereka dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan; mengambil apa pun yang mereka inginkan tanpa konsekuensi. Mungkin itu adalah hak ilahi mereka, tetapi ini bumi, bukan surga.
Jika melawan mereka berarti melawan surga, Touya tidak peduli. Surgalah yang membiarkan Sakura dibawa pergi. Mengapa para dewa tidak campur tangan untuk menyelamatkannya? Mereka campur tangan untuk orang kaya pada beberapa upaya pembunuhan, dan mayoritas dari mereka adalah orang jahat. Sakura adalah perempuan baik, ia harus diselamatkan, dan Touya adalah satu-satunya saudaranya, dialah yang harus melakukannya.
Bertahanlah, adikku, kita akan bertemu kembali, batin Touya.
---
Saat Xiao Lang terbangun dari tidurnya, dia pertama kali menyadari rambut wangi yang menutupi hidungnya. Dia mengulurkan tangan, menarik tubuh hangat pemilik rambut tersebut sambil merentangkan kakinya. Tubuh dan benaknya berteriak kepadanya untuk bangun seperti yang biasa dia lakukan setiap bangun tidur, tetapi dia menolak untuk bergerak. Dirinya ingin tenggelam dalam momen damai ini lebih lama lagi sebelum Yun datang dan mendorongnya menjauh dari istrinya. Xiao Lang tersenyum saat mengingat semua yang terjadi semalam. Belum pernah dia merasa begitu puas setelah bersama seorang wanita.
Xiao Lang membuka mata, tatapannya menyapu seprai yang acak-acakan dan darah kering yang berlumuran di dekat lututnya. Dia tidak memimpikannya—Sakura telah memberikan dirinya kepadanya semalam. Xiao Lang hampir tidak bisa mengingat perayaan ulang tahun terakhirnya, tetapi yang ini akan tetap dalam ingatannya seumur hidup. Dia mencium ujung bahu Sakura kemudian menatap pipinya yang kemerahan dan bulu matanya yang panjang.
Ada perasaan sakit di perut Xiao Lang ketika dia bertanya-tanya, apakah Sakura akan segera mengandung anaknya? Jika tidak, Xiao Lang harus mengalihkan minatnya ke wanita lain. Bukan karena dirinya tidak akan lagi menyayanginya, tetapi karena memiliki anak adalah prioritas. Xiao Lang tidak ingin hubungan mereka memburuk karena ini. Dia juga tahu bahwa jika Sakura tidak melahirkan anak, sebagian dari dirinya akan merasa kecewa.
Jemari Xiao Lang menyapu sela-sela rambut cokelat Sakura selagi membuang jauh-jauh pikiran buruknya. Dia memiliki jadwal latihan sehingga harus pergi ke lapangan. Usai mengenakan pakaian berlatihnya dan mengusap pipi Sakura, Xiao Lang pergi ke pintu. Para pelayannya, yang selalu waspada, membuka pintu partisi untuknya. Yun telah sigap berdiri di baliknya. Tatapannya melewati sang kaisar, menemukan Sakura terbaring di antara seprai dan selimut Xiao Lang. Xiao Lang tidak melewatkan kenaikan alis Yun yang cepat dan kritis sebelum ia menurunkannya.
"Jangan mengganggunya,” perintah Xiao Lang. “Jika dia terbangun sebelum aku kembali, biarkan dia menungguku di sini.”
"Baik, Huangdi.”
Tiga pelayan mendatangi Xiao Lang dengan barang-barang yang dia butuhkan untuk membersihkan wajah dan mulutnya. Usai merevitalisasi kulitnya menggunakan percikan air dingin, Xiao Lang pergi ke tempat latihan. Sesi latihannya pada pagi ini tidak seintens biasanya meski dirinya penuh energi. Dia menerjang ke depan dengan tombaknya dan kesatria yang bertarung dengannya menangkis serangan itu menggunakan pedang.
Tidak peduli berapa banyak kesatria yang menyerang, seberapa hebat teknik mereka yang membutuhkan konsentrasi untuk menghindarinya, pikiran Xiao Lang terus tertuju kembali ke penyihir kecil di kamarnya. Dia telah bersama wanita sebelumnya selain Mei Ling dan Shu Wan, banyak dari mereka memiliki teknik yang hebat, tetapi Xiao Lang tidak pernah merasa terpesona dan mabuk oleh mereka, berbanding terbalik dengan yang dia rasakan bersama Sakura. Dirinya juga tidak merasakan keinginan untuk membuka diri kepada mereka dengan cara yang dia tidak berani lakukan dengan sembarang orang.
"Cukup,” komando Xiao Lang kepada prajuritnya, spontan menghentikan serangan mereka dalam sekejap.
Bagaimana bisa dirinya berlatih di saat begitu terdistraksi seperti ini? Hati nuraninya mengatakan kepadanya bahwa gangguan ada di mana-mana di medan perang, tetapi dia tidak mempedulikannya.
Aku akan berlatih nanti. Jauh lebih keras daripada yang kulatih sekarang sebagai hukuman karena tidak fokus, pikir Xiao Lang.
Puas atas keputusannya, sang kaisar melempar tombaknya kepada salah satu kesatria kemudian pergi ke pemandian.
Di pemandian, selagi menggosok kulit basahnya, Xiao Lang tersenyum pada dirinya sendiri. Dia akan menyangkal kepada siapa pun yang menanyakannya, namun dia tahu bahwa dia mempedulikan Sakura melebihi siapa pun di istana. Jika dia bisa melarikan diri bersamanya pada saat ini juga, dia akan melakukannya. Dia akan membawa wanita itu ke pegunungan di mana mereka akan sulit ditemukan. Xiao Lang akan berburu dan membangun sebuah rumah dengan kedua tangannya sendiri. Itu akan sangat berharga karena pada malam hari dia akan berbaring bersama Sakura di bawah atapnya. Setiap hari pada setiap tahun. Sakura pernah berkata bahwa ia telah mempelajari tugas-tugas rumah tangga wanita biasa. Ia mengerti bagaimana mengatur sebuah rumah tangga. Mereka hanya akan saling membutuhkan satu sama lain.
Xiao Lang membiarkan dirinya hanyut ke dalam fantasi, membayangkan putri yang Sakura inginkan dan putra yang diajari dia butuhkan untuk mengamankan warisannya. Dalam benak Xiao Lang, dia melihat semuanya seolah-olah itu telah terjadi. Dia mengajari putra kecilnya cara mengayunkan pedang selagi melihat Sakura menyisir rambut putri mereka di tangga depan rumah. Ia cantik seperti ibunya.
Sakura tersenyum padanya. Xiao Lang melangkah menghampirinya, mendadak sebuah panah menembus leher wanita itu. Mata hijaunya membulat seiring darahnya mengalir turun membasahi pakaiannya. Putri mereka bangkit berdiri dan panah lain membidiknya tepat di d**a. Dan, saat Xiao Lang bisa merasakan jeritan kesedihan naik dari belakang tenggorokannya, kehadiran dewa kuning dan emas yang adalah Huangdi, datang dengan cepat menaiki kuda hitamnya, menyerbu tempat perlindungan yang telah mereka bangun. Sang mantan Huangdi menjambak rambut putra mereka, dan tanpa berkedip, menggorok leher bocah itu.
Kain lap di tangan Xiao Lang goyah saat dirinya kembali ke kenyataan. Sebagai seorang pemuda, dia telah mempertimbangkan untuk melarikan diri berkali-kali. Dia pernah mencobanya sekali. Dia menghindari hukuman hanya karena sang ayah berpikir dirinya sedang memainkan sebuah permainan. Pada titik tertentu, Xiao Lang bahkan meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu adalah permainan. Cengkeramannya pada kain mengerat sekali lagi lalu melanjutkan gosokan pada punggungnya. Dia tidak akan pernah lepas dari istana. Dia tidak akan pernah memiliki kedamaian sejati. Sudah terlalu terlambat untuk mengharapkan semua itu, dirinya sudah naik takhta. Posisi paling memenjarakan di dunia itu telah digenggam olehnya, tidak ada jalan lagi untuk melarikan diri.
Saat kembali ke kamar, alih-alih menghampiri Sakura, Xiao Lang memilih sofa kecil yang cukup jauh dari wanita itu. Kau penyihir, pikirnya sambil tersenyum. Dia meletakkan dagunya di tangannya saat dia menyerah pada lebih banyak pikiran tentang Sakura—yang tidak berujung pada kematian dini.
Rasanya seperti berjam-jam telah berlalu sebelum Sakura bergerak. Mata tertutup, ia merenggangkan anggota tubuhnya selebar mungkin, desahan pelan keluar dari sela bibirnya. Xiao Lang mencondongkan tubuh ke depan saat mata Sakura mengedip terbuka. Iris hijaunya mendarat pada sang kaisar. Pada awalnya, ada ekspresi bingung di wajahnya. Kemudian tangannya mendarat ke seprai, melindungi dirinya sendiri. Xiao Lang menghampirinya, duduk di tepi ranjang.
"Sekarang matahari sudah hampir di tengah-tengah. Apakah kau sangat lelah?”
Pipi Sakura dipenuhi rona merah, ia tidak menjawab. Biasanya, diabaikan akan membuat Xiao Lang terganggu namun kini dia tidak merasakannya sama sekali. Saat dia mencoba untuk berdamai dengan perasaan lembut yang dia rasakan untuk selirnya, Xiao Lang membelai kaki Sakura melalui selimut. Wanita itu tidak bergerak maupun menatapnya. Sang kaisar mulai berpikir bahwa Sakura tidak ingin berada di dekatnya, yang kemudian membuatnya bertanya-tanya apakah wanita itu menyesali momen semalam. Apakah dia telah melakukan suatu kesalahan? Terlalu kasar?
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Xiao Lang, usai beberapa jeda.
Sakura menyesuaikan posisinya di tempat tidur lalu menatap tangan Xiao Lang yang kini memijat betisnya. “Saya rasa… saya merasa malu. Karena apa yang telah kita lakukan.”
Xiao Lang tidak yakin bagaimana menanggapinya, jadi dia menarik selimut dan melanjutkan pijatan kakinya, mengapresiasi lekuk kewanitaan Sakura.
"Saya tidak tahu bahwa akan terasa… seperti itu.”
"Seperti apa?"
"Saya tidak bisa menjelaskan. Tapi, saya… menyukainya.”
"Tidak masalah apakah kau suka atau tidak,” tukas Xiao Lang, benaknya masih berada di antara masa kini dan lamunan menakutkan sebelumnya. Dia menangkap ekspresi terluka yang melintas di wajah Sakura sebelum digantikan oleh senyum setuju. "Tapi, aku senang kau menyukainya,” ungkapnya, menarik senyuman cantik yang Sakura miliki. “Aku ingin kau selalu menikmatinya.”
Xiao Lang meraih bagian atas selimut Sakura, menariknya turun. Wanita itu segera melipat tangannya di depan d**a.
"Aku sudah melihat semua bagian dirimu,” seloroh Xiao Lang, mengamati bercak ungu yang ditinggalkan giginya di kulit halus Sakura. “Aku sudah menyentuh setiap bagian dari dirimu. Tidak masuk akal untuk menyembunyikan diri sekarang.”
"Saya tahu,” gumam Sakura.
Xiao Lang menarik tangan Sakura menjauh dari dadanya lalu menyematkannya ke kedua sisi kepala wanita itu. "Aku menginginkanmu lagi,” ungkapnya, mengangkangi pinggang Sakura dan menurunkan mulutnya ke leher wanita itu.
Napas Sakura tercekat karena mengantisipasi bibir Xiao Lang terhadap kulitnya. "Mungkin… saya harus membersihkan diri terlebih dahulu?”
"Aku tidak yakin aku dapat menunggu.”
Saat itu juga, Ayaka memasuki ruangan. Ia tersipu dan segera bersujud saat melihat sang kaisar menggumuli Sakura yang bertelanjang d**a. Para pelayan lain yang masuk mengekori Ayaka pun segera bersujud.
"Saya memohon maaf atas gangguan kami, Huangdi. Saya datang untuk memandikan Nyonya Terhormat Sakura,” ujar Ayaka dalam sujudnya.
Sakura sudah berusaha untuk bangun. Ia pasti putus asa untuk memiliki waktu untuk merawat dirinya sendiri jika ia tidak menunggu Xiao Lang untuk membebaskannya. Sakura memang berhak mendapatkan pemandian air panas dan selain itu, Xiao Lang memiliki banyak waktu hari ini untuk memiliki wanita di bawahnya. Jadi, pria itu melepaskan Sakura dan kembali ke tempat duduk yang dia invasi sebelumnya. Dengan persetujuan tanpa suara ini, Ayaka mendandani Sakura di bawah pengawasan tajam Xiao Lang sebelum kemudian membawanya pergi. Empat pelayan tetap tinggal untuk mengganti seprai tempat tidur.
Sakura diam selama dia mandi di bak Xiao Lang. Pada awalnya dia menolak, tetapi Ayaka berkata bahwa pria itu telah mengirimkan pesan padanya untuk menggunakannya. Sebelumnya, Sakura hampir kecewa ketika para pelayan menginterupsi mereka. Dia ingin membersihkan diri, benar, tetapi dia juga tertarik untuk mengetahui apa yang telah Xiao Lang rencanakan untuknya ketika ia merengkuhnya di tempat tidur.
Sakura tersipu. Apakah dia sudah gila? Apakah dia benar-benar menyukai Xiao Lang yang begitu… menuntut? Dan bagaimana saat mereka bersama semalam? Sakura telah menemukan Xiao Lang cukup penyayang juga. Ketika pria itu berguling di akhir, Sakura mendapati dirinya berharap pria itu menempatkan dirinya di dalam sekali lagi.
Sakura benar-benar sudah gila!
"Ahh!"
Semua orang di pemandian menatap Sakura dengan mata membulat.
"Apakah semuanya baik-baik saja, Nyonya Terhormat Sakura?" tanya salah satu pelayan.
Sakura mengangguk. Sesaat kemudian dan Ayaka masih mengamatinya, senyuman Sakura melebar, berharap dirinya tidak membuat gadis itu terlalu khawatir.
"Bagaimana perasaan Anda?"
"Sangat baik, airnya sempurna,” jawab Sakura begitu saja.
Ayaka menggelengkan kepala dan memutar bola mata dengan geli. Para pelayan lain terkekeh.
"Maksud saya, bagaimana perasaan Anda setelah bersama Huangdi? Bagaimanapun, ini adalah pertama kalinya Anda bersama beliau.”
Sakura tidak repot-repot bertanya bagaimana Ayaka bisa tahu. Pelayan harus banyak melihat dan mendengar. Rahasia yang mereka simpan mungkin bisa mengisi perpustakaan jika itu ditulis. Para dayangnya melanjutkan sesi pemandiannya dan Yao Yan tersenyum penuh kasih ke arahnya. Saat itulah Sakura mengerti. Mereka pasti berpikir bahwa dirinya tidak menginginkannya, atau menyukainya.
Ayaka mengonfirmasi kecurigaan Sakura ketika dia berkata, “Kami dengar Huangdi… tidak kejam di ranjang.”
"Benar,” tukas Sakura. “Itu tidak seperti apa pun yang bisa kubayangkan. Aku tidak ingin itu berakhir.”
Terdengar beberapa napas terkejut.
"Anda tidak ingin?" tanya Yao Yan, mendekat.
Sakura mengangguk tegas. Dia merasa itu tugasnya untuk menyanyikan pujian terhadap Xiao Lang. Terlebih sekarang dia adalah wanitanya dalam segala hal.
"Beliau memanggilku cantik,” ungkap Sakura dengan sedikit rasa malu karena seluruh pelayan memberinya perhatian penuh. “Beliau menciumku di mana pun. Dan menunjukkan bagaimana cara yang benar untuk memuaskannya. Ketika beliau membuatku menjadi miliknya, itu terasa beliau peduli padaku. Beliau juga memelukku saat kami tertidur.”
Napas terkejut dan kagum bercampur padu.
"Jelas bagi saya sekarang bahwa Anda adalah favorit beliau sekarang,” tanggap Ayaka, terkesan. “Saya tidak pernah mendengar istri-istri lain mengatakan hal seperti itu. Tidak seperti itu. Tidak dengan kejujuran seperti itu.”
Yao Yan memberi anggukan setuju. Kemudian, Ayaka tertawa.
"Sepertinya, beliau menginginkan Anda lagi ketika saya datang.”
"Beliau bilang begitu,” tandas Sakura selagi para dayang melanjutkan memandikannya. “Kupikir ketika aku kembali, beliau akan memintaku untuk tetap tinggal jadi kami bisa… lagi.”
"Beliau tidak seharusnya memiliki Anda untuk tetap tinggal. Beliau memiliki agenda rutin untuk dipenuhi,” ujar Ayaka. “Saya dengar Master Yun menggerutu karena Huangdi melewatkan sebuah pertemuan dengan para jenderal pada pagi ini.”
"Apakah beliau akan mendapatkan masalah?" tanya Sakura, keningnya mengerut.
"Saya tidak berpikir demikian,” jawab Ayaka. "Tidak jika itu tidak terjadi lagi. Sesuatu menjadi masalah untuk beliau jika Ibu Suri tidak setuju. Dan Ibu Suri bisa berubah pikiran sewaktu-waktu. Sesuatu yang baik-baik saja baginya sebelum sarapan dapat membuatnya marah pada siang hari dan sebaliknya.”
Sakura memiringkan kepala ke belakang agar Ayaka dapat membilas rambut panjangnya.
"Saya bersyukur pengalaman Anda bersama beliau berjalan indah,” ungkap Ayaka tulus. “Kami para wanita jarang mendapatkan kemewahan itu, termasuk para bangsawan di Kota.”
Secara tulus, Ayaka berharap dengan sungguh-sungguh, semoga Sakura dapat menjalani kehidupan yang bahagia di Kota Terlarang meski itu terdengar mustahil.
TO BE CONTINUED
Kaijuu = monster
Daimyo = orang yang memiliki pengaruh besar di suatu wilayah / pemimpin wilayah.