Chapter 3

1967 Words
"Ayah, kumohon sekali ini saja dengarkan aku. Aku tidak ingin dijodohkan." aku memohon dengan mata berkaca-kaca. "Aku tidak bisa. Maafkan aku, Sakura. Kau harus tetap ikut dengan 'mereka ' 4 hari lagi," jawab Ayah sambil menunduk. "Apa maksud Ayah dengan 'mereka '?" aku sedikit tidak mengerti dengan perkataan Ayah dengan menyebut 'mereka '. "Ya, kau akan menikah dengan 'mereka '. Kau harus menikah dengan enam orang sekaligus," jawab Ayah kembali menunduk. ~★~     Saat itu juga aku berlari meninggalkan rumah dan memasuki mobil sedan milikku. Aku melesat pergi keluar dari mansion. Membelah angin malam yang sepertinya dingin menusuk kulit. Air mataku terus menetes membasahi kedua pipiku, hatiku terasa sakit mengingat dengan apa yang dikatakan Ayah padaku. Bagaimana mungkin aku menikahi mereka, bahkan aku tak mengenal mereka sama sekali. 'Ohh Ibu. Meski aku belum pernah melihatmu, tolonglah anakmu ini.' Aku menginjak pedal gas mobilku dan melaju dengan kecepatan 200km/jam. Aku tidak peduli jika aku harus mati saat ini juga. Entah mengapa saat ini aku hanya ingin menenangkan diriku. Hari sudah semakin larut, aku yakin Ayah telah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencariku dan membawaku pulang. Aku menghentikan mobilku di pinggir pantai Yuigahama - Kamakura, Tokyo. Aku keluar dari mobilku dan berjalan ke arah laut lepas itu. Terlihat sangat indah pada malam ini. Air laut yang surut saat malam hari, membuatku mendekat dan menenggelamkan sebagian tubuhku. Seketika beban yang kutanggung terangkat begitu saja. Hidup yang melelahkan, Ya sangat melelahkan. Aku bahagia? Tentu, tetapi kebahagiaanku hilang, lenyap begitu saja saat ku dengar tentang perjodohan gila itu. Jika satu orang mungkin aku masih bisa menerimanya, tetapi ini sungguh di luar akal sehat. Ayah tidak segan-segan menikahiku dengan enam orang sekaligus. Apa yang sebenarnya Ayah pikirkan. Apa dia ingin menjualku? Atau ingin membunuhku perlahan? Pertanyaan-pertanyaan negatif kini membayang di kepalaku. Melumpuhkan sisi akal sehatku, mengikis sedikit demi sedikit hingga sepertinya aku akan hidup menderita. Tinggi air laut sudah sampai setengah tinggi tubuhku. Kurasakan tubuh ini menggigil kedinginan. Jari jemari tanganku sudah memutih, tapi sakit di hatiku masih saja terasa. Kulihat langit hari ini begitu indah, miliaran bintang bertebaran di langit membuat keindahan malam semakin sempurna. "Nona Sakura! Ya Tuhan. Apa yang Anda lakukan di sini? Apa Anda ingin mati kedinginan?!" teriak seorang lelaki di belakangku, tanpa aku melihatnya aku tahu pemilik suara indah itu. "Bajumu akan basah, Sean," jawabku saat aku melihat dirinya kini sudah di hadapanku. "Aku tidak peduli! Apa pun akan kulakukan untuk dirimu, Nona Sakura. Walaupun nyawa menjadi taruhannya," jawab Sean lalu menggendongku. Apa dia bodoh? Dia hanya pelayan pribadiku. Dia tidak dibayar untuk mempertaruhkan nyawanya, bukan? Ku eratkan pelukanku pada Sean. Hangat dan nyaman. Aroma tubuhnya sangat menenangkan. "Apa yang Anda lakukan di sini, Nona Sakura?" tanya Sean saat sudah menurunkan tubuhku di kursi penumpang mobilku. "Hanya menenangkan diri, bagus kalau aku tadi mati kedinginan. Kau justru datang menggagalkannya," jawabku dingin. "Apa yang Anda pikirkan sebenarnya? Mengapa Anda ingin bunuh diri?" tanya Sean yang terlihat kesal, lelaki itu langsung saja menutup pintu mobil dan berjalan memutar duduk di kursi kemudi. "Bagaimana perasaanmu jika kau menikah dengan enam orang sekaligus?" tanyaku. "Aku akan sangat senang tentunya. Aku akan dicintai oleh enam orang sekaligus dan hidup bersama serta bercinta sepuasnya. Itu adalah hal yang terindah," jawabnya polos sambil menjalankan mesin mobil dan menjalankannya. "Aku serius, Bodoh!" jawabku kesal. Sean memang orang yang selalu serius namun, kali ini ia bercanda di waktu yang salah. "Kehidupan memang sulit, semua orang merasa ingin dicintai, tetapi itu sulit didapatkan. Satu orang belum tentu akan mencintai untuk selamanya, tetapi jika lebih dari satu, sama saja mendapatkan anugerah terindah di dunia. Siapa yang tidak mau dicintai? Bahkan hewan pun ingin dicintai," jawab Sean sambil memandang lurus ke jalan dengan sendu. "Aku tahu kau mengetahui perjodohan ini, apa yang harus aku lakukan?" tanya Sakura. Sean terdiam cukup lama lalu menjawab. "Ikutilah kata hatimu, tetapi jangan sampai membuat orang lain terluka," jawab Sean parau. "Ada apa dengan gaya bicaramu?" tanyaku curiga. Tidak biasanya Sean seperti itu, aku memang selalu bercerita kepadanya dan dengan bijak lelaki itu akan menjawabnya. "Saya baik-baik saja, Nona Sakura. Kita sudah sampai, saya antarkan Anda ke kamar," jawabnya sambil tersenyum dan kembali berbicara formal. Senyumannya kini sedikit menggangguku. Ini sangat menyebalkan ketika ia menutupi sesuatu dariku. Aku membuka pintu mobil dan meninggalkan Sean sendiri. Saat membuka pintu para pelayan wanita menghampiriku dengan membawakan handuk kering. Padahal hanya sebagian tubuhku yang basah. Mereka selalu saja membesar-besarkan masalah kecil. "Sakura." panggil Ayahku terlihat panik. "Apa kau berniat membunuh Ayah? Kau tidak tahu, jika 'mereka ' tahu kau melarikan diri dariku. 'Mereka ' akan membunuhku saat itu juga," lanjutnya semakin panik. "Siapa yang berani membunuhmu, Ayah? Aku akan melindungimu jadi tenanglah," jawabku menenangkannya. "Kau tidak akan mengerti, Sayang. Kau bisa melindungiku hanya dengan menikahi 'mereka '," jawab Ayah sambil memelukku. 'Siapa sebenarnya mereka itu? Apa mereka yang mengancam Ayah? Ini semua membinggungkan.' "Bisakah Ayah tidak membicarakannya seminggu ke depan?" tanyaku kesal. "Tidak bisa, 4 hari lagi kau ingat? Kau harus ikut dengan 'mereka ', Sakura," jawabnya sambil memegang bahuku. Kulepaskan tangan Ayah dari bahuku lalu pergi meninggalkannya. Aku memasuki kamar dengan pintu yang kubanting keras. Adakah  yang lebih buruk dari hari ini? Kurasa tidak. Aku memilih pergi berendam dengan wewangian lavender untuk menenangkan pikiran dan tubuhku. Aku berendam tidak terlalu lama, dan segera naik ke ranjang milikku. Aku tidur tanpa mengenakan sehelai benang seperti kebiasaanku. ~★~ "Sean, ikut denganku!" perintah Leonardo kepada Sean. Sean mengangguk dan mengikuti Tuannya. Leonardo masuk ke dalam ruangan kerjanya diikuti dengan Sean di belakangnya. Leonardo menghempaskan tubuhnya di sofa sedangkan Sean tetap setia berdiri tak jauh dari Leonardo. "Apa yang harus kulakukan, Sean? Aku menyesal melakukan semua ini," tanya Leonardo sambil menutup matanya dengan telapak tangannya. "Penyesalan selalu datang belakangan, Tuanku. Tetapi menyesal pun tidak mengubah apa pun untuk saat ini. Keadaan mental Nona Sakura saat ini tidak begitu baik. Akan lebih baik dua hari ke depan Tuan tidak membicarakan tentang perjodohan itu terlebih dahulu. Untuk menenangkan pikiran dan mental Nona Sakura sesaat. Dengan begitu, ada kemungkinan Nona Sakura akan berubah pikiran dan tidak melakukan hal yang tidak-tidak yang bisa membuat Anda terbunuh dengan sia-sia di tangan 'mereka ' ," jawab Sean dengan bijak. Itulah salah satu alasan Leonardo menyukai Sean dan memilih Sean menjadi pelayan pribadi anaknya sekaligus tangan kanannya. Sean, dalam keadaan apa pun ia selalu menyelesaikannya dengan tenang. Ia pun selalu memberikan nasehat secara bijak. "Baiklah, jika itu yang terbaik. Awasi Sakura agar ia tidak melakukan hal bodoh nantinya," jawab Leonardo. "Yes, Master," jawab Sean lalu pergi kembali ke kamarnya. Saat Leonardo ingin bangun dari duduknya untuk kembali ke kamarnya tiba-tiba ia merasa seperti ada yang mencekik lehernya. "Ugh...," Leonardo tiba-tiba melayang dan menendang-nendang kakinya ke segala arah. "Kau membuat kesalahan besar, Leon," ucap seorang lelaki entah dari mana. "Ugh ... lepaskan aku dulu, Bodoh," jawab Leonardo merasa pasokan oksigen di paru-parunya sudah menipis. Seketika Leonardo terlempar dan menabrak dinding dengan keras. "Ugh ... uhuk..uhuk...uhuk..." "Kesalahan fatal jika Hime mati, kau akan kami siksa seumur hidupmu, Leon. Kau dengar itu?!" lelaki itu berkata lagi dengan suara intimidasinya. Seperti biasa 'mereka ' tidak akan menampilkan wujud asli mereka. Hanya sepertiga dari wajahnya saja yang terlihat. "Aku tahu ... uhuk uhuk..." Leonardo kembali terbatuk-batuk. "Jangan membuatnya bersedih, ingat itu," kata lelaki itu lagi. "Kalian ... yang membuatnya bersedih," jawab Leonardo dengan lirih. "Kami akan membahagiakannya," jawab lelaki lain dengan suara datar. "Apa kalian mencintai Sakura?" tanya Leonardo. "Tentu saja kami mencintai Hime, cinta kami abadi. Tidak seperti manusia," jawab lelaki itu lagi. "Itulah yang Sakura inginkan," kata Leonardo lalu mencoba duduk di sofa. "Aku mempunyai rencana lain jika kalian mau," lanjut Leonardo. "Kuharap itu bukan sesuatu yang memalukan," jawab salah satu lelaki itu. "Jika kalian mau, kalian bisa mendekatinya tanpa paksaan dariku. Kalian hanya tinggal membuatnya jatuh cinta pada kalian di bumi. Bukan di dunia iblis, dan akhirnya aku akan memperkenalkan kalian sebagai jodoh Sakura. Itu akan terlihat baik di matanya daripada aku harus memaksanya dan berakhir dengan dirinya yang kabur atau bahkan lebih buruk dengan ia bunuh diri." Leonardo menjabarkan rencananya sambil mengusap-usap lehernya yang berbekas karena cekikan tadi. "Itu terlihat menarik," jawab lelaki itu. "Baiklah, lagipula masalah di kerajaanku sudah aku selesaikan. Aku akan mengatasi semuanya yang kita perlukan nanti," jawab lelaki lainnya lalu mereka semua menghilang dari hadapan Leonardo. "Mereka sangat menyusahkan," gerutu Leonardo. ~★~   Matahari masih malu-malu menampakkan wujudnya. Jam menunjukkan pukul 5 pagi, tetapi Sakura sudah terbangun. Ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi lalu menyalakan air hangat. Sakura merendam seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan kepalanya. "Nyamannya," gumam Sakura. Setelah berendam 30 menit lamanya Sakura membilas tubuhnya dan mengeringkannya dengan handuk yang sudah tersedia. Kamar mandi Sakura memang sangat luas. Sehingga memudahkannya untuk melakukan apa pun di dalam sana. Sakura mulai mengeringkan rambutnya dan menyisirnya dengan rapi. Tiba-tiba terdengar ketukkan dari pintu kamar mandi. Tok tok tok "Nona Sakura, apakah Anda baik-baik saja?" terdengar  suara Sean di balik pintu. Sakura melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 6.30 pagi. Tanpa menjawab, Sakura keluar dari kamar mandi. "Aku baik-baik saja. Ada apa? Aku sedang tidak ingin ke sekolah," jawab Sakura sambil berjalan ke meja rias miliknya. "Baiklah, Nona Sakura. Hari ini ada pertemuan dengan para calon suami Anda," jawab Sean masih setia berdiri tidak jauh dari Sakura. Seketika Sakura membeku di tempat, tangannya yang sedang memoles wajah cantiknya itu tiba-tiba berhenti dengan wajah tak terbaca. 'Pertemuan?' batin Sakura. "Tenang saja, Nona. Ini hanya perkenalan semata," jawab Sean cepat. Sean tahu apa yang dipikirkan sang Nona sehingga ia coba menenangkan. "Aku akan bersiap-siap, carikan pakaian untukku dan taruh saja di atas kasur," lanjut Sakura sambil kembali menatap ke arah cermin besar di hadapannya. "Baiklah, Nona Sakura," jawab Sean. Sakura kembali menata rambutnya dan setelah selesai, Sakura mengambil dress pilihan Sean. Sean berjalan keluar kamar tanpa disadari Sakura. 'Hmmm ... Sean sudah keluar ternyata, dress pilihannya terasa aneh. Biarlah, lagipula ini hanya perkenalan,' batin Sakura. Setelah selesai berpakaian Sakura keluar kamar dan mendapatkan Sean berdiri di samping pintu. "Sean, Kupikir kau sudah turun. " kata Sakura sedikit terkejut. "Belum, Nona. Lagipula Tuan Leonardo sedang kurang sehat, sehingga Beliau sarapan di kamarnya," jawab Sean. "Ayah sakit? Aku akan melihatnya. Selama ini Ayah selalu terlihat sehat, apa ini ada hubungannya denganku?" tanya Sakura sambil berjalan ke kamar Leonardo diikuti Sean. Sean hanya diam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika ia jujur, itu pasti akan melukai hati nonanya. Tetapi jika ia berbohong, nonanya tidak akan pernah mengerti. "Sean?" tegur Sakura. "Ahh.. ya maafkan saya, Nona."  "Jawab dengan jujur," jawab Sakura. "Bisa dibilang Tuan Leonardo sakit karena ... Anda, Nona," jawab Sean kaku. "Sudah ku duga," jawab Sakura lalu bergegas ke kamar ayahnya. Sesampainya di depan pintu kamar Leonardo, Sakura langsung masuk dan melihat ayahnya sedang duduk di atas ranjang. "Ayah, ku dengar kau sakit. Ayah, maafkan aku," ucap Sakura langsung berhamburan memeluk Leonardo. "Ayah baik-baik saja," jawab Leonardo lembut sambil tersenyum kepada Sakura. "Ayah, aku tidak ingin kau sakit. Maafkan aku, aku akan menurutimu. Jadi cepatlah sembuh," jawab Sakura dengan mata berkaca-kaca. "Ohh Putriku, jangan menangis. Ayah tidak akan memaksamu lagi. Jadi tenanglah," jawab Leonardo. "Tidak Ayah, kali ini aku akan menuruti permintaanmu yang tidak masuk akal itu. Aku tidak mau bila Ayah sakit seperti ini. Cukup Ibu saja yang meninggalkanku, Ayah tidak boleh meninggalkanku. Maafkan aku Ayah karena sudah menentangmu," jawab Sakura sambil setengah menangis. "Baiklah-baiklah, jangan menangis itu menyakiti hatiku melihat kau bersedih seperti itu," jawab Leonardo sambil menyeka air mata Sakura.  "Aku menyayangimu," jawab Sakura sambil tersenyum. "Ayah juga menyayangi Putri Kecil Ayah," jawab Leonardo sambil mencium kening Sakura. "Baiklah, kau sarapanlah di bawah. Ayah akan menyusul nanti. Dan 'mereka ' akan datang siang ini," lanjut Leonardo. Sakura hanya mengangguk lalu berjalan gontai keluar kamar dan menuju ruang makan. "Jika saja Nona Sakura tahu yang sebenarnya~" ucapan Sean dipotong Leonardo. "Jangan sampai Sakura mengetahuinya," sela Leonardo, Sean terdiam sejenak lalu mengangguk. "Yes, Master.”   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD