CHAPTER 2

1417 Words
“Apakah kamu tau kalau Nathan sudah putus dengan Kalila?” Tanya Raina yang baru muncul setelah tadi dia menghabiskan jam istirahatnya di kantin. Diva yang awalnya fokus pada bukunya segera menoleh pada Raina, lalu mengerutkan alisnya tanda tidak mengerti kenapa Raina harus mengatakan hal ini kepadanya. Baiklah, Raina mungkin berpikir informasi ini pasti penting buat Diva, mengingat Raina tau betapa sukanya Diva pada Nathan. Tapi tidak, berita ini tidak penting buat Diva karena menurut Diva tidak ada untungnya buat dia tau Nathan putus dengan pacarnya karena pada akhirnya dia juga tidak akan memiliki Nathan. Namun Diva mencoba menghargai informasi dari Raina, dengan tersenyum dan terlihat antusias. “Oh ya? Kapan?” Tanya Diva membalas Raina meski sebenarnya Diva sudah tau tentang hal ini, mengingat berita ini merupakan topik terpanas di sekolah mereka sejak pagi tadi. Nathan dan Kalila adalah sosok populer disekolahan Diva.Jadi wajar kalau berita putus mereka jadi topik pembicaraan penting dikalangan siswa sekolahan mereka. “Katanya ada yang melihat sih, pas pulang les sore kemarin. Menurut cerita, sore itu Kalila mendatangi Nathan kekelasnya, terus dia ngebawa Nathan ke lapangan basket. Nah, di lapangan basket itulah Kalila ngeputusin Nathan.” Cerita Raina berdasarkan berita yang didengarnya tadi di kantin. “Sepertinya kamu benar deh Va, soal Nathan yang nggak pernah menolak dan memutuskan cewek itu.” Lanjut Raina dengan wajah yang kini serius memandang Diva. Selama 6 bulan menyukai Nathan, membuat Diva mengerti dengan apa yang dimaksud Raina barusan, karena memang Divalah yang mengeluarkan pemikiran tentang Nathan itu. Dari apa yang Diva tau, Nathan selalu menjadi pihak yang menerima pernyataan cinta. Nathan juga tidak pernah menolak perempuan manapun yang menyatakan cinta padanya, kecuali dia sedang memiliki pacar saat itu. Lalu berdasarkan pengamatan Diva, menurutnya Nathan juga tidak pernah memutuskan pacarnya, selalu pihak perempuanlah yang memutuskan dia terlebih dahulu. “Jadi gimana Va, apa kamu tidak mau mencobanya sekarang?” Tanya Raina dengan raut penasarannya. Mata Diva menatap horror pada Raina, lalu dia menggelengkan kepalanya dengan kuat karena dia memang yakin kalau ‘tidak’ adalah jawaban yang pasti untuk pertanyaan Raina. “Aku tidak senekat dan seberani itu Na. Lagipula, pasti akan sangat memalukan kalau Nathan menolak aku.” Lanjut Diva setelah gelengannya. Dia menembak Nathan, jelas adalah tindakan gila kalau menurut Diva. Gila karena Diva sangat yakin kalau Nathan tidak mengenalnya sama sekali. Kenal yang dimaksud Diva adalah kenal yang benar-benar kenal, bukan kenal yang hanya sekedar tau nama. Selain itu Diva takut ditolak, meski dia sendiri yang bilang kalau Nathan tidak pernah menolak siapapun. Raina tersenyum tipis mendengar jawaban Diva itu, menampilkan raut seolah dia paham dengan ketakutan Diva. Namun itu tidak menghentikannya untuk memberi nasehat kepada Diva, “Malu memang rasanya jika ditolak, tapi rasa malu itu hanya kamu rasakan sejenak. Berbeda dengan penyesalan, biasanya rasa menyesal akan menghantuimu seumur hidup.” Diva terdiam, tidak bisa menyanggah nasehat Raina tentang rasa malu dan penyesalan barusan karena menurutnya Raina memang benar. Tapi tetap saja, Diva tidak yakin tentang ide Raina yang menyuruhnya untuk menyatakan cinta pada Nathan. Lagipula, selama ini Diva baik-baik saja dengan hanya menyukai dan mencintai Nathan dalam diamnya. “Apakah kamu benar-benar tidak ingin menuntaskan perasaan kamu pada Nathan? Mana tau dengan kamu menyatakan perasaan kamu pada Nathan, kamu akan merasakan hal lain lagi setelahnya.” Kata Raina lagi. Kening Diva mengernyit tidak mengerti akan perkataan Raina tadi. Baru dia akan menanyakan apa maksud Raina itu, Raina sudah memotongnya dengan langsung memberikan penjelasannya. “Aku hanya mau kamu memastikan perasaan kamu pada Nathan karena bisa saja perasaan kamu itu hanya kagum, suka atau benar-benar cinta seperti yang kamu bilang selama ini kepada aku.” Mendengar penjelasan lebih lanjut dari Raina itu membuat Diva merenung sejenak. Sebenarnya dia tidak perlu meyakinkan dirinya tentang apa yang dirasakannya dengan menyatakan persaannya pada Nathan. Tapi sepertinya tidak ada salahnya dia melakukan itu, selain untuk melempangkan hatinya, dia juga ingin membuktikan pada Raina kalau dia benar-benar mencintai Nathan dengan cara berjuang untuk perasaannya. Ya, sahabatnya itu perlu tau kalau dia benar-benar mencintai Nathan. Dengan semua dorongan dan nasehat dari Raina, membuat Diva menyadari betapa baiknya Raina kepadanya. Hal itu membuat Diva bersyukur karena sudah memiliki sahabat yang baik seperti Raina. Selain menjadi penasehat yang baik, Raina adalah sosok yang penyabar menurut Diva karena dia selalu mau menjadi tempat Diva bercerita. Cerita yang lebih banyak didominasi tentang Nathan. Kemudian Diva tersenyum sebelum memberikan jawaban yang berbeda dari sebelumnya. “Baiklah kalau begitu. Sepertinya tidak ada salahnya juga kalau aku menyatakan perasaan aku pada Nathan.” “Oke. Aku akan membantu kamu sebisa aku.” Tambah Raina yang membuat Diva sangat semakin berterima kasih lagi pada sahabatnya tersebut. *** 3 Hari setelah pembicarannya dengan Raina, akhirnya Diva memutuskan untuk menyatakan cintanya pada Nathan hari ini. Lalu dengan bantuan Raina pula, Diva bisa membawa Nathan untuk bertemu dengannya secara private ditempat yang telah Diva rencanakan untuk menyatakan perasannya pada Nathan. "Ak... aku... mmm... aku suka sama kamu," kata Diva dengan suara yang begitu lirih. Setelah mengatakan itu, Diva segera menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan Nathan yang sebenarnya sudah sedari tadi terarah kepadanya. Diva tidak punya keberanian kalau harus beradu tatapan dengan Nathan, meski tatapan itu berasal dari mata yang selama ini dikaguminya. Tadinya Diva berpikir, pernyataan cinta ini akan dengan mudah dilakukan olehnya karena dia sudah berlatih berkali-kali tadi malam. Tapi ternyata tidak karena dia tetap diserang rasa gugup yang amat sangat, hingga membuat dia ingin menghilang saja. Rasa gugup Diva itu semakin tidak terkendali karena hingga beberapa saat, Nathan diam tidak memberikan reaksi apapun. Karena keterdiaman Nathan itulah kenapa Diva akhirnya memberanikan diri untuk melihat Nathan. Saat dia berhasil mengangkat kepalanya, barulah Nathan mengeluarkan suaranya. "Apakah Deva dan Divo tau tentang ini?" Tanya Nathan dengan nada tenang khas miliknya. Diva menggigit bibirnya, tanda kalau dia sedang mencoba bertahan dari serangan rasa gugup yang semakin menderanya. Lalu dia memberikan jawaban kepada Nathan dengan menganggukkan pelan kepalanya karena tidak ada kata yang bisa dia keluarkan dari mulutnya. Barulah setelah Diva melepaskan gigitannya, Diva bisa berkata dengan suara yang lirih. "Ya, mereka tau." Nathan menghela napasnya, lalu menyandarkan tubuhnya ke tembok pembatas di bagian belakang luar perpustakaan gedung B sekolahan mereka. "Lalu apa yang mereka katakan ketika mereka tau soal ini?" Tanya Nathan lagi. “Awal mereka tidak setuju ketika mereka tau aku menyukai kamu. Tapi kemudian mereka menyerahkan semuanya kepadaku karena kata mereka ini adalah perasaan aku, jadi aku berhak melakukan apapun untuk itu. Mereka tidak akan menghalangi atau mengganggu perasaan aku ke kamu kalau memang aku yakin tidak akan menyesal dengan perasaanku ini. Mereka juga bilang kalau mereka hanya akan berada di belakang aku untuk menjaga dan menyanggah aku kalau pada akhirnya perasaan ini tidak berbalas atau malah memberikan rasa sakit." Jawab Diva dengan jujur sesuai dengan apa yang Deva Divo katakan pada dia tadi malam. Suasana kembali hening setelah kalimat panjang dari Diva tadi, membuat Diva kembali menundukkan kepalanya karena dia merasa tidak sanggup menghadapi tatapan yang ditujukan Nathan kepadanya. Padahal tatapan itu hanyalah tatapan tenang seperti biasanya milik Nathan, tetapi mampu untuk membuat Diva kembali dilanda rasa tidak nyaman dan takut. "Apakah kamu mau menjadi pacar aku?" Tanya Nathan yang jelas saja membuat Diva terkejut. Saking terkejutnya, Diva hanya bisa diam dan mematung seperti orang bodoh. "Aku tidak bisa menjanjikan apapun untuk hubungan kita didepannya karena jujur saja, aku tidak memiliki apapun perasaan kepada kamu sekarang. Tapi aku akan berusaha untuk memperlakukan kamu dengan baik." Lanjut Nathan lagi masih dengan tatapan, sikap dan nada yang tenang. Ada sedikit sesak di hati Diva karena perkataan Nathan itu. 'Apa yang kamu harapkan? Nathan yang menyukai kamu? Nathan yang memiliki perasaan kepada kamu? Huh? Jangan bercanda, dia bahkan mungkin tidak mengenal kamu.' Kata Diva dalam hatinya. Semua pemikiran dikepalanya itu membuat Diva berkecil hati dan tidak percaya diri, namun dia tidak mau menyerah karena dia sudah melangkah sejauh ini. "Selain kamu yang akan memperlakukan aku sebagai pacar, bisakah kamu juga belajar memberikan perasaan kamu untuk hubungan ini?" Tanya Diva dengan nada bergetar karena harus menahan rasa gugup dan paniknya. Tidak ada jawaban Nathan saat itu, dia hanya membiarkan keheningan menemani mereka. Sampai akhirnya Nathan mengambil tangannya, lalu menggenggamnya untuk membawa Diva meninggalkan tempat mereka saat ini. Diva pikir, untuk sekarang cukuplah begini. Cukup dengan Nathan menerima dia dan perasaannya. Untuk kedepannya, Diva akan berjuang untuk mempertahankan hubungan mereka hingga dia dan Nathan bisa bersama untuk waktu yang lama. Dan kalau dia beruntung, dia mungkin bisa membuat Nathan membalas perasannya. Dengan pemikiran itu, Diva bertekad untuk tetap bertahan dengan Nathan, meskipun mungkin banyak rasa sakit yang harus ditemuinya dimasa depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD