CHAPTER 3

1315 Words
Berbeda dengan Diva yang tersenyum bahagia saat memberitahu kalau dia dan Nathan sekarang bersama, Raina malah terlihat terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum kecil. Reaksi Raina sempat membuat Diva sedikit heran dan kebingungan karena seharusnya Raina sudah menduga hal ini. Mengingat Rainalah yang yang memberikannya saran dan dukungan untuk segera menyatakan perasaannya kepada Nathan. "Oh... Selamat ya," kata Raina kemudian. "Makasih ya Rain." Balas Diva kemudian memeluk Raina. "Gue senang akhirnya lo jadian ama Nathan. Ya biarpun gue sebal karena lo baru resmi ngasih taunya ke gue hari ini." Raina berkata dengan nada pura-pura merajuk. Tapi kemudian dia tertawa karena dia merasa lucu dengan wajah panik Diva yang berpikir Raina marah kepadanya hanya karena dia terlambat memberitahukan tentang dia dan Nathan. Wajah panik Diva baru berubah lega setelah dia mendengar tawa Raina karena itu artinya Raina tidak benar-benar marah kepadanya. Bagaimanapun, Raina tidak akan bisa kalau sampai Raina marah dan tidak mau berteman lagi dengannya. Karena buat Diva, Raina adalah sosok yang berharga karena hanya Raina-lah satu-satunya orang yang mau menjadi temannya, selain dari kedua kembar Anila. Mengingat perkataan Raina tadi, membuat Diva meringis kaku dan mengatakan sesuatu yang menjadi kesahnya. "Sebenarnya Rain, aku masih merasa canggung jika hanya berdua dengan Nathan. Itu membuat kami lebih banyak diam ketika bersama," jujur Diva dengan wajah murung. Setelah mengatakan hal itu, Diva kembali terdiam. Dalam diamnya, Diva membayangkan bagaimana kaku dan canggungnya dia dan Nathan ketika bersama. Hingga sebuah ide melintas dipikiranya, membuat dia segera menoleh lagi pada Raina. "Na, kamu mau nggak menemani aku dan Nathan ke toko buku nanti?" Tanya Diva kemudian. "Kenapa?" Tanya Raina yang sebenarnya bisa menebak dengan apa yang dimaksud oleh Diva. Namun dia tetap menanyakannya, untuk memastikan kebenarannya. Diva tersenyum. Kemudian dia menjawab, "Mungkin dengan adanya orang lain diantara aku dan Nathan, aku tidak akan merasa canggung lagi dengan Nathan." “Lagipula, kamukan lumayan akrab dengan dia.” Lanjut Diva lagi mengingat Raina yang memang memiliki lebih banyak teman daripada dia. Dan kalau Diva tidak salah menebak, Nathan adalah salah satu dari teman Raina itu. Kalaupun ternyata pikirannya itu salah, Diva yakin sikap ramah dan mudah bergaul Raina akan membantu suasana kaku diantara mereka semua nanti. “Oke kalau begitu. Tapi gue bawa Niko ya bareng gue," ujar Raina yang kemudian diangguki oleh Diva dengan kening yang kemudian mengernyit. “Apakah kamu sudah menerima pernyataan cintanya?" Tanya Diva kemudian karena seingatnya Raina meminta waktu satu minggu pada Niko sebelum memberi jawaban atas pernyataan cinta laki-laki itu. Raina tidak menjawab, dia hanya memberikan senyuman kecil yang Diva tidak mengerti apa artinya. Sialnya Diva, sebelum dia menanyakan lebih lanjut tentang Raina dan Niko, guru mereka sudah memasuki kelas mereka. *** "Tidak apa-apakan kalau aku ajak teman aku?" Tanya Diva kepada Nathan yang baru saja mendudukkan dirinya di lantai rooftop perpustakaan mereka. Saat ini Diva dan Nathan sedang ada di atap gedung perpustakaan sekolah mereka. Tempat yang menjadi tempat dia dan Nathan setiap hari bertemu setelah keduanya resmi pacaran. Tempat ini dikenalkankan oleh Nathan kepadanya, katanya ini adalah tempat dia melarikan diri jika dia ingin sendiri. "Yeah, it's oke." Nathan memberikan persetujuannya pada Diva. Diva kemudian tersenyum, senang karena akhirnya mendapat ijin dari Nathan karena sebenarnya dia sedikit takut kalau Nathan tidak setuju dengan janji yang telah dibuatnya dengan Raina. Diva takut, Nathan akan merasa tidak nyaman dengan keberadaan Raina dan Niko nantinya, makanya Diva sangat lega setelah mendapatkan persetujuan dari Nathan itu. “Ini." Kata Diva kemudian kepada Nathan, sambil memberikan sebuah kotak makanan kepada Nathan yang duduk disebelahnya. Nathan mengambilnya, lalu mengamatinya untuk sesaat. Kemudian dia berkata, "Bagaimana dengan kamu? Apa kamu sudah makan?" Tanya Nathan sambil membuka bekal yang Diva baru saja berikan kepadanya. Diva menggelengkan kepalanya karena dia memang belum makan apapun sejak berangkat sekolah tadi. Bukan karena dia ingin diet atau ingin makan bersama Nathan makanya dia tidak memakan apapun sejak pagi tadi, hanya saja dia memang tidak selera makan sejak kemarin. "Aku tidak selera untuk memakan apapun," katanya kemudian tersenyum tipis. "Bukan berarti kalau kamu tidak selera kamu tidak bisa makan." balas Nathan, kemudian menarik Diva untuk duduk disebelahnya dan memberikan sendok ditangannya pada Diva. "Aku sudah mendengarnya dari Divo kalau kamu hanya meminum s**u dari kemarin." Lanjut Nathan menatap Diva dengan tatapan datarnya. "Jadi makanlah, aku akan membeli makanan untukku ke kantin." Ucap Nathan lalu berdiri untuk mencari makanan untuknya. Namun langkah Nathan terhenti saat Diva menahannya, "Bisakah kita makan ini berdua. Aku pikir aku tidak akan bisa menghabiskannya." Kata Diva sambil menunjukkan nasi goremg yang memang sengaja dibuat banyak tadi pagi buat Nathan. "Eim, tapi aku tidak membawa 2 sendok." Lanjut Diva saat sadar kalau hanya ada 1 sendok dalam kotak bekalnya. Nathan menghela napasnya, lalu mendudukkan dirinya kembali di samping Diva. Kemudian dia mengambil sendok di tangan Diva dan menyuapkan nasi goreng ditangan Diva ke mulutnya. Setelah itu, dia memberikan sendok ditangannya kepada Diva. Diva tidak menyambutnya, dia hanya bengong menatap mata Nathan karena merasa tidak yakin apakah dia harus menggunakan sendok itu. Menurut Diva, hal itu terlalu intim untuk hubungan mereka yang jelas masih dalam kondisi kaku ini. Mungkin karena Diva tidak kunjung menerima sendok itu, Nathan akhirnya menggunakan sendok itu mengambil nasi dari kotaknya dan menyodorkannya pada Diva. "Makan," katanya sambil mendekatkan sendok ditangannya itu ke mulut Diva yang diterima Diva, meski masih dengan wajah bingungnya. Semua itu terus berlanjut sampai nasi goreng di kotak bekal Diva tadi habis. Buat orang yang melihatnya mungkin itu adalah pemandangan yang manis dan romantis, seakan-akan itu adalah kebiasaan mereka. Padahal, hubungan mereka saja masih kaku kalau menurut Diva. Saking kakunya, Diva bahkan tidak pernah melihat ekspresi Nathan, selain dari tatapan dan wajah datar milik Nathan. Bahkan seingat Diva, Nathan tidak pernah sekalipun menunjukkan emosinya setiap menghadapi Diva. Membuat Diva harus meraba-raba, bagaimana sebenarnya perasaan Nathan kepadanya. *** Sesampainya Diva, Nathan, Raina dan Niko di toko Diva segera berjalan ke area komik dan novel. Dia memang sedang mencari novel keluaran terbaru yang sedang diincarnya dari minggu lalu, itulah kenapa dia meminta Nathan menemaninya ke toko buku hari ini. "Aku kesana ya," katanya pada Nathan, Raina dan Niko sambil menunjuk rak buku tempat dia akan mencari novel yang diincarnya. "Apa kamu menyukai novel-novel romance seperti itu?" Tanya Nathan yang ternyata berdiri disebelahnya sedari tadi dengan tangan yang memegang salah satu novel yang memiliki genre yang sama dengan yang di tangan Diva. "Ehemm... aku menyukainya." Kata Diva kemudian tersenyum lebar. Nathan mengangguk-angguk kecil, lalu membiarkan Diva tenggelam kembali ke novel-novel kesukaannya tersebut. "Kalau begitu, aku kesana." Nathan memberitahukan Diva sebelum dia meninggalkan Diva di area Novel kesukaannya. Saat Diva merasa cukup dan sudah mendapatkan novel yang dicarinya, dia berniat mencari Nathan, Raina dan Niko. Dia berniat mengajak mereka untuk membayar buku belanjaan mereka, lalu makan dulu sebelum mereka pulang. Namun langkah Diva terhenti saat dilihatnya sesuatu yang belum pernah dilihatnya selama ini. Sesuatu yang diinginkannya, namun tidak pernah didapatkannya yaitu melihat emosi Nathan kepadanya. Ada perasaan sesak yang aneh di hati Diva saat dilihatnya bagaimana Nathan berinteraksi pada Raina. Nathan terlihat lepas karena dia bisa mendelik, mencibir, lalu tersenyum kecil saat mendengar celotehan Raina yang terlihat mengganggi Nathan. Senyum Nathan itu belum pernah dilihat oleh Diva sebelumnya. Semua pemandangan itu membuat Diva memikirkan dan menyimpulkan hal-hal yang tidak seharusnya tentang Raina dan Nathan. Membuat Diva merasa jahat dan buruk karenanya. Ya, Diva merasa jahat dan buruk karena dia merasa tidak seharusnya cemburu kepada Raina yang terlihat dengan mudahnya dekat dengan Nathan. Dan Diva juga merasa tidak seharusnya marah pada Nathan hanya karena Nathan lebih terlihat lepas ketika bersama Raina daripada dengannya. Untuk meredam rasa yang menurutnya sangat tidak pantas itu, Diva mengingatkan dirinya untuk mulai membiasakan dirinya dengan interaksi Raina dan Nathan. Menanamkan ingatan dalam dirinya kalau Raina adalah orang yang memang mudah bergaul, jadi wajar kalau Nathan mudah dekat dengan Raina. Satu yang tidak Diva sadari dari awal, semua kedekatan yang awalnya dia tawarkan antara Raina dan Nathan, perlahan-lahan menjadi boomerang sendiri buat dirinya juga buat hubungannya dengan Nathan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD