bc

IMPERFECTION

book_age18+
1.0K
FOLLOW
12.4K
READ
forbidden
second chance
scandal
drama
tragedy
sweet
coming of age
secrets
affair
wife
like
intro-logo
Blurb

Mantan pacar. Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar istilah itu?

Aku? Tragedi!

Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan bertemu dia lagi. Seseorang dari masa laluku. Seseorang yang pernah mengisi hatiku dan meninggalkan kenangan manis yang tidak sedikit. Dia adalah Mahesa, mantan pacarku.

Awalnya semua baik-baik saja, sampai hatiku mulai goyah. Aku yang sudah tidak sendiri lagi, tergoda untuk mengulang manisnya masa lalu bersamanya. Entah karena dia yang begitu lihai merayuku atau memang aku yang masih menginginkannya.

Hingga suatu saat aku menyadari bahwa akan selalu ada yang terluka dari sebuah pengkhianatan, yaitu Gilang, suamiku. Namun, permainan takdir tidak berhenti sampai di situ. Takdir kembali menyeretku ke dalam lembah luka yang jauh lebih dalam dengan mengungkap sebuah kenyataan yang meluluhlantakkan jiwaku.

Aku Zizi. Ini adalah ceritaku dengan semua ketidaksempurnaanku.

Cover by irumi_graphic

chap-preview
Free preview
Bertemu Kembali
Rasanya keliru kalau aku bilang kami baru saja menyakitinya. Sejak awal kedekatanku dengan Mahesa, aku sudah menanam benih luka di hati suamiku. Kalian bisa menganggapku murahan atau apa pun yang kalian mau. Karena kenyataannya memang aku semurah itu. Aku sudah memiliki suami yang sempurna seperti Gilang, tapi aku masih bermain api dengan mantan pacarku, Mahesa. Semua ini berawal dari beberapa bulan lalu saat aku dimutasi dari cabang tempatku bekerja, Prisma Group. Aku mendapat rekomendasi kenaikan jabatan di cabang lain untuk menggantikan Kepala Pembukuan yang baru saja diangkat menjadi staf pusat. Sempat terjadi perdebatan kecil antara aku dan Gilang karena jarak kantor baruku dengan rumah kami cukup jauh. "Gimana kalau kamu resign aja?" tanya Gilang sambil mencium keningku setelah kami selesai bercinta. Kurapatkan pelukanku di pinggangnya sambil menengadah. "Aku bosan di rumah. Aku butuh kesibukan, Sayang," kataku. Suamiku itu hanya pulang seminggu dua kali. Dia bekerja di PO Dwilingga, perusahaan yang bergerak di bidang transportasi. Kantor yang berada di luar kota membuatnya tidak bisa pulang setiap hari. Makanya aku butuh kesibukan supaya tidak kesepian di rumah. "Tapi kantor kamu yang sekarang itu jauh. Aku khawatir kalau kamu naik motor sendirian," katanya. Aku menarik tubuh sambil mengapit selimut di ketiak dengan posisi setengah duduk. "Aku sudah nyaman bekerja di sana. Lagipula pekerjaanya nggak berat. Ini aku dimutasi karena kenaikan jabatan, lho. Berarti, kan, kerjaku bagus," rayuku. Dia menghela napas lalu menarikku kembali dalam pelukannya. Dia menciumi wajahku dengan gemas. Aku suka saat dia menciumiku seperti itu. Terakhir, dia menangkup wajahku dengan telapak tangannya yang besar. "Baiklah. Tapi kamu nggak boleh naik kendaraan sendiri. Naik taksi online saja, ya," putusnya. Aku tersenyum lebar mendengarnya. "Siap, Bos! Makasih, Sayang," kataku sambil memeluknya. Sungguh, andai aku tahu kalau akhirnya akan seperti ini, aku tidak akan pernah merengek pada Gilang untuk mengizinkanku bekerja. Ini adalah awal tragedi yang terjadi dalam hidupku. Aku berangkat ke kantor baru diantar oleh Gilang, sekalian dia berangkat kerja. Dia bilang, dia ingin tahu di mana kantorku. Supaya kalau dia mau menjemputku, dia tidak perlu bingung mencarinya lagi. "Kamu nggak apa-apa nanti telat?" tanyaku saat di dalam mobil. "Aku sudah izin, kok. Mira yang handle kerjaanku," jawabnya. "Takutnya nanti kamu kena masalah gara-gara nganterin aku dulu," kataku. Dia tersenyum lalu membelai rambutku. Tidak lama setelah itu, kami sampai di lokasi yang dibagikan oleh mbak Mei, Kepala Pembukuan di cabangku yang lama. "Di depan itu deh kayaknya," kataku sambil sedikit menunduk, melihat pada deretan ruko yang ada di kiri jalan. "Nah, iya bener," kataku lagi saat melihat papan nama di depan salah satu ruko bertuliskan "PRISMA 157". Gilang memarkirkan mobil di depan ruko itu, bersebelahan dengan motor matic berwarna putih. "Kamu mau ikut masuk?" tanyaku. Dia menggeleng. "Nggak usah, deh. Yang penting aku udah tahu tempatnya." Aku mengangguk. "Ya udah, aku turun sekarang, ya," kataku. Kuambil tangan kanan Gilang lalu kucium punggung tangannya. Dia mencium keningku lalu membelai wajahku beberapa kali. Kebiasaannya yang juga kusukai. "Kamu hati-hati. Kalau sudah sampai, jangan lupa kabari aku," kataku sebelum membuka pintu mobil dan turun. Aku masih berdiri di depan ruko sampai mobil Gilang hilang dari pandanganku. Setelah itu, aku berbalik. Menatap ruko tiga lantai itu sebentar lalu melangkah masuk. "Pagi, Pak," sapaku pada satpam yang berjaga di pintu masuk. "Pagi," balas satpam itu sambil tersenyum ramah. Dia menatapku dengan kening berkerut. Mungkin dia bertanya-tanya siapa diriku. "Saya Zizi, Pak. Kepala Pembukuan baru yang mau gantiin mbak Lisa," terangku. Setelah aku memperkenalkan diri, satpam itu tersenyum lebar sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Mbak masuk aja, tadi mbak Lisa juga sudah datang. Ruangannya ada di lantai tiga, ya, Mbak." Aku mengangguk mengerti lantas meninggalkan satpam itu. Kutapaki satu persatu anak tangga menuju lantai tiga. Mbak Lisa sudah datang, jadi aku bisa mulai overcup atau serah terima jabatan lebih cepat. Di ujung tangga lantai tiga, aku menoleh ke kanan. Di sana ada pintu geser yang terbuat dari kaca buram dengan tulisan "Ruang Manager" di atasnya. Rasanya gugup juga menghadapi Manager baru. Dia galak tidak ya? Kalau nanti aku belum paham pekerjaanku, apa dia bakal marah? Aku menggeleng kepala, mengusir segala pikiran buruk yang memenuhi kepala. Kulangkahkan kaki mendekat pada pintu lalu kuketuk dua kali. "Masuk," sahut seorang perempuan dari dalam ruangan yang aku yakin itu adalah mbak Lisa. Aku menggeser pintu kaca di depanku. Pemandangan yang kulihat pertama kali adalah ruangan berdinding kaca dengan interior didominasi warna putih dan abu-abu. Berbeda sekali dengan ruang manager di cabangku yang lama, yang lebih terkesan girly. Mungkin karena mbak Mei yang memilih furniture dan hiasan di ruangan itu. Seorang perempuan bertubuh ramping dan mungil yang duduk di balik meja tersenyum padaku. Di ruangan ini juga ada dua meja kerja. Satu untuk Manager Cabang dan satu lagi untuk Kepala Pembukuan. "Pagi, Mbak," sapaku. "Kamu Zizi, ya?" tanyanya sambil berdiri menyambutku. "Iya, Mbak. Pasti Mbak Lisa," tebakku. "Iya," jawabnya sambil menyalamiku. "Ayo duduk dulu. Manager-nya belum datang," katanya. Aku duduk di depan meja kerja mbak Lisa. Mbak Lisa sendiri mengeluarkan beberapa buku yang akan dia serahkan padaku dalam proses overcup nanti. "Enak, ya, Mbak Lisa diangkat jadi staf pusat," kataku mencoba bersikap ramah. Mbak Lisa menoleh padaku sambil tersenyum. Lalu dia kembali mengeluarkan buku dari dalam rak sambil menjawab, "Tanggunganku itu banyak. Makanya dikasih rezeki lebih biar bisa bayar tanggungan." "Mbak Lisa bisa aja, deh," balasku. Dia tertawa kecil, membawa beberapa buku yang ditumpuk ke hadapanku. "Kamu udah di-training kan sama Kepala Pembukuanmu di sana? Pekerjaannya sama kok. Kalaupun ada yang beda juga nggak banyak." Aku mengangguk. "Udah sih, Mbak. Cuman nanti kalau ada yang aku belum paham, boleh, ya, aku tanya sama Mbak Lisa," kataku. "Anytime," balasnya. Mbak Lisa mengambil sebuah kunci dari dalam laci. Dia menunjukkan padaku kunci apa saja yang ada di sana. Termasuk kunci brankas dan kunci ruangan ini. "Untuk form laporan, pengajuan, dan segala macamnya ada di sini semua, tinggal ngisi aja." Mbak Lisa menunjuk komputer yang ada di atas meja. "Oya, aku ngetik berita acara overcup dulu, ya. Kamu lihat-lihat bukunya aja dulu sambil nunggu Manager-nya datang. Kalau ada yang belum paham nanti bisa kamu tanyakan." "Iya, Mbak." Aku menurut. Kugeser beberapa buku yang ditumpuk itu mendekat. Di antaranya ada buku Agenda, buku Kas Harian, buku Pembantu Kas, buku Biaya Perusahaan dan Tabelaris. Buku-buku itu adalah yang paling penting, karena hitungannya saling berkaitan. Tulisan mbak Lisa ini rapi sekali. Aku jadi malu sendiri. Nanti kalau dilanjut dengan tulisanku, pasti kelihatan jelek banget. Pekerjaannya juga rapi. Hampir tidak ada bekas hapusan atau coretan di buku-bukunya. Pantas saja dia diangkat menjadi staf pusat. Saat aku sedang sibuk mempelajari buku-buku itu, kudengar suara pintu diketuk. "Pizza!" seru orang dari luar. "Mbak pesen pizza pagi-pagi gini?" tanyaku heran. Ini masih pagi, kok sudah ada tukang pizza yang datang? Mbak Lisa berhenti mengetik berita acara lalu tersenyum. Dia menoleh padaku lalu berkata, "Tukang pizza ganteng yang tiap pagi datang ke sini." Aku mengernyit bingung. Apa jangan-jangan tukang pizza itu pacar mbak Lisa? Mbak Lisa berpaling ke arah pintu lalu berteriak, "Masuk!" Setelah itu dia terkekeh. "Jangan heran. Itu Manager kita. Orangnya memang suka iseng. Tiap dateng pasti teriak kayak gitu," katanya. Aku berpaling ke belakang waktu seseorang menggeser pintu masuk ruangan ini. Karena mbak Lisa bilang itu adalah Manager Cabang di sini, makanya aku berdiri. Kupasang senyum semanis mungkin supaya tidak dikira jutek oleh Manager itu. Kesan pertama harus baik, bukan? "Smoked beef pizza with extra cheese," ucap laki-laki yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Senyum yang tadi kupasang dengan sempurna di wajahku seketika lenyap saat melihat wajah laki-laki itu. Laki-laki yang tadinya tersenyum itu juga mendadak memasang wajah kaku saat melihatku. Laki-laki yang katanya Manager Cabang di sini itu adalah Mahesa, mantan pacarku.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
115.2K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.1K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
113.5K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.2K
bc

Everything

read
278.3K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook