Hari Pernikahan

1046 Words
"Saya terima nikah dan kawinnya Dya Ayu Pramono dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas murni 15 gram dibayar tunai..." "SAHHH.." Setelah mendengar suara menggema dari luar Ayu bernafas lega atas kemampuan Bima mengucapkan ijab dalam sekali ucapan, sedikit kegelisahan menjelang akad membuatnya gelisah sejak bangun tidur tadi. Beruntungnya Bima memiliki nenek yang menemani Ayu setelah ia menyelesaikan mandinya, sekarang Ayu memiliki satu orang favorit dari keluarga Bima. "Ayo, Kak!" Ayu mengangguk, berdiri dan mengikuti adik serta adik ipar perempuannya. Mereka berdua lah yang mengiringi Ayu menuju pelaminan menghampiri Bima. Melangkah keluar dengan semua pandangan tertuju padanya membuat Ayu kikuk dan menunduk malu, sungguh ia ingin segera menyelesaikan hal ini. "Kak, jangan nunduk," bisik sang adik ipar. Arumi, adik Bima yang masih menduduki bangku sekolah menengah atas. Mungkin dia melihat gelagat dari ibu menyuruhnya agar memberitahu Ayu karena sejak tadi menundukkan kepala. Mau tak mau Ayu menganggap wajahnya, menatap ke arah depan pada Bima yang juga telah menunggunya. Bima tersenyum dan entah mengapa Ayu kehilangan semua kegelisahannya, langkahnya semakin pasti menuju panggung pelaminan disertai senyuman yang mengembang manis terlukis pada bibir. Ayu sungguh mempesona, siapa yang bisa mengelak hal itu? Tepat saat ia sampai dan duduk di samping Bima, penghulu menyuruhnya menandatangani beberapa berkas dari KUA. Lalu saling menyematkan cincin. "Ayu kayak nama lo." ××× Suara riuh percakapan tiap orang memenuhi ruangan ditambah dengan musik khas pernikahan yang membuat Ayu pening, konde khas jawa saja sudah membuat kepalanya berat apa lagi suara-suara yang terus bersahutan membuat telinganya berdengung. Seolah tak melihat Ayu yang tengah kesulitan Bima malah sibuk bermain ponsel disampingnya, jujur saja Ayu ingin memukul kepala lelaki itu. Hari ini acara resepsi mereka, setelah kemarin melakukan akad nikah dikediaman Ayu. Mereka memutuskan menyewa gedung tak jauh dari rumah Ayu, sedikit meringankan beban Ibu agar tak usah repot-repot membersihkan rumah paska acara resepsi nanti. Kalaupun mereka tak menyewa gedung Ayu tak akan bisa membantu, karena selesai resepsi ini juga ia akan diboyong ke rumah baru Bima. Tak ada rencana honeymoon, bahkan Ayu yakin Bima akan masuk kerja besok. Tak ada yang spesial bagi Ayu, tapi mungkin melihat adanya Mitha sedikit membuat Bima terhibur. Melihat Mitra yang sengaja berlenggak-lenggok mengelilingi gedung seolah sedang mencuri perhatian Bima saja membuat Ayu muak. Rasanya ia ingin berteriak tak sudi menikah dengan Bima jika tak ada perjodohan ini. Jika datang ke acara pernikahan seseorang kebanyakan orang akan menghindari warna putih untuk ia kenakan, sedikit banyak menghargai sang pengantin dengan tak mencuri spotlight. Tapi hal itu tak berlaku pada Mitha, kekasih Bima itu bahkan memakai gaun putih dengan potongan d**a rendah sengaja ingin mencuri spotlight, Ayu tak habis pikir pada wanita itu. Bukankah ia ingin bersama Bima dikemudian hari setelah perceraian mereka? Mengapa ia dengan terang-terangan menantang keluarga Bima? Itu sama saja ia memberi kesan buruk pada keluarga calon pengantin yang ingin dia nikahi. Tadi saat giliran bersalaman pun wajahnya tampak sinis dan angkuh, membisikan sesuatu pada Bima lantas segera turun tanpa bersalaman dengan Ayu ataupun kedua orang tua Ayu. Sungguh sangat tidak sopan. Bima yang melihat itu hanya tersenyum canggung seolah mengerti semua tatapan orang pada dirinya dan Mitha. "Yu!" Ayu melirik ke arah Bima yang memanggilnya, masing memasang wajah jutek tanda ketidak sukaan Ayu pada Bima. "Gue tadi udah nyuruh adek lo buat bawa barang-barang lo rumah gue, jadi lo abis ini langsung ikut pulang gue ya." Kan, Ayu sudah tau kok. Lagipula untuk apa menyuruh Awan? Bukannya Bima memiliki anak buah yang cukup banyak? Ayu mengangguk, tak peduli juga sebenarnya. Dia hanya ingin segera pulang dan tidur, sungguhan badannya sudah remuk mengikuti rangkaian acara sejak kemarin. Beruntung ia mendapat izin cuti selama satu bulan, tak perlu ada honeymoon Ayu bisa berjalan-jalan sendiri kok. Anggia -adik bungsu Ayu- berjalan mendekat ke arah Ayu, gadis kecil itu membawa satu mangkuk es manado yang memang disediakan sebagai jamuan untuk para tamu. "Mbak ini Gia bawain es," ucap Anggia menyodorkan mangkuk yang berada dalam genggamannya ke arah Ayu. Ayu tersenyum, sedikit banyak terharu mendapati perhatian dari Anggia, tau saja adiknya jika dirinya butuh sesuatu untuk mengalihkan rasa penatnya. Tangan Ayu menerima mangkuk tersebut, lantas menyendok satu suapan untuk ia masukkan ke dalam mulut. Es manado memang tak pernah salah, selalu enak. "Enak kan, Mbak?" tanya Anggia. "Enak, Anggia udah makan?" "Udah tadi Anggia minta diambilin nasi goreng sama Mas Awan." "Yaudah Anggia ikut mas Awan lagi sana, nanti kalo acaranya udah selesai mbak samperin Anggia." Ayu berucap sambil mengelus-elus kepala Anggia yang dihiasi pita berwarna coklat. Anggia mengangguk, lantas berlari turun dari tempat pengantin dan kembali ikut dengan Awan juga Gian -adik dari Bima- mereka memang berteman baik, teman satu kelas pula. "Minta Yu." Ayu menengok ke arah Bima, mengernyit heran menatap lelaki itu. "Ambil sendirilah," jawab Ayu menolak permintaan Bima. "Mager gue, udah itu aja nanti kalo abis minta ambilin lagi." "Enak aja, noh minta ambilin adek lu." Ayu menunjuk ke arah Gian yang sedang duduk mengobrol dengan Awan. "Mana mau dia, udah gue minta dikit aja kok. Eneg gue dari tadi minum air putih." Ayu memutar matanya kesal, mau tak mau menyodorkan mangkuk berisi es manado itu ke arah Bima menyuruh lelaki itu menyendok sendiri. Memang susah ya turun dan ambil makanan sendiri? Lagipula inikan Bima juga yang bayar. Ayu mengedarkan pandangan mengelilingi gedung yang sedikit banyak sudah mulai sepi, acara segera berakhir satu jam lagi. Lama Ayu melihat-lihat dia sampai tak menyadari es manado yang dibawakan Anggia sudah tandas habis ditangan Bima. "Bima!" seru ayu tertahan, membuat Bima terlonjak kaget. "Wah anjir lu ya, udah minta ngelunjak lagi!" gerutu Ayu setelah melihat mangkuknya kosong. Bima hanya tertawa jenaka, merasa bersalah tentu saja. Dan karena itu dirinya harus turun untuk mengambilkan lagi es manado untuk Ayu, itupun setelah mendapat gerutuan tak berkesudahan dari sang istri. "Nih nasi sekalian, lo kan belom makan dari pagi." Bima menyodori Ayu dengan satu piring nasi putih lengkap dengan lauknya, setelah Ayu menaruh mangkuk bekas es manado tadi yang sudah kosong. "Makasih," bisik Ayu menerima makanan tersebut. Bima mengangguk lalu kembali duduk di sampingku Ayu. Kembali Ayu melirik ke arah tamu mencari keberadaan Mitha yang memang sudah tak ia dapati sejak tadi, ingin saja melihat reaksi wanita itu melihat Bima sedikit memberikan perhatian padanya. Namun wanita itu sudah pulang, mungkin itu juga yang membuat Bima berani berinteraksi lebih dengan Ayu. ×××
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD