Hari yang tenang di kediaman Mo seolah tidak ditakdirkan untuk bertahan lama. Ini tentu berkaitan dengan sang nona yang sekali lagi melakukan hal diluar akal sehat. Fu berdiri membeku sambil mengawasi nonanya yang sedang mengaduk-aduk isi lemari pakaian. Setelah mendapatkan yang ia inginkan nonanya segera berganti pakaian di balik layar berlukiskan pohon bambu. Fu semakin bingung saat Qi qi muncul dengan pakaian pria.
"Nona, apa yang anda lakukan dengan penampilan nona yang seperti ini?" Fu bertanya dengan khawatir, entah apa yang terjadi dengan nonanya akhir-akhir ini. Fu hampir setiap hari mendapatkan serangan jantung ketika nonanya mulai melakukan sesuatu.
"Dengar di Fu er, aku sedang dalam sorotan orang banyak karena perbatalan pertunangan itu. Jadi agar tidak menarik perhatian orang__ aku akan jalan-jalan dengan wujud pria, " Mo qi qi berkata dengan semangat.
"Nona tidak boleh melakukan itu, itu sangat berbahaya nona. Bagaimana jika orang-orang tau anda keluar dengan menyamar... Reputasi nona akan lebih jelek lagi dan..."
Qi qi tau Fu akan mempermasalahkan rencananya. Tetapi dia sudah memiliki rencana cadangan untuk meluluhkan hati Fu.
"Hik, apakah aku harus menghukum diriku karena pangeran Feiye memutuskan pertunangan ku. Apa kau ingin aku mengurung diri di kamar sambil meratap setiap hari... hik, jika demikian lebih baik aku mati tersedak balok tahu..." Mo qi qi pura-pura menangis dan meratap. Perempuan di jaman ini benar-benar perasa, dia tau jika Fu akan luluh dengan air mata buayanya.
Sesuai dengan perkiraannya, Fu akan mengijinkan dia pergi. Meskipun Fu tau tidak mungkin mati hanya karena tahu, tapi dia tetap khawatir saat Qi qi menyebut kalimat bunuh diri.
Dengan riang Qi qi melanjutkan acara berdandannya. Dia menata rambut hitamnya yang seperti tinta. Lalu menyanggulnya berbentuk roti bakpao diikat dengan pita biru. Setelah selesai dia mengambil kipas dan langsung pergi menyelinap dari pintu samping.
Pemandangan kota kerajaan yang penuh dengan pedagang menyambutnya pertama kali. Hampir saja dia berteriak histeris melihat era kuno dengan mata kepalanya karena sendiri. Dengan langkah lebar ia berjalan sambil mengipasi dirinya. Orang-orang yang melihatnya hanya berpikir jika dia adalah pemuda kurus yang tampan.
'Apa yang pertama kali aku kunjungi ya?" Qi qi melihat sekeliling. Dengan gaya anggun dan bergaya sok gagah dia mengipasi dirinya.
Lama berjalan Qi qi sampai dipinggiran kota danau kecil yang indah. Ada banyak pemuda tampan, terpelajar dan berwibawa naik perahu menuju ke tengah danau. Qi qi membaca tulisan bangunan yang berada di tengah danau. Berhubung jarak bangunan dan tepi danau tidak terlalu jauh, Qi qi bisa membacanya dari tepi danau tempatnya berada.
"Restoran sastra ya?"
'Pasti membosankan, padahal aku bisa berburu pria tampan disana. Sayangnya aku tidak ingin kepalaku meledak karena memikirkan sastra puisi dan kaligrafi,' batin Mo qi qi.
Mo qi qi mendengus bosan dan berbalik untuk mencari jajanan era ini. Tapi saat ia berbalik secara tidak sengaja ia membentur d**a seorang pria tetap dan tinggi.
"Oh.. aduh." d**a bidang ini...
'Betapa kekar, ' lanjutnya dalam hati. Tangan Qi qi secara tidak sadar masih menempel di d**a orang yang ia tabrak. Tak lupa sedikit mengusap dua kacang kecil milik pria ini.
"Ehem..." Suara dehaman akhirnya menyadarkan dirinya jika berbuat tidak pantas. Dengan segera Qi qi menarik tangannya dan melihat sosok pria didepannya.
Mo qi qi membeku saat melihat jika pria yang sedikit ia grepe itu adanya putra mahkota negeri Song. Long jinchen.
'Gawat...!' Qi qi ingin segera lari. Dia membungkuk minta maaf. Tanpa mengeluarkan suara Qi qi mengambil langkah untuk kabur.
"Tunggu, "
Deg .
Jinchen mendekati Qi qi dan mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. " Wajahmu seperti pernah aku lihat."
Jinchen berpose seperti mengingat sesuatu. Sebenarnya dia sudah tau jika gadis yang menabraknya adalah Mo qi qi. Meskipun dia berdandan seperti seorang pria. Tetapi jarang sekali warga yang memiliki mata berbentuk almond.
"Mo-."
Jinchen terkejut karena gadis ini berani membungkam mulut mulutnya. "Lepaskan," Jinchen menarik tangan Mo qi qi dari bibirnya.
"Jika anda mengucapkan nama ku, maka aku akan membungkam anda dengan bibir saya. Dan keesokkan harinya akan tersebar jika pangeran mahkota memiliki romansa lengan patah (homo).
"Kau berani!?"
"Reputasi saya sudah hancur, untuk hancur sekali lah itu tidak masalah."
Jinchen tidak habis pikir jika gadis yang ditolak adiknya ternyata begitu licik dan cerdas.
'Baiklah, aku akan melihat sampai dimana tingkah rubah kecil ini.' pikir Jinchen.
"Hm, tapi sebagai hukuman karena menyentuh bagian sensitif benwang, kau harus ikut aku ke tengah danau itu. Para putri dan putra bangsawan banyak yang hadir di sana. Kau harus turut serta dalam ajang sastra disana."
Qi qi mendesah, niatnya ingin bersenang-senang malah terjebak dengan pangeran mahkota oportunis ini.
"Aku menolak."
"Baiklah, hukuman dipukul tiga puluh kali karena melecehkan pangeran mahkota akan kau terima."
"Oh..maksudku, aku menolak untuk tidak mematuhi anda, pangeran Jinchen." Qi qi mengatakan sambil mengertakan giginya.
Jinchen mendengus dan naik ke perahu, sebagai bentuk kesopanan__ Jinchen mengulurkan tangan untuk membantu Mo qi qi naik perahu. Ketika tangannya menyentuh tangan Qi qi tubuhnya sedikit kaku seolah seperti tersetrum. Tangan milik Qi qi kecil, lembut dan wangi. Terasa nyaman saat dipegang. Jinchen berpikir tidak ingin melepaskan tangan itu. Ada perasaan kecewa saat tangan itu ditarik kembali oleh pemiliknya.
Mereka tiba di tengah danau. Suara tawa dan cekikikan para putra dan putri bangsawan terdengar begitu meriah.
"Sangat kebetulan sekali pangeran Jinchen datang, baiklah kita bisa memintanya membuat puisi." Qingyun bicara dengan keras saat melihat Jinchen menuju mereka. Dia juga memperhatikan pemuda yang cantik dan berkulit putih seperti giok salju itu.
"Sebagai permulaan aku ingin saudara Feibo membuat puisi mengantikan ku," Jingchen berkata acuh tak acuh.
'Feibo? Seenaknya saja pangeran gila ini memberiku nama.' Mo qi qi benar-benar sebal dengan Jinchen.
"Baiklah tuan Feibo... Silakan dimulai." Tiba-tiba gadis bernama yang merupakan adik Weiyan memandang genit ke arahnya. Qi qi sempat bergidik membayangkan jika Muxiang merayunya.
Ada begitu banyak sungai
Melewati tanpa saling memotong jalan
Biarkan dewa menuju tempat minum
Naga terbang tidak akan menghadang.
Mereka semua terpaku dengan puisi ini. Puisi ini seperti berbicara tentang persoalan politik kerajaan. Naga dan dewa, menggambarkan para pejabat yang saling beragumen di pengadilan untuk saling menjatuhkan.
"Hahaha saudara Feibo terlalu serius dalam membuat puisi," Celetuk Bei .
"Tentu saja, mulutku ada didalam kendaliku, seberapa hebat untuk membuka peluang. Tentu hanya aku juga yang menerima buahnya." Qi qi berbicara tanpa menoleh. Ini sebenarnya telah menarik beberapa perhatian para gadis. Mata mereka berbinar kagum melihat Qi qi.
"Hahaha baiklah, pangeran Feiye apa kau tidak ingin melukis untuk mengenangkan diri?"
"Hn."
Long feiye mengeluarkan gulungan kertas. Dengan sedikit qingong, dia melempar gulungan kertas keatas dan terbang sambil melukis. Sesaat kemudian gulungan ia raih dan dilemparkan pada Qingyun.
Qingyun membuka gulungan itu, dalam gulungan kertas dari Feiye terdapat lukisan danau yang tempat mereka berkumpul.
"Anda memang luar biasa pangeran Feiye."
Qi qi mendengus, dia tidak berniat bergabung dengan obrolan para bangsawan di sekitarnya karena melukis sesuatu. Diantara suara yang terdengar, pangeran Jinchen hanya berbicara satu kata. Namun saat ini tidak ada yang tahu jika Qi qi telah menjadi primadona para gadis disini. Bei weiyan, Shen banxiang, Shen hanyun, Chen Shi shi mencuri pandang ke arah Qi qi yang sibuk dengan kanvas dan tintanya.
"Oh dewa!" Suara dari belakang Qi qi terdengar. Itu menarik perhatian yang lain.
Shi shi yang diam-diam ingin dekat dengan Qi qi, memekik karena melihat lukisan yang belum pergi pernah ia lihat.
"Lukisan anda begitu hidup, tuan muda Feibo." Jinchen mengambil kanvas dari Qi qi. Dia terdiam melihat lukisan tiga dimensi yang belum pernah ia lihat seberapa. Mereka yang hadir pun member pujian buat Qi qi. Dan sebagai penutup festival ini, para putri memberi cinderamata bagi pemuda yang ia anggap berbakat dan tampan. Diluar dugaan ternyata para putri banyak yang menganggap jika Qi qi lebih berbakat dan tampan dari pada pria yang hadir.
Qi qi yang baru ikut festival ini tidak tau jika cenderamata itu adalah tanda mata kekagumannya para gadis ke seorang pria.
Jinchen sakit kepala saat tau jika seorang gadis lebih menawan dari pada dirinya. Dia tidak bisa membayangkan jatuhnya harga diri pejabat pengadilan istana yang hadir saat ini jika tau mereka kalah dari seorang gadis di mata para putri yang hadir di sini. Apalagi mereka yang hadir di sini adalah idaman para gadis di negeri Song.
Tbc