Summer: Chapter 15

1779 Words
            Phoebe mengamati Summer yang sedaritadi memegangi bibirnya, dengan tatapan heran. “Kenapa bibirmu? Perih karena kering? Bukannya aku sudah mengingatkan supaya memakai lipbalm?” Phoebe melemparkan lipbalm ke arah kasur, tapi lemparannya meleset sedikit jauh melewati kasur.           Summer meraih tabung kecil berwarna ungu yang terjatuh di dekat kolong kasur itu. “Kau mau kemana?” tanya Summer. Phoebe tengah memoles lipstik merah ke bibirnya. “Club?”             “Mau ikut?” tanya Phoebe. “Ada Damian dan sepupunya itu—ah, ngomong-omong soal sepupunya, sepertinya kau malah akrab sekali dengannya seharian ini. Bukannya kau sendiri yang bilang kalau kau ingin menjauhinya? Lalu kenapa sekarang—“             “Tadinya begitu. Tapi, setelah kupikir-pikir, menjauhinya hanya akan membuatku semakin mengingatnya. Apalagi kami berada di lingkungan yang sama. Sepertinya itu hanya akan menyiksaku, jadi—aku memilih untuk berdamai dengan keadaan. Bersikap seperti biasanya, layaknya teman, mungkin itu akan lebih membantu.”             “Jadi, menurutmu itu lebih ampuh?” Pertanyaan Phoebe, mengembalikan bayangan Summer kepada ciuman antara dirinya dan Axel di pantai beberapa jam yang lalu.             “Ehm...sepertinya begitu.” Summer berharap jawabannya terdengar pasti, namun Phoebe terlalu mengenal adiknya.             “Kau ingin kudandani?” Phoebe menyentuh helaian rambut panjang Summer. ia memiilh untuk tidak menanyakan apapun yang menjadi dugaan Summer terus menerus memegangi bibirnya. Di dalam hatinya ia berharap, apapun itu, semoga bukan sesuatu yang ia pikirkan, dan akan menjadi penghalang kuat adiknya melupakan pria itu.             “Kau bisa memilihkanku baju, tapi aku sedang tindak ingin berdandan.”             “Ke club dan tidak berdandan?” Phoebe melengos, berjalan ke arah lemari dan mengambil salah satu gaun pantai yang tidak terlalu berbahaya untuk Summer. “Paling tidak biarkan aku memoles bibirmu. Kau terlihat sedikit pucat.” ***             Axel langsung mengabaikan seorang wanita yang baru saja dikenalnya lima menit yang lalu, saat melihat Summer memasuki club bersama Phoebe. Di samping Phoebe, Damian, terlihat seperti pagar penghalau para lelaki yang hendak mendekati mereka berdua, terutama Phoebe. Dan untuk pertama kalinya, ia melihat sepupunya seperti seorang pahlawan alih-alih sebagai pagar. Summer dengan gaun pantai yang sebenarnya sangat sederhana itu malah membuat gadis itu semakin menunjang di antara perempuan lain yang berada di sini. Axel bahkan tidak peduli, ketika wanita yang baru saja dikenalnya dan merasa diabaikan olehnya itu pergi setelah melontarkan makian untuknya.             “Hai...” sapa Axel kepada Summer. Tak lama setelahnya, Axel mendengar suara tawa Phoebe yang seperti mengejek. Ia memilih untuk tidak menghiraukan, dan tetap terpaku pada Summer. “Mau minum sesuatu?”             Summer menoleh ke arah Phoebe. Mereka berdua terlihat saling berpandangan selama beberapa saat sebelum kemudian Phoebe menyebutkan satu merek bir pada Axel dan mewanti-wantinya untuk tidak memberikan itu lebih dari tiga botol, sebelum kemudian pergi bersama Damian ke meja lain.             Summer memandangi Phoebe yang tampak bersenang-senang dengan Damian dan beberapa orang yang mungkin teman-teman mereka juga, di meja itu, sebelum kemudian fokusnya buyar karena Axel menempelkan botol bir yang dingin ke pipinya.             “Sepertinya itu teman satu kantor mereka. Tadi, Damian bercerita kalau beberapa teman-temannya juga ada yang merencanakan berlibur kemari dan mereka berjanji untuk bertemu. Mungkin mereka yang ia maksud.”             Summer mengangguk beberapa kali, sambil menenggak birnya. “Lalu wanita yang tadi?”             “Wanita yang tadi?”             “Iya, yang berbicara denganmu saat aku baru saja datang. Sepertinya dia sedikit marah padamu, kau tidak berniat untuk menyusulnya?” Summer menunjuk satu arah, mengarahkan pandangan Axel menuju seorang wanita yang menatapnya dengan tatapan sebal sekaligus berharap.             “Dia terlalu membosankan. Aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan.” Axel menenggak botol birnya sendiri. “Kau mudah mabuk, ya? Barusan kakakmu menyuruhku untuk tidak memberikanmu lebih dari tiga botol.”             Summer menggeleng keras. “Dia hanya terlalu berlebihan. Aku tidak akan mabuk hanya karena bir....” Summer menghabiskan birnya. “...ataupun alkohol lainnya. Mau bertaruh?”             Kedua mata Axel berkilat senang. “Jangan di sini...” Pria itu lalu memanggil salah satu pelayan dan memberikan beberapa lembar dollar. “Ikut aku.”             Summer mengikuti Axel yang membawanya melewati kerumunan lantai dansa, menuju deretan kursi malas di luar club yang berdekatan dengan pantai. Di sana tidak begitu ramai, tapi tempat itu masih bagian dari club. Mereka berdua duduk di atas kursi malas yang memiliki payung setengah lingkaran pada kepala kursi. Tak lama, pelayan yang sebelumnya diberi uang oleh Axel, datang membawa satu boks berisi balok-balok es dan lima botol vodka. Selain itu ada satu botol sari jeruk berukuran besar, juga dua gelas bertangkai.             Setelah pelayan itu pergi, Axel mengambil salah satu gelas dan mengisinya dengan balok-balok es menggunakan penjepit. Ia menuangkan sedikit sari jeruk dan menyampurnya dengan vodka. Selesai meracik, ia menyodorkan itu pada Summer. “Sebagai permulaan, sebelum malam semakin larut dan kita tahu siapa pemenangnya.”             Summer merasa tertantang. Ia tahu Kakaknya akan berubah menjadi lebih menakutkan dari Medusa kalau tahu apa yang akan ia lakukan sekarang. Tapi, tidak ada yang tidak suka tantangan, kan? Atau hanya ia yang merasa begitu?             “Baiklah. Apa hadiah dan hukumannya?”             “Hm...memberikan apapun yang diinginkan si pemenang?”             Summer mengulurkan tangannya. “DEAL.” Segera setelah disambut oleh Axel, ia menulai menikmati minuman racikan Axel yang diberikan padanya.             “Tidak usah terburu-buru...” Axel membuka salah satu botol vodka dan meminumnya langsung dari situ. “Aku akan menikmati kemenanganku secara perlahan.”             “Begitukah?” Summer mengambil salah satu botol vodka, dan membukanya. “Aku tidak suka kalah, by the way...”             “Sebaiknya kau menyerah sebelum terlambat...” Axel sudah menghabiskan hampir setengah botolnya. “Aku masih berbaik hati.”             Summer tertawa sinis. “Kau takut, ya? Daritadi kau sibuk menyuruhku untuk menyerah. Bilang saja padaku kalau kau tidak kuat minum alkohol terlalu banyak.”             Axel hanya mengeluarkan kekehan pelan, lalu mengarahkan pandangannya ke atas langit. Seharian ini langit selalu cerah, sehingga di malam hari banyak sekali bintang yang bertaburan dan cahaya bulan tampak bersinar terang. “Aku pernah berpikir menjadi seorang astronot saat masih berusia lima tahun, sampai kemudian aku menemukan fakta bahwa aku agak takut dengan ketinggian.”             “Jadi itu alasannya kau mencengkram pegangan kursi saat kita lepas landas.”             “Yah, tapi sekarang itu sudah membaik. Keluargaku sering bepergian ke luar negeri, jadi lama-lama aku pun terbiasa.” Axel merasakan kepalanya sedikit pusing karena terlalu cepat menghabiskan satu botol vodka. Tapi biarpun begitu, ia membuka botol yang lain.             Summer melihat Axel dengan gelisah karena merasakan perubahan sikap pria itu. Tapi, ia tidak menghalangi Axel membuka botol vodka yang lain. Itu hanya akan membuat perasaannya semakin terlihat jelas, dan Summer tidak menginginkan itu terjadi. Ia memutuskan untuk berpura-pura tidak peduli.             “Jadi hari ini...aku berkenalan dengan beberapa wanita.” Axel menggoyangkan botol vodkanya sebelum meminumnya lagi. “Gabrielle, Sarah, dan Lucy...tiga lainnya, aku melupakan namanya.”             “Seharian ini kau pergi bersamaku. Aku tidak melihat ada wanita yang mendekatimu.”             “Well...sebelum kedatanganmu di club tadi. Salah satunya dari wanita-wanita itu adalah wanita yang tadi kuabaikan.”             “Oh, jadi itu wanita yang terakhir. Sempat bercumbu dengan salah satunya?”             “Ada satu—“             Rahang Summer mengeras saat mendengar jawaban Axel.             “Aku mencium satu wanita di pantai...” Axel memandangi Summer dengan tatapan berharap agar gadis itu menyadari kalau yang pria itu maksud adalah dirinya. Sayangnya, Summer tidak cukup pintar untuk hal yang satu ini. Gadis itu sudah terlanjur salah paham dan mengira kalau ada wanita lain yang bersenang-senang dengan pria itu. Ada wanita lain yang mendapat sentuhan bibir itu di bibirnya. Dan seketika, ia merasa bodoh karena memikirkan bahwa ciuman antara mereka berdua tadi memiliki sedikit arti lebih bagi Axel. Sementara di sisi lain...Axel sama sekali tidak menyadari kalau gadis itu sudah salah paham dengan dirinya, dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti menceritakan sosok gadis yang sebenarnya adalah Summer. Summer bahkan seperti berada di dalam pikiran dan rasa patah hatinya sendiri karena menganggap dirinya memang tidak lebih dari sekedar teman untuk Axel. Apapun yang pria itu katakan, sama sekali tidak sampai ke telinganya dan ia bertingkah seperti orang tuli. Dan ketika pria itu hampir saja mengatakan perasaannya, tiba-tiba gadis itu meletakkan botol vodka keduanya yang baru setengah habis—dengan hentakan yang sedikit keras ke atas meja yang menjadi pemisah antara mereka berdua. “Aku mulai pusing. Kau menang dan aku kalah. Bisa antarkan aku kembali ke hotel?” Axel menelan pernyataan cintanya. Ia segera berdiri dan meraih tubuh Summer yang sebenarnya baik-baik saja. Summer menjauhkan Axel dengan mendorong dada pria itu menjauh. “Kau tidak perlu memegangiku. Aku masih bisa berjalan lurus.” Ia menepis tangan Axel yang melingkari bahunya setelah ia mendorong pria itu. Tapi pria itu lebih keras kepala darinya. Setiap Summer memberikan penolakan, pria itu akan terus memaksa. “Kakakmu menyuruhku untuk menjagamu.” Axel lagi-lagi memakai Phoebe sebagai alasan. Begitu mendengarnya, Summer nyaris menangis. Demi menahan tangisannya agar tidak tumpah, Summer menyerah dan membiarkan pria itu merangkul dirinya. Setidaknya ia bisa terus menunduk dan bertingkah seperti orang mabuk agar Axel tidak bisa melihat wajahnya yang memerah karena menahan tangis. *** Phoebe menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Summer dengan sekali hentakan yang kuat. “Bangun! Ini adalah hari terakhir kita di sini dan kau masih tidak ingin keluar kamar?!” Phoebe berkacak pinggang melihat adiknya yang lima hari terakhir sama sekali tidak keluar dari kamar. Ia bahkan meminta untuk sarapan di dalam kamar, dan memesan makanan melalui layanan hotel untuk makan siang dan makan malamnya. “Di luar sana banyak makanan yang lebih enak dari makanan hotel, dan kau terus saja berkubang di sini.” Phoebe meneruskan omelannya. “Aku tidak ingin bertemu dengannya, Kak.” Summer menimpali, dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. “Kau bisa pergi ke tempat yang jauh dari dia.” “Tapi dia selalu mengikutiku.” “Yah, dia juga selalu menanyakanmu padaku. Aku bilang padanya kau sedang sibuk membaca novelmu di kamar dan tidak ingin diganggu siapapun.” Phoebe mendaratkan pantatnya di kasur. “Aku tahu terjadi sesuatu. Tapi melihatnya selalu mencarimu dan bersikeras menemuimu padaku, membuatku tidak bisa mengira-ngira apakah sesuatu yang terjadi itu buruk atau baik.” “Aku sudah memutuskan akan melupakannya, Kak.” Summer mulai berbicara. “Terus-terusan dekat dengannya dan memposisikan diri sebagai teman ternyata bukan ide yang bagus. Aku malah semakin menyukainya, dan perasaan ini tidak bisa kuhentikan. Aku sudah mencoba melirik pria lain yang mungkin bisa membuatku sedikit lupa dengannya dan mengabaikan dia, tapi itu tidak berhasil. Selama dia berada di dekatku, aku tidak bisa melihat kemanapun selain dia.” “Jadi kau ingin aku bagaimana?” “Aku ingin pulang hari ini tanpa kalian bertiga. Jangan biarkan dia tahu. Aku tahu ini sedikit merepotkan, tapi kau bisa melakukannya untukku, kan?” Summer menatap Phoebe dengan tatapan yang tidak bisa ditolak. Phoebe hanya bisa menghela napas, pasrah, dan memutuskan untuk menuruti apa yang menjadi keinginan adiknya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD