Summer: Chapter 19

1602 Words
              “Summer!” Axel berlari mengejar Summer. “Tunggu, Sum!” Ketika ia berhasil menarik tangan gadis itu, Axel baru sadar kalau tenaganya keluar terlalu banyak dari kapasitas tubuhnya. Sekarang dadanya terasa sesak, dan kepalanya seperti berputar hebat. Terkutuklah Kenny dan John yang membuatnya mabuk di saat tidak tepat. Summer tidak bisa menyembunyikan tangisannya lagi. Axel bisa melihat dengan sangat jelas; air mata sekaligus perasaan gadis itu. Sebenarnya, mudah sekali untuk menjelaskan kesalah-pahaman ini, tapi Axel tidak tahu harus memulainya darimana. Di lihat dari sisi manapun, Summer akan tetap memandangnya sebagai seseorang yang bersalah. Siapa pun tidak akan bisa berpikir jernih jika melihat pria yang ia cintai tidur bersama perempuan lain tak dikenal, dan laki –laki itu beralasan tidak mengenal siapa perempuan itu dan bagaimana mereka bisa berakhir di dalam kamar dan kasur yang sama. Menyebut dirinya sendiri sebagai laki-laki yang dicintai Summer, menimbulkan gelenyar aneh yang tidak terelakkan di pikiran Axel. Ia merasa salah tingkah di saat yang tidak tepat. “Kau tidak perlu mengejarku.” “Tentu saja aku harus mengejarmu. Aku tidak ingin kau salah paham dan—“ “Kau tidak perlu repot-repot. Aku benar-benar terlihat luar biasa konyol di matamu sekarang. Aku tidak akan mengelak kalau kau menduga aku mencintaimu, makanya aku menangis saat melihatmu ada di kamar itu bersama seorang perempuan.” Summer menggunakan punggung tangannya untuk menyeka air mata. “Aku mencintaimu. Aku mengakuinya—tadinya aku berniat menyatakan perasaanku padamu dengan cara yang lebih baik dari ini. Tapi, mungkin ini waktu yang tepat—“ Axel terdiam, melihat Summer terus berbicara tanpa menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat. “Aku menyukaimu sejak kali pertama aku bertemu denganmu. Aku jatuh cinta secepat itu, tapi bukan berarti perasaanku akan menghilang secepat kau membuatku mencintaimu. Aku berniat membuatmu membalas perasaanku, berbalik mencintaiku, dan yah...aku tahu itu membutuhkan waktu yang akan lama sepertinya.” Summer menghirup udara dalam-dalam. “Tapi, mencintaimu terlalu menyakitkan.” “Aku tidak mengerti bagaimana bisa kau menyebutnya menyakitkan, ketika aku sendiri tidak yakin seberapa besar perasaanmu padaku. Barusan kau bilang, perasaanmu tidak akan pudar secepat aku membuatmu mencintaiku. Katakan padaku, bagaimana caraku mempercayaimu, Summer? katakan—jangan berpikir aku telah menyakitimu, hanya karena kau tidak benar-benar mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar itu. Jangan katakan itu—terlebih, kalau ternyata kau tidak lebih baik dariku. Aku tahu apa saja yang kau lakukan di masa lalu...dengan mudahnya jatuh cinta kepada orang lain dalam waktu singkat, dan terus berganti sesuka hatimu—lalu sekarang, kau memintaku mempercayaimu?” Summer memandangi Axel dengan tatapan tidak percaya. “Lupakan semua yang sudah kukatakan padamu, Axel.” Summer berkata dengan suara rendah. “Kau bisa kembali ke kamarmu sekarang.” Summer menghentakkan tangannya dengan keras, membuat tangan Axel yang melingkari pergelangannya terlepas. “Aku harap saat aku bertemu denganmu lagi, semuanya kembali ke titik nol. Seperti sebelum kita berdua saling mengenal satu sama lain,” ujar Summer, sebelum berlari menuju pintu lift yang akan menutup. *** “DASAR BODOH!” Axel berteriak marah pada Kenny dan John. Mereka baru saja kembali dari pesta, dan Axel menyambutnya dengan hal yang sama sekali tidak mereka harapkan. “Kalian kira itu lucu? Aku tidak tahu sahabatku telah berubah menjadi orang-orang picik yang tidak memikirkan akibat dari tindakan yang mereka anggap lucu itu, kepada orang lain yang menjadi objeknya.” “Kami minta maaf, kami sama sekali tidak tahu kalau—“ “Tidak usah berkilah, John.” Axel melayangkan tatapan membunuh pada John. “Sekarang kalian mengacaukan semuanya.” “Kau hanya perlu menjelaskannya dan semua selesai.” Kenny menyahuti. “Aku tidak keberatan kalau kau mempertemukan kami dengannya. Kami bisa menjelaskan semuanya lebih jelas.” “Tidak ada gunanya, Kenny.” Axel mendengus. “Aku berbicara terlalu banyak semalam. Bahkan, aku mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak perlu ku katakan. Bisa kupastikan seribu persen, dia benar-benar sudah muak padaku sekarang.” Axel mengacak-acak rambutnya frustrasi. “Kau tidak akan mengusir kami berdua, kan?” John menanyakan hal yang di luar topik. “Bukan maksudku mengalihkan pembicaraan. Tapi, terakhir kali kau terlihat kacau seperti ini, kau mendepak kami berdua dari mobil. Aku dan Kenny harus berjalan berkilometer jauhnya untuk menemukan taksi saat itu.” “Aku tidak akan melakukan itu, karena kalian yang membayar kamar ini.” Axel membicarakan kamar hotel mereka. “Walaupun sebenarnya aku sangat ingin melakukan itu, mendepak kalian dari sini.” Kenny berusaha mengembalikan fokus pembicaraan. “Aku tidak bisa membayangkan seberapa keterlaluan ucapanmu padanya, sampai-sampai kau bahkan ragu-ragu kalau keadaan ini bisa diperbaiki.” Axel menatap nanar ke luar jendela kamar. Memandangi laut biru cerah yang tampak kelam di matanya. Apa yang terjadi semalam sama sekali tidak pernah ia harapkan untuk terjadi. Rahangnya mengencang, saat kata-kata yang ia lontarkan pada Summer mengalun dengan sangat jelas di dalam benaknya. Sekarang, bisa jadi gadis itu benar-benar membencinya. *** “Dia benar-benar membencimu.” Dexter berkata, tanpa melibatkan perasaan apapun. “Aku mengatakannya dengan sangat jujur, Axel. Dia benar-benar membencimu.” “Kau tidak perlu mengulanginya berkali-kali, Dex.” Axel menatap Dexter, tajam. “ Dexter tidak merasa terganggu dengan cara Axel menatapnya. “Aku tahu kau sangat kacau, Axel. Tapi, dalam waktu dekat ini kau tidak bisa melakukan apapun selain menunggu keadaan menjadi lebih dingin. Wanita itu rapuh. Kau seharusnya tahu—dan kau membantingnya terlalu keras hari itu.” Dexter benar. Summer bahkan sudah memblokir semua akses yang menghubungkan komunikasinya dengan Axel. “Sekarang apa yang harus kulakukan?” tanya Axel. “Kau tahu...aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Menjaga kesadaranku untuk mendengarkan semua ucapannya saja sudah sangat susah hari itu. Aku benar-benar mabuk. Kau paham, kan, maksudku?” Axel mencari pembelaan dari Dexter. “Kau tidak bisa mencoba mempertemukan aku dengannya? Atau mengusahakan sesuatu yang bisa membuatku terhubung dengannya.” Dexter melepaskan pandangannya dari Axel. “Aku salut, Summer berhasil membuatmu seperti ini. Memangnya apa yang istimewa darinya? Kau bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari Summer hanya dengan satu kali lirikan.” Axel tercekat. “Apa penting bagimu untuk mengetahuinya?” “Tentu saja.” Dexter menjalin kesepuluh jemarinya di atas meja, lalu menyangga dagu. “Aku akan menilai, apakah jawabanmu cukup bagus untuk membuatku memutuskan membantumu, Axel.” Axel membutuhkan waktu sejenak untuk berpikir. Menceritakan isi hatinya kepada orang lain, sama sekali seperti bukan dirinya. Damian lain persoalan. Dia terpaksa menceritakan isi hatinya pada Damian karena ia dalam keadaan yang mendesak. Tapi, bukankah keadaan yang ia alami sekarang juga sama-sama mendesak, bahkan jauh dari itu? Memandangi gelas kopinya yang masih penuh. Axel memainkan tisu yang ia dapat saat membeli kopi. Memilin-milin ujungnya, lalu merobeknya menjadi potongan-potongan kecil. Dexter tampak menikmati waktunya menunggu keputusan Axel. Seharusnya, pria di hadapannya ini cukup cerdas menilai keadaan yang sedang ia hadapi. “Kalau kau menanyakan alasanku menyukainya. Sebenarnya aku sendiri tidak tahu. Rasa itu datang begitu saja tanpa aku sendiri menyadarinya. Mungkin, karena aku terlalu sering menghabiskan waktu bersamanya, mungkin karena kebersamaan kami sudah merupakan suatu kebiasaan. Mungkin, karena aku merasa nyaman berada dekat dengannya. Padahal ku kira kami tidak sedekat itu. Tapi, sekarang ketika aku benar-benar terpisah dengannya, aku merasakannya.” Dexter menatap Axel dengan antusias. “Apa kau yakin kau sedang tidak salah mengartikan perasaanmu sendiri? Bisa saja kau hanya menganggap Summer sebagai sahabat baik, teman seperjuangan di kuliah, atau apapun itu.” “Aku masih cukup pintar untuk bisa membedakan mana rasa sayang untuk sahabat dan seseorang yang spesial, Dex.” Axel terdengar jengkel. “Kalau kau memancingku mengatakan seperti apa perasaanku pada Summer hanya untuk mengejekku saja, bersiaplah kau tidak akan bisa pulang dengan selamat begitu keluar dari sini.” Dexter hampir tersenyum. “Satu pertanyaan lagi.” Ia terlihat serius. “Bayangkan ketika nantinya kau berhasil menjalin hubungan asmara dengan Summer. Kau berpikir kalian berdua adalah pasangan paling bahagia di dunia, dan tiba-tiba di suatu hari yang cerah, kau menemukan fakta kalau Summer jatuh cinta kepada orang lain, dan ia berniat meninggalkanmu. Apa yang akan kau lakukan?” Menghadapi pertanyaan sulit yang sama sekali tidak terduga, Axel merasakan wajahnya berubah pias. Bukan karena ia tidak bisa menjawab pertanyaan Dexter, hanya saja, Dexter membuat pertanyaannya seperti sebuah bayangan nyata yang terlintas begitu saja di kepala Axel. “Jujur, aku tidak tahu, Dex.” Axel memalingkan wajahnya dari Dexter. “Yang kutahu, rasanya akan sangat sakit—tapi....” Dexter mengubah posisinya dari duduk tegak, menjadi lebih rileks dengan bersandar pada punggung sofa di belakangnya. “Tapi...aku ini termasuk orang yang posesif. Aku tidak akan membiarkan apa yang menjadi milikku terlepas begitu saja dari genggamanku. Tidak butuh waktu yang lama sampai Summer menyadari kesalahannya dan kembali padaku.” “Kau mengatakannya dengan penuh percaya diri.” Dexter bertepuk tangan, tanpa menimbulkan suara. Kemudian, ia memusatkan padangannya pada sesuatu yang berada di belakang Axel. “Bagaimana menurutmu?” Dexter mengajukan pertanyaan yang bukan ditujukan untuk Axel. Axel menengok ke belakang. Phoebe tampak sedang tersenyum penuh arti ke arahnya. Melihat mantel dan topi yang dipegang wanita itu, mengingatkan Axel akan perempuan yang duduk di meja yang bersampingan dengan meja mereka. “Terkejut?” Phoebe terkekeh. “Aku tidak tahu bermain detektif seperti ini akan terasa sangat menyenangkan. Aku jadi tahu apa yang kau pikirkan selama ini. Tampangmu yang sok keren itu benar-benar menyembunyikan semuanya.” Axel tidak pernah merasa ditipu lebih dari ini. “Kau benar-benar membuatku terlihat konyol sekarang, Dex.” “Dampak baiknya, kau bisa meminta bantuan Phoebe tanpa perlu menunggu aku melakukannya untukmu, Axel.” Dexter mengedipkan sebelah matanya. Menambah kekesalan yang dirasakan Axel. “Tidak ada orang yang lebih hebat dari Phoebe untuk menolongmu memperbaiki hubunganmu dengan Summer,” lanjut Axel. Axel mendesah. Menatap pasrah ke arah Phoebe. “Aku tidak tahu apakah dia benar-benar akan membantuku atau tidak...”     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD