Ketidakpedulian Dami

1016 Words
"Pagiii!" Masih bisa Fano tersenyum, ya? Dami memilih tidak menghiraukan cengiran Fano. Melihatnya sama saja menambah rasa kesalnya. Karena Fano telah meracuni isi kepalanya mengenai Alenta. Karena itu pula, Dami jadi ikut-ikutan mengkhawatirkan perempuan itu. Ah, sial. Dami selalu kesal setiap kali mengingat kejadian semalam. Berkali-kali Dami bertanya pada dirinya. Kenapa juga dia mau menolong Alenta—padahal selama ini Dami menolak keras permintaan Fano untuk menjaga perempuan itu. Kenal tidak, saudara bukan, pacar bukan. Kurang kerjaan sekali kalau Dami harus ikut campur masalah orang lain! Dami mengutuk dirinya. Akibat menolong Alenta, telapak tangannya terluka. Dami menahan geram, berakhir menendang sebuah kursi hingga Fano meloncat kaget. "Gue rasa lo ada masalah sama emosi lo, ya." Fano memutari tubuh Dami yang duduk di sofa. "Nggak ada urusannya sama lo. Urus hidup lo sendiri, urus Alenta lo itu!" Dami menatap Fano sinis. Jika Dami tidak bisa meluapkan kekesalannya pada Alenta. Maka dia akan meluapkannya kepada Fano. Dami setengah heran melihat Fano yang santai, padahal semalam, perempuan yang sangat ingin dilindungi Fano hampir celaka. Apa Fano tidak ada di saat kejadian? Dami diam sambil menatap Fano. Jika diingat lagi, Fano memang tidak ada di sekitarnya malam itu. Entah hanya kebetulan atau takdir sedang mempermainkan Dami. Semalam hanya ada anggota Missing You dan Alenta di parkiran. Lagipula sedang apa Alenta diam berdiri di luar mobilnya. Kalau memang sedang menunggu seseorang, kenapa tidak menunggu di dalam saja? Apa dasarnya Alenta adalah perempuan ceroboh? Dami mendongak, menatap Fano sekali lagi kemudian mendengkus kasar. Sikap menyebalkan Dami yang begini tidak mengherankan lagi. Semasa sekolah dulu, mereka adalah dua orang yang saling bermusuhan. Oh, bukan dengan Fano saja. Dami bahkan memusuhi teman-teman Fano yang lain. Kalau sama Natla, jelas, karena Dami kalah saat lomba balapan motor. Cuma kalau iya karena masalah itu, kenapa jadi berimbas ke yang lain? Memang salahnya Fano kalau Dami kalah? Salah dia sendiri lah! Kalau tidak terima, kenapa tidak tanding ulang saja? Benar kata Fano, kan? Di antara banyaknya manusia di muka bumi ini, seandainya Fano bisa memilih siapa orang yang bisa melihat wujud arwahnya, Fano tidak akan memasukkan nama Dami biarpun cuma initial! Andai saja Fano bisa meminta pada Tuhan, Fano ingin orang lain saja yang bisa melihat arwahnya. Masih ada si kembar Natla dan Davian. Atau mungkin Rindu. Kenapa harus Dami, ya, Tuhan! "Btw, tangan lo kenapa?" tanya Fano basa-basi. Dami masih menatap Fano sinis. "Tanya sama perempuan itu." Fano berhenti mengelilingi tempat duduk Dami. Berpikir sebentar mencari jawaban. Siapa perempuan yang dimaksud oleh Dami barusan. Apa Fano mengenalnya? "Mulai hari ini, jangan pernah lo minta gue lindungin dia lagi!" ancam Dami. "Baru ketemu sekali, gue udah kena sial!" Fano belum menemukan jawab. Biarpun Dami sedang melotot ke arahnya. Fano tetap santai sambil mencari tahu tentang si perempuan. Ada clue yang disebutkan Dami; Dami dan perempuan itu baru bertemu semalam. Siapa? Kan, ada banyak perempuan yang mengelilingi Dami selama ini. Ck! Walaupun Fano sebal terhadap sikap Dami dari dulu hingga sekarang, Fano mengakui kalau Dami memang tampan. Dari zaman sekolah banyak yang mengejar Dami. Apalagi sekarang sudah menjadi anggota band terkenal. Fano yakin bukan cuma ada satu atau dua, bukan puluhan lagi. Mungkin ada ribuan perempuan yang menyukai Dami. Eh, tunggu. Kenapa Fano jadi ngalor-ngidul. Aish. Fano cuma perlu mencari jawaban: siapa perempuan itu. "Lo," tunjuk Dami ke hidung Fano. Fano memundurkan kepalanya dengan tepat. Jika telat sedikit saja, ujung jari Dami akan berada di lubang hidungnya. "Jelasin. Apa maksud dan tujuan lo minta gue lindungin dia." Wajah Dami tidak menunjukkan ekspresi yang banyak. Selain mendelik, Dami hanya akan mengeluarkan kata pedas dan keras. "Tujuan gue udah jelas, Dam," kata Fano, tenang. "Ya udah. Apa?" "Nggak ada yang lain. Gue cuma minta lo lindungin Alen." Dami tersenyum sinis. "Bukan bermaksud bikin gue dalam bahaya juga, kan?" tuduhnya. "Gue tahu kita musuhan dari zaman sekolah. Tapi gue nggak nyangka kalau lo benci gue sampai sekarang. Sampai mau bikin gue bahaya." "Lo ngomong apa sih, anjing!" maki Fano. Permusuhan antara dia dan Dami sudah lewat. Bahkan kalau boleh jujur, Fano tidak sungguhan membenci Dami seperti Dami membencinya. Buat apa lama-lama menyimpan dendam dan benci? Memangnya bisa menghasilkan uang atau emas? Atau bisa menjadikan Fano kaya raya? Fano pikir, permusuhan di masa lalu hanyalah perasaan menggebu-gebu semasa sekolah saja. Terbukti kan, setelah mereka lulus, Fano sudah lupa. Lupa kalau dia dan Dami pernah saling bermusuhan. "Gini, Dam." Fano mengulurkan kedua tangan meminta Dami lebih tenang. Sejenak, Fano menarik napas panjang kemudian mengembuskannya. Karena Dami terlalu buru-buru menolak permintaannya, Fano belum sempat menjelaskan secara keseluruhan mengenai Alenta dan keselamatan perempuan itu. "Berita kematian soal gue dirampok, itu nggak bener, Dam." Fano menunduk, kedua matanya mengerjap. "Gue nggak tahu siapa orang itu sebenernya. Tahu-tahu gue ditusuk. Gue nggak sempat melawan. Sebelum orang itu pergi, gue denger dengan jelas. Kalau orang yang diincarnya itu Alen...." Kedua mata Fano yang selalu berbinar kini berubah sendu. Tatapan Dami cuma terarah ke ekspresi yang ditunjukkan Fano barusan. Persetan hubungan macam apa yang terjalin di antara Fano dan Alenta! Dami hanya ingin tahu tujuan Fano memintanya menjaga Alenta itu apa! Bagaimana kalau ternyata ini hanya akal-akalan Fano saja? Fano sengaja meminta Dami menjaga Alenta, karena Fano ingin mencelakainya! Mengingat hubungan mereka buruk di masa lalu, kemungkinannya lebih banyak, kan? "Kalau aja gue masih hidup, gue nggak mungkin minta bantuan lo." Fano mendesah. "Jangankan buat jagain Alen, buat pegang dia aja gue nggak bisa, Dam! Gimana caranya gue bisa lindungin dia? Cuma lo yang bisa lihat gue!" Obrolan tenang antara kedua lelaki itu berubah menjadi tegang. Fano tahu-tahu berubah emosional membahas Alenta. Fano bukan dirampok. Melainkan dibunuh seseorang. Dan orang itu, akan mengincar Alenta. Entah siapa, Dami bahkan tidak mau repot-repot memikirkannya. Hidupnya saja tidak kalah berantakan. Kenapa juga harus memikirkan orang lain? Haha. Fano sangat lucu. "Gue nggak peduli." Dami menatap Fano penuh kekesalan. Lelaki itu mengangkat sebelah tangannya, menunjukkan lukanya di depan mata Dami. "Lo lihat," Dami menggoyangkan telapak tangannya yang diperban. "Ini luka yang gue dapetin karena perempuan itu! Gue nggak peduli dia dalam bahaya atau mati sekali pun ya, Fan! Selama itu nggak ada hubungannya sama gue, jangan minta gue masuk ke dalam permasalahan kalian!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD