bc

Bukan Mauku Mendua

book_age18+
52
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
family
HE
boss
drama
bxg
brilliant
city
like
intro-logo
Blurb

Kecelakaan speedboad yang dialami Biantara Balasena, membuatnya menderita amnesia temporary.

Ingatan Biantara kembali ke masa 5 tahun lalu, saat dirinya masih menikah dengan Rifda Putriandini. Padahal, Biantara dan Rifda sudah bercerai 2 tahun silam.

Biantara juga telah menikah untuk kedua kalinya dengan Arista Farahania Darshana. Pernikahan itu baru berjalan 6 bulan, saat kecelakaan tersebut terjadi.

Biantara menolak dirawat Arista, karena dia meyakini bila Rifdalah istrinya.

Kendatipun kondisi fisiknya sudah pulih, tetapi ingatan Biantara belum juga kembali. Hal itu menyebabkannya kian gundah, karena cintanya mendua.

Kehadiran Sigit Wisakha, mantan kekasih Arista, kian memperumit masalah rumah tangga Biantara dan Arista.

Apakah ingatan Biantara akan kembali?

Mampukah Arista mempertahankan rumah tangganya dalam kondisi seperti itu?

PCD The Series terbaru punya Emak OY di Innovel.

Tap love ungu dan baca terus cerita ini dari awal hingga akhir.

Baca juga banyak judul cerita Emak dan follow akun penulisnya, Olivia Yoyet.

chap-preview
Free preview
Bab 01 - Istriku bukan kamu!
01 "Kamu, siapa?" tanya Biantara Balasena, sembari memandangi perempuan berambut panjang yang berada di kursi samping kiri. Arista Farahania Darshana, terdiam sesaat. Meskipun sudah mengetahui kondisi suaminya yang tengah lupa ingatan, tetapi pertanyaan Biantara tetap membuat Arista kaget. "Aku, Arista. Istri Mas," terang Arista sambil menyabarkan diri. Biantara tertegun. "Istriku, Rifda. Bukan kamu!" kukuhnya. Arista menggeleng. "Mas memang pernah menikah dengan Kak Rifda, tetapi kalian sudah bercerai 2 tahun lalu." "Aku tidak percaya!" Biantara mengalihkan pandangan pada beberapa orang di sekitarnya. "Mana Rifda? Panggil dia ke sini," pintanya. Chandrakanta dan Nimas Ajeng, saling melirik. Kedua orang tua Biantara tersebut seolah-olah tengah berbincang dengan bahasa batin. Kemudian Chandrakanta mengarahkan pandangan pada putra sulungnya yang berada di ranjang pasien. "Rifda tidak ada di sini, Bian," jawab Chandrakanta. "Panggilkan dia, Yah. Aku ingin bertemu," cakap Biantara. "Dia sudah kembali ke rumah orang tuanya di Bandung, dan menetap di sana setelah kalian berpisah 2 tahun silam." Biantara mengerutkan dahinya. "Kami tidak mungkin bercerai." "Itu kenyataannya, Bian." "Aku harus ketemu dia!" Biantara bangkit duduk, tetapi kemudian dia mengaduh karena kepalanya tiba-tiba sakit. Biantara memekik kala denyutan itu kian menguat. Perlahan kesadaran pria tersebut berkurang dan penglihatannya berkunang-kunang. Arista berdiri dan memegangi lengan kiri suaminya. Sedangkan Nidhana, Adik Biantara, menahan badan kakaknya yang melemas. Sebelum akhirnya Biantara tidak sadarkan diri. Rania, Adik bungsu Biantara, segera memencet bel di dekat ranjang. Tidak berselang lama, seorang perawat masuk untuk mengecek kondisi pasien. Puluhan menit terlewati dalam keheningan. Arista duduk menyandar ke bantal sofa. Penolakan Biantara membuat Arista sedih, karena dia sangat mencintai pria yang tengah berbaring di ranjang pasien itu. Arista kian gundah, karena Biantara ternyata benar-benar tidak mengingatnya. Justru Rifda yang masih melekat dalam ingatan lelaki berhidung bangir tersebut. Arista memejamkan mata. Terbayang kembali hari di mana kecelakaan itu terjadi pada suaminya. Biantara begitu bersemangat untuk meninjau lokasi proyek di Kepulauan Seribu. Dia menumpang di speedboat pertama bersama Warshif, sang ajudan, dan kedua sahabatnya, Lainufar Suwardana dan Yushar Mahasura. Sementara rekan-rekan Biantara dari PG, PC dan PCD, menumpang di beberapa speedboat lainnya. Akan tetapi, menjelang ketibaan mereka di Pulau Macan, speedboat yang ditumpangi Biantara, tiba-tiba mengalami kerusakan dan menabrak kapal lainnya yang berukuran lebih besar. Warshif, Lainufar dan Yushar, berhasil selamat dari kecelakaan itu. Mereka hanya mengalami luka-luka kecil. Namun, Biantara dan sang nakhoda, menderita luka yang cukup parah. Nakhoda mengalami patah tangan kiri. Sementara Biantara yang saat jatuh kepalanya menghantam tepi speedboat, akhirnya pingsan dan mengalami koma selama dua hari. Kemarin pagi, Biantara akhirnya siuman. Namun, dia tidak bisa mengingat apa yang terjadi, dan juga tentang kehidupan pribadinya. Kedua dokter yang menanganinya, berdiskusi. Hingga mereka sampai pada satu kesimpulan, jika Biantara mengalami amnesia temporary. Biantara tidak bisa mengingat semua hal yang terjadi pada 3 tahun terakhir. Dia justru bisa mengingat masa-masa sebelumnya. Terutama kehidupan rumah tangganya bersama Rifda yang cukup harmonis. *** Hari berganti. Kondisi fisik Biantara mulai membaik. Namun, tidak dengan ingatannya. Biantara masih belum bisa mengingat istrinya, dan hal-hal yang terjadi selama 3 tahun belakangan. Kendatipun sudah sering dijelaskan oleh Arista dan keluarganya, tetapi Biantara tetap bersikukuh jika dirinya masih terikat pernikahan dengan Rifda. Hal itu menyebabkan Arista terpukul. Kehadirannya sama sekali tidak dianggap Biantara. Bahkan pria tersebut pernah mengusirnya yang hendak membantu memakaikan baju pada sang suami. Arista berusaha untuk tetap sabar. Dia meyakini jika suatu saat ingatan suaminya akan kembali. Begitu pula dengan cinta Biantara. "Dhan, panggilkan Rifda. Aku mau ketemu dia," pinta Biantara untuk kesekian kalinya. "Aku sudah nelepon dia, Mas. Tapi dia nggak ada ngomong mau ke sini," sahut Nidhana. "Kamu susul dia ke Bandung dan ajak dia ke sini." "Enggak bisa begitu, Mas. Kita sudah nggak ada hubungan lagi dengan dia." "Pokoknya, lakukan saja!" Nidhana mendengkus. "Mas dan Kak Rifda sudah bercerai 2 tahun lalu. Mas juga sudah menikah dengan Kak Arista. Jadi, lupakan Kak Rifda." "Aku masih suami Rifda!" Nidhana yang hendak membantah, akhirnya mengurungkan niatnya, karena Arista memegangi lengan kanannya sambil menggeleng. "Biar aku yang telepon Kak Rifda dan memintanya ke sini," tutur Arista dengan suara pelan. "Jangan, Kak," cegah Nidhana. "Enggak apa-apa. Mungkin dengan kehadirannya di sini, bisa membantu memulihkan ingatan Mas Bian," kilah Arista. Nidhana memandangi Kakak iparnya. "Kakak yakin?" "Ya." Arista memaksakan senyuman agar Nidhana tidak mengetahui kesedihannya. "Mana nomornya? Aku mau nelepon," pintanya. Nidhana mengambil ponselnya dari saku celana. Dia mencari nomor kontak Rifda, lalu menghubungi perempuan tersebut. Nidhana memberikan ponselnya pada Arista. Kala mendengar sapaan salam perempuan di seberang telepon, Arista mengayunkan tungkai keluar ruang perawatan. "Waalaikumsalam. Kak, ini Arista," jelas perempuan bermata besar, sesaat setelah tiba di teras depan. "Halo, Rista. Apa kabar?" tanya Rifda. "Kabarku, cukup baik." "Syukurlah." "Kak, Mas Bian nanyain Kakak terus." "Ehm, ya. Nidhana pernah meneleponku tempo hari dan menceritakan kondisi Mas Bian." "Kakak bisa datang ke sini?" "Aku ...." "Tolong, Kak. Mas Bian ingin ketemu." "Tapi ...." "Aku nggak akan cemburu, Kak. Justru aku yakin, jika Kakak datang, dia akan senang. Mungkin saja itu akan membantu proses pemulihan ingatannya." "Ris, aku nggak bisa ngasih keputusan sekarang. Aku mau berembuk dengan orang tua dan calon suamiku, Mas Harimurti." "Ehm, ya. Bila sudah ada keputusan, segera hubungi aku, Kak. Nanti kukirimkan nomor ponselku, supaya kita bisa berkomunikasi." "Iya." "Aku tutup dulu, Kak. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Arista menekan tanda merah pada layar ponsel. Dia menengadah untuk memandangi dedaunan yang bergoyang di dahan-dahan pohon di taman seberang. Arista menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Walaupun hatinya sakit, tetapi dia akan melakukan apa pun untuk kesembuhan suaminya. Perempuan berbibir penuh itu, berniat untuk membujuk Rifda kembali, supaya mantan istri Biantara tersebut mau turut membantu merawat lelaki itu. Arista tahu, tidak ada cara lain, kecuali mengalah dan membiarkan Rifda memasuki kehidupan rumah tangganya. Meskipun hatinya tidak nyaman, tetapi Arista akan menguatkan diri menghadapi cobaan itu. Nidhana yang tengah berada di balik jendela, memandangi Kakak iparnya yang masih melamun. Nidhana prihatin dengan nasib Arista, yang harus menjalani ujian kehidupan seberat itu. Nidhana mendengkus pelan. Dia melangkah keluar, lalu mengajak Arista menjauh. Keduanya jalan ke taman dan berhenti untuk duduk di bangku. "Apa jawabannya, Kak?" tanya Nidhana. "Dia mau berembuk dulu dengan keluarga dan calon suaminya," terang Arista. "Calon suami?" "Hu um." "Tambah runyam jadinya. Karena kita juga harus menjelaskan semuanya pada pria itu." "Ya. Supaya dia nggak salah paham." Nidhana melirik Arista. "Kakak, nggak apa-apakah kalau Kak Rifda datang?" Arista mengangguk mengiakan. "Kami nggak punya masalah, Dhan. Saat mau menikah dulu, aku juga pernah nemuin dia di Bandung. Dia nerima aku sebagai orang baru dalam kehidupan Mas Bian. Karena aku memang baru hadir setelah mereka berpisah. Bukan sebelumnya."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.1K
bc

TERNODA

read
198.5K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
53.4K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook