"Perasaanku ke kamu sudah menghilang. Rasa itu semakin hambar setiap harinya. Aku bosan, jadi aku mohon sama kamu, biarkan aku pergi dan kamu bisa cari orang lain yang lebih baik." Rinta mengucapkan itu tanpa ekspresi, hatinya seperti tercabik-cabik saat mengatakan itu, mengatakan kebohongan yang paling nyata.
"Aku gak percaya ta, aku gak mau percaya." Andro bergeming, pemuda itu mendadak begitu rapuh.
"Baru semalam kita ketemu Mama dan Papa aku, baru semalam kita bahagia banget karena mereka merestui hubungan kita. Tapi kenapa kamu mendadak berubah seperti ini? Kalau memang kamu gak cinta sama aku, kenapa kamu setuju untuk jadi pacar aku, kenapa kamu setuju untuk ketemu orang tua aku? Bukankah kita bermimpi untuk bisa menikah?" Bahu Andro luruh, seolah nyawa kehidupan telah pergi meninggalkan dirinya.
"Aku sudah mengatakan apa yang perlu aku katakan ke kamu. Dan keputusan aku sudah bulat, aku mau kita putus. Jadi mulai detik ini jangan pernah temui aku lagi. Aku mohon. Atau aku akan benar-benar membenci kamu selamanya." Rinta keluar dari mobil Andro setelah mengatakan itu.
Gadis itu berlari di keremangan senja, tangisannya tidak terbendung lagi. Dia tak sanggup melihat bagaimana terlukanya Andro karena dirinya. Cukup dia yang merasakan ini semua. Tak perlu adiknya merasakan yang lebih parah dibanding ini.
***
"Andro, kamu kenapa Sayang?" Sang mama terkejut melihat Andro yang baru pulang ke rumah di pagi buta dengan keadaan semrawut dan berantakan.
"Gak apa apa Ma, Andro mau tidur," jawabnya sambil berlalu naik ke kamarnya. Rosita bisa mencium bau alkohol menyeruak dari napas dan tubuh sang putra.
Andro jarang, bahkan hampir tak pernah minum minuman beralkohol. Jika sampai dia melakukan hal itu dan separah ini, maka pasti sesuatu yang tidak baik terjadi pada pemuda itu.
Andro membanting pintu kamarnya, kepalanya pusing berpendar. Namun di bawah kesadarannya dia masih menyebut nama Rinta. Gadis itu yang membuat dirinya menjadi seperti ini.
Dia memilih untuk putus darinya karena dia terlalu baik? Terlalu baik sampai membuatnya muak? Baiklah, maka Andro akan menjadi orang yang sangat buruk untuk mendapatkan cinta Rinta lagi untuknya.
Andro tak akan pernah mau melepaskan Rinta sampai kapanpun. Dia telah memberikan seluruh perasaannya pada Rinta, bahkan tak tersisa untuk yang lain. Jadi melepaskan Rinta sama saja dengan mengakhiri hidupnya.
**
"Jadi kamu sudah memutuskan dia, ta?" Mbak Ajeng mengelus perlahan bahu Rinta, gadis yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.
"Iya Mbak, dia gak terima, tapi mau bagaimana lagi." Rinta menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi dengan gamang.
"Pasti berat untuk kamu, juga untuk Andro. Mbak paham, pasti Andro sangat bingung dan terluka sekarang. Saran mbak, cepat atau lambat kamu harus beritahu dia yang sebenernya tentang hubungan asli kalian." Kata Ajeng.
"Nggak bisa Mbak, nggak semudah itu. Kalau aku menceritakan semuanya, banyak orang yang akan terluka dan hancur. Nenekku sudah menderita karena kepergian Ibu dan mungkin sudah melupakan ayahku yang memilih pergi meninggalkan kami, aku gak mau nenek terluka lagi saat tahu kalau ayahku masih ada dan ternyata adalah papanya Andro." Jelas Rinta.
"Dan aku juga gak mau Andro lebih terluka karena tahu bahwa kami bersaudara. Bahwa papa yang sangat dia banggakan itu adalah lelaki yang sama yang telah tega meninggalkan keluarga kecilnya demi wanita lain, yaitu mamanya, mbak." Lanjutnya lagi.
"Sakit hati yang dia rasakan sekarang, perlahan akan sembuh seiring berjalannya waktu. Dia akan menemukan cinta yang baru. Semua akan baik-baik saja. Mungkin dia hanya akan membenci aku, tapi aku akan terima konsekuensi itu, mbak."
Ajeng memeluk tubuh Rinta yang ringkih. Gadis malang itu harus terus menerus menderita dalam hidupnya.
"Kamu terlalu baik, Sayang. Kamu gadis yang sangat baik. Kalau Mbak yang jadi kamu, Mbak gak akan bisa sekuat itu. Mbak gak bisa bayangin jadi kamu, harus merelakan orang yang telah lama kita cintai karena dia ternyata sedarah dengan kita." Ajeng hampir menitikan air mata mengatakan hal itu.
"Aku gak sekuat itu Mbak, bahkan aku masih mencintai Andro sama seperti sebelumnya. Padahal itu adalah hal yang dosa Mbak. Tidak seharusnya aku mencintai adikku sendiri kan Mbak? Aku harus apa untuk ngilangin perasaan ini, aku harus apa?" Rinta tersedu, hatinya sudah hancur tak berbentuk.
"Sabar, ta. Mungkin Tuhan punya rencana lain yang lebih indah untuk kamu kedepannya. Tuhan tidak akan menguji umatnya melampuai kemampuan mereka, iya kan, ta."
Rinta hanya mengangguk dalam tangisnya.
"Kalau kamu butuh bantuan apapun, kamu bilang aja, ta. Mbak pasti bantu kamu. Atau kamu mau pindah dari kota ini, mbak bisa usahakan untuk bantu kamu pindah ke kota lain." Tawar Ajeng.
Rinta menggeleng. "Nggak perlu Mbak, gak perlu sampai sejauh itu. Lagipula aku punya Nenek di sini, siapa yang akan jaga Nenek kalau aku pergi dari sini."
"Ya sudah, kalau memang seperti itu. Tapi kalau kamu berubah pikiran atau butuh bantuan lain, kamu bisa bilang sama aku ya. Aku pasti bantu kamu kok."
"Makasih banyak ya, Mbak. Maaf karena aku selalu ngerepotin Mbak Ajeng. Mbak baik banget, rasanya aku punya seseorang untuk bersandar. Aku gak bisa bayangin kalau gak ada Mbak Ajeng. Aku gak tau harus bicara sama siapa?" Rinta bersyukur, benar-benar bersyukur.
"Sama-sama, Sayang, Mbak senang bisa jadi tempat kamu bercerita." Ajeng memeluk Rinta sekali lagi dengan sayang layaknya seorang kakak yang baik.
Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan Ajeng diketuk berkali-kali dengan keras.
"Ya, masuk," ujar Ajeng pada si pengetuk pintu.
Seorang karyawan masuk dengan tergesa, wajahnya panik dan pucat.
"Mbak, di luar ada Mas Andro teriak-teriak." Ucapnya membuat baik Rinta dan Ajeng sama-sama terkejut. Hampir dari mereka semua sudah mengenal Andro lantaran sering datang menjemput atau mengantar Rinta.
"Gimana ini, Mbak?" Kata Rinta dengan panik.
"Kamu tenang aja, biar Mbak yang keluar. Kamu di sini aja." Ajeng berdiri dan bergegas keluar bersama karyawannya.
"Rinta, tolong keluar sebentar, aku mau bicara." Andro terus berteriak meski sekuriti sejak tadi menghalaunya dengan kasar.
"Andro, ngapain kamu teriak-teriak kayak orang gila di sini?" Mbak Ajeng menatap tajam pada Andro.
"Mbak, panggilin Rinta, aku mau ketemu sama dia. Aku mau ngomong sama dia." Ucap Andro yang tangannya diikat di belakang tubuhnya oleh sekuriti.
Ajeng menatap Andro yang terlihat sangat berantakan. Bau alkohol menyeruak menusuk penciumannya.
"Rinta gak ada di sini, jadi kamu mau teriak-teriak seperti apapun gak akan ada gunanya."
"Mbak bohong, aku tau Rinta ada di dalam. Rinta, keluar sebentar aku mau ngomong. Aku seperti ini demi kamu Rinta, kamu gak suka karena aku terlalu baik, aku bisa jadi penjahat untuk kamu Rinta. Tapi tolong keluar, jangan tinggalin aku."
Rinta yang mengintip dari balik gorden, mendengar semua yang Andro ucapkan. Dia bisa melihat bagaimana kacaunya Andro. Dia tidak sanggup melihat itu semua. Dia yang membuat Andro menjadi seperti itu.
"Andro, lebih baik kamu pergi sekarang, atau Mbak akan panggil polisi," ancam Ajeng.
"Baik, aku akan pergi sekarang Mbak, tapi bilang sama Rinta, aku gak akan menyerah sampai kapanpun."
Pemuda itu pergi dengan gontai. Ajeng masuk kembali dan mendapati Rinta sedang menunggunya.
"Mbak, apa tawaran Mbak Ajeng tadi masih berlaku?"
"Hmm?" Ajeng mengernyit.
"Tawaran untuk bantu aku pergi dari kota ini?" Tanya Rinta dengan wajah mantap.