AZKA IS DEVIL

1026 Words
Hari ini ada ulangan dadakan, seisi kelas langsung saja ngacir. Pasalnya ulangan dadakan adalah hal mistis yang sangat di hindari oleh mereka, kecuali Azka yang duduk tepat di depan meja guru. Azka menatap gurunya dengan tenang, tidak ada yang perlu di khawatirkan, Azka punya ingatan yang cukup baik, IQ-nya juga cukup tinggi dan Azka selalu mengisi waktunya dengan tumpukkan buku pelajaran. Saat lembar soal dan lembar jawaban baru saja usai di bagikan, Azka langsung mengacungkan tangannya, sehingga membuat gempar seisi kelas dan guru yang mengajar langsung saja fokus oleh laki-laki tersebut. "Maaf, jika saya selesai apa saya boleh keluar kelas duluan?" Ayu-guru fisika tersebut langsung saja menurunkan posisi kacamata untuk melihat Azka lebih jelas. Ayu kemudian mengangguk,"Tentu boleh! Kerjakan dengan baik!" Mata Azka kembali tertuju pada kertas yang berada di tangannya, ia menatap soal-soal sembari mengigit ujung tutup penanya. Ujung bibir Azka terangkat sedikit,"5 menit!" Dengan cekatan, soal demi soal ia kerjakan teliti, siulan dari Reza di pojokkan belakang tak ia hiraukan, bukan karena ia pelit tapi ia tidak mau membagi jawaban begitu saja yang hanya bisa menjadikan mereka semakin malas. Hanya Reza yang berani mengganggu Azka saat mengerjakan soal, itupun Azka tidak peduli. Ia tetap mengerjakan soal demi soal dengan cermat. Lima menit kemudian Azka berdiri, ia melepaskan tutup pulpen yang sedari tadi ia gigit, ia melenggang santai menuju meja guru fisika itu, kemudian menyodorkan lembar jawabannya. "Sesuai perjanjian saya keluar duluan selamat siang bu, semoga cepat nikah!" Ia langsung saja mengambil langkah jenjang meninggalkan teman kelasnya yang sudah terpelangak menatap kepergiannya. Reza histeris sendiri melihat Azka yang dengan teganya meninggalkan dirinya dengan soal-soal fisika yang bisa saja membuat Reza sesak napas,"Demi sempak Azka! Tega amat lo anjer!" Pekik Reza. Semua sorot mata tertuju langsung pada Reza yang kini malah hanya menyengir kecil saja. Azka menggunakan sela-sela jarinya untuk menyisir rambutnya, tujuan Azka sekarang adalah pergi ke kelas dance, karena Azka tau Rani sedang berlatih dance saat ini untuk pensi sekolah akhir bulan ini. Rani, Bunga, Ani dan Rosa sibuk menari dengan lagu blackpink. Rani terlihat sangat lincah sekali, Rambutnya yang terurai seolah ikut menari. Azka berhenti di depan pintu, ia menyandarkan punggungnya pada pintu ruangan dance tersebut, terlihat jelas keringat sudah bercucuran dari dahi keempatnya, Azka hanya bisa melipatkan tangannya menunggu mereka usai melakukan aktifitas mereka. Rani langsung saja membulatkan matanya saat ia melihat Azka sudah berada di sana, sehingga mereka menghentikan kegiatan mereka. Rani adalah salah satu anggota club dance di sekolah, Azka tau itu. Ia juga mendapatkan beasiswa karena ia punya keahlian bagus dalam dance sehingga sering mengharumkan nama sekolah dengan prestasi dance-nya. Azka berjalan dengan seragamnya yang hampir keluar, "Kenapa berhenti?" Sebelah matanya menyipit. "Kayaknya kita duluan dulu ya, mau ganti pakaian di toilet," pamit Bunga dan di ikuti oleh yang lainnya, sehingga menyisahkan Azka dan Rani saja di sana. Rani mencebik kesal,"Lo ngeganggu!" Tangan Rani meraih sapu tangan untuk menghapus keringatnya. Tangan Azka menyeret lengannya untuk keluar mengikuti langkahnya dari ruangan tersebut,"Heh lepasin! Lo ngapain narik-narik gue!" Rani menyentakkan tangannya agar genggaman Azka terlepas, tapi Azka malah makin menguatkan genggamannya sampai pergelangan Rani terasa sakit. Azka mendorong tubuh Rani ke tembok lalu menguncinya, Rani diam terpaku. "Lo adalah pacar gue," laki-laki itu menggeram kesal. Lalu ia mengacak rambut Rani,"Jangan membantah, kalau lo masih mau sekolah di sini," Azka menyeringai. Rani tidak tau kalau masalahnya akan menjadi sebesar ini, dan Azka serius sekali atas ancamannya, siapa saja Rani ingin terlepas dari permainan ataupun jebakkan Azka ini, ternyata benar ucapan semua orang kalau Azka adalah orang yang cukup berbahaya, wajar saja ia di takuti. Mereka berdua telah sampai di kantin, Azka duduk di depan Rani, hadirnya mereka berdua mencuri perhatian semua yang berada di sana, sebelumnya tidak pernah ada gadis yang bisa berbicara dengan Azka selain saudaranya sendiri. "Lo yang pesan!" Pinta Azka pada Rani, mata Rani langsung saja membulat. "Apa?! Kenapa gue? Lo bisa teriak doang tar lagi nyampe paling," bantah Rani menolak keras. Sudut mata Azka menatap gadis itu tajam,"Sekarang atau?" "Iya iya!" Rani mendengus kesal, ia berdiri untuk memesan makanan, namun ia segera membalikkan tubuhnya saat tangan Azka sudah terpaut pada tangannya sekarang, Rani merasakan jantungnya sudah berdegup kencang saat ini. "100 mangkok, lo yang bawa!" Kata Azka dengan lancarnya tanpa ada rasa bersalah, Rani langsung memberi tatapan tidak suka dan ingin berkomentar, tapi ia tahan. Ia tidak ingin menambah masalah lagi dengan laki-laki tersebut. Azka tersenyum puas, itulah hukuman bagi seseorang yang sudah menentang Azka, jika Azka bilang harus maka tidak boleh ada orang satupun yang akan menentangnya, dengan menjadikan gadis tersebut sebagai pacarnya akan semakin menudahkan Azka melancarkan aksinya. Rani merutukki kesialan serta kebodohannya atas dasar kenapa ia bisa terjebak dengan laki-laki gila itu. Tak lama kemudian Rani datang menghampiri Azka dengan beberapa mangkok bakso di atas nampan yang ia bawa, Azka menautkan sebelah alisnya. "Kenapa kasih ke gue?" Pertanyaan yang Azka lontarkan membuat Rani menjadi bingung. "Lah kan lo yang mesan!" Ia berdecak sebal, dan Azka malah memaparkan wajah seolah-olah tidak terjadi apa-apa atas tindakan yang sudah ia lakukan pada Rani. Azka tertawa kecil,"Antar bakso-bakso tersebut sama seluruh pengunjung kantin, gratis! Dua mangkok terakhir baru lo ke sini!" Perintah Azka. Mata Rani memberi tatapan permusuhan pada Azka,"Lo gila ya?" Ia melotot kesal. Azka mencibir,"Bodoh!" Umpat Azka, ia tidak peduli. Melihat tingkah Azka membuat Rani semakin gemas, yang benar saja ia bahkan di perlakukan layaknya seperti upik abu oleh Azka. Mau tidak mau Rani hanya bisa menuruti saja permintaan Azka, ia tidak ingin beasiswanya di cabut karena hak tersebut sangat berharga baginya. Semua pengunjung kantin berteriak heboh saat Rani datang membawakan beberapa mangkok gratis pada mereka, sedangkan Azka malah duduk dengan kakinya yang ia naikkan di atas meja, ia memainkan games di handphone-nya seraya menunggu Rani selesai akan tugasnya. Selang beberapa lama kemudian, Rani datang padanya dengan dua mangkok bakso, Azka menyambutnya dengan senyum kecil yang tercetak jelas di wajahnya, setelah Rani berhasil meletakkan dua mangkok tersebut di atas meja Azka, ia melangkahkan kakinya dengan kesal hendak meninggalkan Azka. "Kemana?" Langkahnya tertahan oleh suara yang menginterupsi itu. Azka menarik tangannya,"Duduk! Temenin gue makan!" "Tapi gue harus--" "Temenin gue!" Tekan Azka sekali lagi, ia akhirnya pasrah. Makan siang berdua dengan Azka hari ini adalah suatu pengalaman terburuk untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD