Bab 9 : Restu Ayman

1050 Words
Sahila diam mematung saat melihat siapa yang ada di mobil Elia. Wanita dengan rambut sebahu dan wajah yang cantik, siapa lagi kalau bukan mantan madunya, yaitu Erika. Entah kenapa Erika bisa bersama Elia, dan ia tidak tahu mulai kapan Elia dan Erika berteman. Karena selama ini, walaupun ia dan Elia berteman sedari sekolah menengah dan sama-sama dinikahi pria kaya, Sahila jarang sekali bertemu dengan Elia dan hanya Elia lah teman yang ia tahu. Namun sayang, dulu mau pun sekarang hubungan mereka tidak terlalu dekat. Sebenarnya banyak sekali teman-teman Sahila saat sekolah. Hanya saja karena mereka sekolah di desa, tentu saja Sahila tidak pernah bertemu lagi dengan teman-temannya selain Elia, karena elialah yang dipersunting oleh pengusaha yang ada di kota sama seperti dirinya. Dan kini, saat ia akan meminta pekerjaan pada Elia, ia harus mengetahui hal yang menyakitkan di mana Elia mengenal Erika, wanita yang memanggil sayang pada Julius dan Sahila yakin, itu adalah kekasih Julius. Padahal ia sudah berharap banyak pada Elia dan berharap Elia mau memberikannya pekerjaan. Tapi sepertinya, harapannya terlalu tinggi. Dan jika sudah begini, Sahila yakin, tidak mungkin Elia mau memberikannya pekerjaan padanya. Ia juga tidak tahu apakah Elia mengetahui tentang Erika dan Julius atau tidak. Yang pasti, satu yang Sahila sadari, ia tidak bisa lagi minta tolong pada Elia. Sebab Ia sudah bisa membayangkan, apa yang terjadi kedepannya. Sahila mengurut dadanya dan berusaha menabahkan dirinya sendiri, kemudian menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. “Tidak apa-apa, Sahila. Kau pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain.” Ia berusaha untuk mengobati dirinya sendiri, agar tidak terlalu kecewa. Setelah itu, Sahila pun berbalik. Ia berencana untuk menawarkan jasanya dari satu tempat ke tempat lainnya. ••• “ Erika apa kau sudah bertemu ayah mertuamu?” tanya Elia ketika ia mengemudi. Erika mengangguk. “Hmmm, Ayah mertuaku sudah merestuiku. Julius juga sudah meresmikan pernikahan kami,” jawab Erika wajahnya begitu berbinar ketika menceritakan pada Elia. Elia memang berteman dengan Sahila saat sekolah. Tapi setelah mereka menikah, mereka tidak seakrab dan tidak sedekat yang seperti orang pikirkan, karena memang sedari mereka sekolah pun mereka hanya saling mengenal sekilas. Berbeda dengan Elia pada Erika, di mana Julius dan suami Elia berteman, hingga Erika dan Elia pun masuk ke dalam grup sosialita yang sama, itu sebabnya Elia dan Erika begitu dekat. Elia tau, Erika adalah madu Sahila. Hanya saja, ia tidak ingin terlalu banyak ikut campur, toh itu bukan urusannya, begitulah pikir Elia. Terlebih lagi, Elia juga jarang sekali bertemu dengan Sahila dan tidak pernah berbincang-bincang dan sekalinya bertemu mereka hanya saling menyapa seadanya sama seperti dulu. “Lalu apa yang terjadi pada Sahila?” tanya Elia lagi. “Julius sudah mengusir istri dan anaknya dan sekarang aku menempati rumah utama!” balas Erika membuat Elia terperanjat saat mendengar ucapan Erika. “Benarkah Sahila sudah meninggalkan rumah itu?” tanya Elia, ia menatap Erika dengan terkejut. “Hmm, dia sudah meninggalkan rumah itu bersama putrinya dan Julius mengusirnya tanpa uang sepeserpun!” kata Erika dengan tertawa, sedangkan Elia hanya terdiam. Ia tidak menanggapi ucapan Erika lagi, karena menurut Elia itu tidak ada sangkut pautnya dengannya. ••• waktu menunjukkan pukul 05.00 sore, Sahila mendudukkan diri sejenak di kursi yang ada di trotoar. Selama seharian ini, ia menebalkan wajahnya dan datang dari satu tempat ke tempat lainnya untuk meminta pekerjaan. Tapi sayang, tidak ada yang mau menerimanya, tentu saja karena Sahila terlihat seperti orang yang tidak meyakinkan, belum lagi ia tidak mempunyai pengalaman apapun. Sahila berusaha menegarkan hatinya, mungkin uang yang Sahila miliki masih cukup untuk bertahan selama beberapa bulan ke depan. Tapi, ia tidak bisa berleha-leha begitu saja. Keperluan akan semakin banyak, belum lagi ia harus menyekolahkan Calista Tidak mungkin Calista tidak bersekolah, ia tidak ingin, hanya karena kondisinya saat ini Calista mengabaikan pendidikannya. 10 menit berlalu, akhirnya Sahila kembali bangkit dari duduknya. Ia pun memutuskan untuk pulang apalagi hari sudah sangat sore, ia ingat pesan Calista untuk tidak pulang terlalu sore itu sebabnya Ia memutuskan untuk mencari pekerjaan keesokan harinya ••••• Sahila membuka gerbang kosan, kemudian ia masuk ke dalam. Ia mengerutkan keningnya saat melihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Ia mengintip, ingin mengetahui sedang apa putrinya. Ternyata putrinya sedang melamun. Sahila mengerti apa yang dirasakan oleh Calista. Putrinya hidup sempurna dan mempunyai kehidupan nyaman walaupun tanpa perhatian sang ayah. Tapi sekarang, putrinya harus merasakan kegetiran dimana tidak ada lagi kehidupan yang nyaman, dan harus berganti dengan kepahitan. Sahila menghapus sudut matanya yang berair, kemudian membuka pintu. Lalu setelah itu ia masuk ke dalam membuat Calista tersadar. “Ibu!” panggilnya dengan nada girang, terlihat jelas wajah senang sang ibu saat melihat sang ibu datang. “Kau sedang apa hmmm?" tanya Sahila. Ia langsung melepaskan jaketnya kemudian menyimpan tasnya. Lalu mendudukkan diri di sebelah Calista. Saat ia akan kembali berbicara, Sahila menoleh ke arah bungkusan nasi yang tadi ia beli untuk Calista makan siang. “Kenapa kau tidak mau memakan -makan siangmu?” tanya Sahila “Ibu, nasinya tidak enak. Aku tidak bisa memakan nasi yang keras,” ucap Calista membuat d**a Sahila berdesir pedih. Demi apapun, ia begitu lemah jika berkaitan dengan putrinya. “Bagaimana jika Ibu menghangatkannya dulu?” kata Sahila. “ Apakah nasinya akan tetap keras jika dihangatkan lagi?” Sahila menggeleng. “Tidak, tunggu di sini sebentar, ibu akan menghangatkannya!” Calista pun mengangguk. Sahila mengambil bungkusan nasi tersebut kemudian ia membawanya ke dapur umum, dapur yang disediakan oleh pemilik kos dan bisa di pakai untuk memasak bersama. Lima belas menit berlalu, akhirnya Sahila kembali datang. Ia membawa nasi uduk yang ia beli tadi ke dalam kamar kosannya. Lalu menghidangkan di hadapan Calista. “Nasinya sudah tidak keras lagi,” ucap Sahila saat Calista terlihat ragu-ragu memakan nasi itu. Calista memegang nasi itu, walaupun sudah tidak keras lagi. Tapi karena tidak ada lauk-pauk yang biasa ia makan, rasanya gadis kecil itu begitu malas dan tentu saja Sahila mengerti apa yang ada di pikiran putrinya. “ Calista, Ibu berjanji. Jika Ibu sudah mendapat pekerjaan, jika hidup kita sudah lebih baik, ibu akan memberikan apapun makanan yang kau mau!” Sahila berusaha tersenyum tegar membuat Calista mengangguk dengan lesu, ia pun mengambil piring itu lalu mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, tanpa berbicara sepatah kata pun. Sebenarnya ia sudah menahan lapar dari siang. Hanya saja, karena nasi itu keras, Calista tidak jadi memakannya dan menunggu sang ibu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD