Bab 3 : Memalsukan Hasil

1145 Words
Jadi, maksudmu Calista bukan anakmu?” tanya Aiman pada Julius, ia menatap sang putra. Matanya menatap Julius, dengan penuh waspada, mencari kesungguhan dari mata putranya. “Ya, Pah. Aku sudah melakukan tes DNA pada Calista dan tidak ada kecocokan dengan aku maupun Sahila, jadi bisa dipastikan Calista bukan putriku!” kata Julius yang berusaha tenang menghadapi sang ayah, ia harus berakting senatural mungkin agar sang ayah percaya padanya. Aiman menatap lekat-lekat wajah sang putra, ia mencari kebenaran dari mata putranya. Ia harus benar-benar meneliti apakah yang diucapkan Julius benar atau tidak, walau bagaimanapun ia harus tetap adil dan harus melihat dari kedua sisi. “Kapan kau melakukan tes DNA ini?” tanya Aiman, Julius mengangkat kepalanya kemudian ia mengeluarkan sesuatu. “Jika papah tidak percaya, papah bisa mengetes ini. Ini sikat gigi milik Calista dan aku mengetesnya dari sana.” Aiman mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian ia langsung mengambil plastik klip yang berisi sikat gigi milik Calista. “Siapa petugas medis yang menangani ini?” tanya Aiman. Julius pun memberitahukan dokter dan petugas medis yang melakukan tes DNA padanya dan pada Calista. Setelah mengetahui siapa petugas medis yang menangani tes DNA antara Julius dan Calista, Aiman pun langsung mengambil ponsel kemudian menelepon rumah sakit miliknya yang dikelola oleh Julius. “Baik terima kasih,” kata Aiman saat mendengar jawaban dari seberang sana. “Apa sekarang papa percaya padaku?” tanya Julius. Aiman menghela napas sebanyak-banyaknya kemudian menghembuskannya. Rupanya, ia percaya pada sang putra. “Biar papah yang urus!” kata Aiman, Julius pun mengangguk. “Kalau begitu, aku pergi, Pah.” Julius pun bangkit dari duduknya kemudian ia keluar dari ruang kerja sang ayah. Saat berada di depan ruangan kerja sang ayah, Julius tersenyum, rencananya berjalan mulus. Dari mata sang ayah, menatapnya, ia yakin sang ayah percaya padanya. Sekarang, dia hanya perlu membereskan Sahila dan putrinya, putri yang tidak pernah ia anggap dan tak pernah ia inginkan sebelumnya. Julius pun kembali melanjutkan langkahnya, kemudian keluar dari kediaman orang tuanya. Lalu setelah itu, berjalan ke mobil dan menyalakan mobilnya lalu memajukannya menuju ke rumah yang selama ini ditempati oleh istri dan anaknya, atau yang sekarang lebih tepatnya mantan istri dan anaknya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, senyum tak henti-hentinya menghiasi wajah Julius, karena ia akan meresmikan pernikahannya dan mengenalkan Erika sebagai istrinya sahnya. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Julius sampai di kediaman Sahila dan Calista. Julius turun dari mobil, kemudian ia langsung masuk ke dalam. "Pak, Julius,” sapa asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman yang ditempati Sahila. “Bereskan semua barang milik Sahila dan Calista, bereskan saja pakaian mereka jangan ada yang dibawa selain pakaian milik mereka!” titah Julius membuat Bi Ina mengerutkan keningnya, ia menatap Julius dengan bingung. “Apa ini untuk di rumah sakit, Pak?” tanya Bi Ina, wanita paruh baya itu berusaha bertanya selembut mungkin pada Julius, karena takut memancing emosi tuannya. “Mereka akan pergi dari sini. Jadi cepat bereskan saja pakaian mereka dan jangan ada yang terbawa selain pakaian!” balas Julius membuat Bi Ina terdiam. “Cepat!” Julius menekankan ucapannya, hingga Bi Ina tersadar, secepat kilat, ia pun langsung pergi ke atas untuk pergi ke kamar Sahila. Setelah berada di kamar sahila, Bi Ina terdiam sejenak. Ia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi. Namun tak lama, ia terpikirkan sesuatu. Ia pun langsung mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu menelepon Sahila. “Hallo, Bu. Bapak Julius datang meminta saya untuk mengemasi pakaian ibu dan Calista. Lalu, apa yang harus saya lakukan?” tanya Bi Ina. “Baik ... Baik, bu Saya akan menunggu ibu.” Bi Ina langsung menutup panggilannya, ketika mendengar jawaban Sahila. *** Napas Sahila terasa tercekat di tenggorokan, dadanya bergemuruh saat mendengar apa yang diucapkan oleh Bi Ina. Bagaimana mungkin Julius tega mengusirnya, sedangkan Calista baru saja akan pulang dari rumah sakit. Ia pikir, ucapan Julius yang saat itu mengusirnya hanya gertakan. Tapi, ternyata Julius benar-benar mengusirnya. Kebetulan, hari ini Calista diperbolehkan untuk pulang dan barusan, ketika ia dan Calista akan keluar dari ruang rawat, Bi Ina meneleponnya, dan mengatakan tentang apa yang Julius katakan, dan tentu saja itu membuat lutut Sahila melemas. “Bu … ibu kenapa?” panggil Calista dari arah belakang, gadis kecil itu heran dan bertanya karena sang ibu tampak terdiam. Sahila menghapus sudut matanya, kemudian menoleh. Ia memeluk putrinya. “Tidak apa-apa, ibu tidak apa-apa, ayo kita pulang!” Sahila masih berusaha meredam semuanya. Setelah ia sampai rumah, ia akan memohon belas kasih Julius. Setidaknya, Julius memberikan tempat untuknya tinggal. Setelah itu, mereka pun keluar dari ruang rawat yang selama ini ditempati oleh Calista. Taxi yang ditumpangi Sahila dan Calista akhirnya sampai di depan rumah, mereka pun langsung turun dan langsung masuk ke dalam rumah. “Julius!” panggil Sahila, Julius yang sedang duduk di sofa menoleh. Tatapannya langsung bertemu dengan Calista. Wajah Calista berbinar saat melihat sang ayah. Namun saat melihat tatapan mata ayahnya yang begitu tajam, Calista langsung bersembunyi di belakang tubuh sang ibu. “Kalian sudah pulang rupanya!” Julius bangkit dari duduknya, kemudian menghampiri Sahila dan Calista yang sedang berdiri. “Aku rasa Bi Ina sudah menelponmu dan kau sudah tahu bukan apa yang akan terjadi dan karena sekarang kau sudah di sini, cepat bereskan barang-barangmu. Jangan membawa apapun selain pakaian kalian berdua!” kata Julius, membuat tubuh Sahila bergetar. “Calista kau tunggu di kamarmu dulu oke. Ibu akan berbicara dengan ayah!” titah Sahila, ia tidak ingin Calista mendengar hal yang menyakitkan. “Julius, kenapa kau begitu tega pada kami. Bagaimana mungkin kau mengusirku dan Calista. Aku menerima jika kau menceraikanku. Tapi, tolong berikan aku rumah untuk berteduh,” ucap Sahila membuat Julius tertawa, seketika Julius maju ke arah Sahila, kemudian ia mendorong bahu Sahila. “Kau masih berani meminta itu setelah kau menipuku bertahun-tahun,” ucap Julius, seketika Sahila mengangkat kepalanya, kemudian ia langsung menatap Julius dengan tatapan bingung. “A-apa maksudmu?” tanya Sahila dengan wajah yang bingung. “Calista bukan putriku dan berani sekali kau menjebakku selama 8 tahun ini,” balas Julius, ia berbicara seserius mungkin agar Sahila percaya. Wajah Sahila sudah memucat, dadanya berdegup kencang. Bagaimana mungkin Julius mengatakan itu. “Apa maksudmu, Julius. Bagaimana mungkin ....” wajah Sahila sudah panik. Bahkan, tanpa sengaja ia berteriak di hadapan wajah Julius. Antara emosi, kesal dan takut bercampur menjadi satu. “Aku sudah melakukan tes DNA dan Calista bukan putriku!” bentak Julius. Kali ini, Julius membentak Sahila membuat tubuh Sahila terperanjat kaget. Bahkan ia hampir saja terhuyung ke belakang. ”Sebelum aku melaporkanmu, sebaiknya kau pergi dari rumah ini dan jangan pernah lagi menunjukkan dirimu di hadapanku. Tidak ada pembagian harta gono gini. kau tidak boleh membawa apapun dari sini dan aku akan berhenti membiayai anak sial itu.” Julius berbicara dengan menekankan kata-katanya, membuat Sahila terdiam. Ia bahkan tidak menyangka, ucapan itu akan keluar dari mulut Julius, sungguh lelaki ini benar-benar Arogan. BERSAMBUNG.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD