Sekolah Menengah Atas

1015 Words
Pov Raka "nah begitu kalau begitu kan cakep...!" ujar Mbak Vira sambil mencubit pipiku kembali. "Sudah sih jangan mencubit pipi gua terus, Emangnya gua masih bayi apa?" Elakku sambil menggelengkan kepala, karena agak risih dicubit terus. "Sudah jangan banyak ngedumel, Ayo berangkat nanti gue kesiangan." "Sudah disuruh untuk naik taksi online, malah maksa...." gerutuku sambil menarik tuas gas motor, sehingga motor yang aku kendarai melaju keluar dari halaman rumah menuju ke jalan besar. Pagi itu, Suasananya sangat cerah, mobil-mobil terlihat berlalu-lalang memadati setiap ruas jalan, suara klakson terdengar begitu riuh, ketika ada kemacetan. matahari di ufuk timur sudah menampakan diri, memberikan kehangatan bagi jiwa-jiwa yang sepi, memberi secerca Harapan bahwa kehidupan akan terus berlanjut. Setelah selesai mengantarkan Mbak Vira, Aku melajukan motorku ke sebelah selatan, menuju salah satu sekolah menengah atas tidak ternama namun sangat terkenal dengan siswi-siswinya yang sangat cantik. itulah mengapa alasanku memilih sekolah ini agar aku bisa mendapatkan salah satu dari mereka. pikirku masa iya dari ribuan siswi yang cantik itu, tidak ada satupun yang mau menerima cintaku. Namun sayang sudah setahun lebih Aku bersekolah di SMA itu, belum ada satupun tanda-tanda bahwa aku akan segera memiliki pacar, merasakan bagaimana jatuh cinta. Pukul 07.00 tepat, Aku sudah sampai di gerbang sekolah terlihat remaja-remaja yang menggunakan seragam putih abu-abu sudah berdatangan masuk ke dalam gerbang. begitu juga denganku yang dengan cepat menuju ke parkiran untuk memarkirkan motor. Setelah memarkirkan motor, aku menarik nafas dalam menyiapkan tenaga untuk memulai hari yang sangat membosankan, karena bersekolah di tempat ini tidak sesuai dengan ekspektasi. harusnya waktu setahun lebih, aku sudah berkali-kali berganti pacar, namun sampai sekarang aku masih sendiri. Kulangkahkan kakiku dengan penuh keyakinan menuju majalah dinding sekolah, kemudian mengeluarkan tulisanku yang sudah diprint lalu menempelkan di tempat itu. tapi ketika mengembalikan tubuh hendak masuk ke ruangan kelas, tiba-tiba ada yang menyapaku. "Mas Bro.....! Mengapa kau berburam durja anak muda, ada apa?" tanya orang itu yang bernama Sulistyo tapi dia selalu ingin dipanggil Tio, sahabatku yang selalu setia menemani. namun ada dua hal yang aku tidak suka Dari Dirinya. pertama dia selalu memanggil orang dengan sebutan Bro, ke dua so ganteng, padahal wajahnya biasa saja, lebih mirip celengan Semar. "Bro....! kalau misalnya gua Fokus sama sekolah dan gua fokus menyelesaikan buku gua, emangnya Gua salah ya?" tanyaku sambil melirik ke arahnya. "Enggak...!"jawab Tio sambil celingukan seperti Sedang berpikir. "Gua ini jomblo terhormat kan?" tanyaku kembali. "Iya, kenapa emang?" "Berarti kalau detik ini juga, menit sekarang juga, gua mau mendapatkan cewek, pasti gua bisa kan?" "Bisa...!" jawabnya sambil manggut-manggut. "asal ada cewek yang mau sama Lu, Mas Bro!" "Kambing....!" Dengusku membuang wajah. "Begini ya Mas Bro, lu tuh jomblo angkut....! jadi nggak usah sok deh, mau fokus sama sekolah. bilang saja kalau lu tuh nggak laku. coba Elu jujur sama diri sendiri...," ujarnya sambil mendorong tubuhku untuk melanjutkan perjalanan menuju kelas, sehingga membuatku berhenti, lalu menatap wajahnya yang menyebalkan itu. "Dasar kambing.....! Bro gua ini bukannya gak laku, gua. gua....!" ujarku tergagap karena memang benar begitulah kenyataannya. "gua belum bertemu saja dengan orang yang pas," lanjutku menyembunyikan kegetiran. Dari arah jauh terlihat ada dua cewek yang menunjuk-nunjuk ke arah kita, seperti sedang membicarakan tentang kita berdua. Namun aku belum yakin, sehingga memindai area sekitar takut ada orang yang berdiri di sekitaranku. tapi setelah diperhatikan Tidak ada orang lain yang berada di tempatku berdiri, hanya ada orang-orang yang sedang lewat. Plak! plak! Tangan Rio memukul pundakku. "akhirnya, dan akhirnya pancaran sinar kegantengan gua sudah terlihat juga mas bro." ujarnya sambil cengengesan seperti orang yang kurang waras, menyambut dengan senyum-senyum kedua cewek yang terlihat sedang memperhatikan kita. membuat Tio semakin memasang aksi, dengan merapikan rambut dan kerah bajunya. Aku hanya menatap penuh kejijian, melihat kelakuan sahabatku yang sok kegantengan. namun sudut mataku tetap memperhatikan kedua wanita yang terlihat malu-malu, mungkin mereka sadar bahwa aku juga sedang memperhatikan mereka, sehingga salah satu dari Siswi itu menarik tangan sahabatnya, untuk pergi meninggalkan tempat itu. "Kalau ternyata Mereka ngeliatin gua bagaimana?" Tanyaku menyanggah pendapat Tio. "Ya Nggak mungkin lah, Mas Bro. Gantengan juga gua, daripada lu....!' jawabnya yang hanya bisa membuatku menarik nafas dalam. "kenapa mendengus, Elu gak percaya. nih Lihat....! kalau nggak percaya," lanjutnya sambil celingukan mencari sesuatu. terlihat dari arah depan ada seorang siswi yang berjalan mendekati, dengan sigap Tio pun menyapanya. "Pagi Syahna....! kamu cantik banget sih hari ini," goda Tio sambil cengengesan. "Ya iyalah, Emangnya Elu..! yang jelek melulu setiap hari." seketika wajah Tio pun tertekuk, tangannya kaku tak bisa tergerakkan, membuat suara tawaku menggelegar merasa puas karena udah ada orang yang mengingatkan. "Makan tuh ganteng....! hahaha," ledekku sambil mengusap wajahnya. Aku berlalu pergi meninggalkan wajah Tio yang sedang bermuram durja, karena secara tidak langsung dia sudah ditampar oleh kenyataan, bahwa dirinya tidak ganteng sama sekali. "Tunggu....! tunggu....! Mas Bro Tunggu....!" teriaknya sambil berlari mengejarku, sehingga akhirnya kita berjalan bersama menuju kelas yang kebetulan kita sekelas bareng. Hari Senin, adalah hari yang sangat membosankan. selain kita harus datang pagi-pagi, kita juga harus berdiri berjemur mengikuti upacara. Ingin rasanya memiliki penyemangat untuk menjadi alasan aku tidak malas ketika pergi menuntut ilmu. namun sampai sekarang itu hanya masih dalam khayalan, masih ada dalam tinta-tinta yang aku goreskan. Kegiatan belajar mengajar pun berlalu begitu saja, Meski terasa seperti sewindu, namun ketika diikuti akhirnya bel pulang pun berbunyi. membuatku menarik nafas lega seperti baru terbebas dari jerat vonis sang Hakim. "Pulang bareng nggak Mas Bro?" tanya Tio sambil merapikan buku dimasukkan ke dalam tasnya. "Pulang masing-masing aja sih...! Kan kita beda tujuan dan beda jalur," jawabku yang masih terduduk merasa lemas setelah seharian belajar. "Ya Udin...! Awas aja kalau kamu butuh....!" Ancamnya sambil berlaru pergi bergabung bersama siswa-siswi lainnya yang terlihat memenuhi pintu kelas. Aku menarik napas kembali, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. lalu merapikan buku tulis yang masih berantakan. Setelah semuanya dirasa rapih dan tidak ada yang tertinggal, dengan gontai berjalan keluar hendak menuju ke parkiran. namun ketika melewati salah satu pintu kelas yang berada di lantai bawah, terdengar ada yang memanggil. "Kak Raka....! Kak Raka.....!" Panggil suara seseorang, membuatku menghentikan langkah memastikan bahwa orang yang memanggil adalah seorang perempuan. membuat Jantung lumayan berdegup, karena baru sekarang aku dipanggil oleh suara perempuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD