bc

Wanita Pilihan Tuan Hugo

book_age18+
887
FOLLOW
7.2K
READ
billionaire
sensitive
CEO
drama
tragedy
serious
city
polygamy
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Mama dan papa mengundang kamu ke sini adalah untuk memperkenalkan kamu dengan Putri. Putri ini adalah kekasihnya Gandi di masa lalu. Kami dan seluruh keluarga sudah sepakat untuk menjadikan Putri ini sebagai istri kedua Gandi yang nanti akan melahirkan anaknya Gandi. Rencana pernikahannya adalah bulan depan.

Bagai tersambar petir Nadia mendengar itu. Tersentak luar biasa. Inilah awal dari cobaan berat dalam hidup seorang Nadia. Dipoligami, difitnah, bahkan kemudian diceraikan oleh suaminya.

Masalah tak cukup hanya sampai di sana. Karena takdir mempertemukannya dengan Hugo, seorang pria berkuasa dan casanova. Hugo membuat hidupnya kian kacau dan jauh dari ketenangan.

Lalu apakah Nadia tidak akan menemukan kebahagiaan di hidupnya?

Sebelum membaca, tap love, follow author, dan jangan lupa kasih komentar yang banyak.

chap-preview
Free preview
KEJUTAN.
Nadia menyambut kepulangan suaminya dengan senyuman. Itulah yang setiap hari dilakukannya. Dan Gandi sebagai suaminya, akan mengulurkan tangan pada Nadia. Kemudian Nadia akan menyambut uluran tangan itu dan menempelkannya ke kening. "Aku masak makanan kesukaan, mas," ucap Nadia sembari membantu Gandi melepaskan jas kerjanya. "Oya? Sayang sekali kita tidak bisa makan di rumah." Mata Nadia melebar. "Lho, kenapa mas?" "Karena mama menyuruh kita ke rumah." "Memangnya di rumah mama ada acara? Kok aku tidak tau?" "Setahuku sih tidak. Mama hanya bilang katanya ada kejutan." Kening Nadia mengerut. "Kejutan ..." gumamnya lirih. Entah mengapa hatinya merasa tidak enak. "Aku mandi dulu ya." Gandi menepuk bahu Nadia, lalu melangkah menuju kamar mandi. Nadia mengangguk. "Iya, mas. Aku sudah menyiapkan handuk bersih di kamar mandi." * Selepas Maghrib, Nadia dan Gandi berangkat ke rumah orangtua Gandi yang memerlukan waktu 20 menitan perjalanan. Begitu sampai, keduanya tampak bingung memperhatikan sebuah mobil asing yang terparkir di halaman tersebut. Bisa dipastikan ada tamu yang sedang bertandang. Mungkinkah kalau ini yang disebut kejutan oleh mama? "Ada tamu sepertinya, mas," ucap Nadia pada Gandi. "Iya. Sepertinya memang seperti itu. Ayo kita masuk." Keduanya pun keluar dari mobil, lalu melangkah masuk ke dalam sembari mengucapkan salam. Tapi karena tidak ada siapapun di ruang tamu, tak ada yang menjawab salam mereka. Keduanya terus melangkah masuk lebih dalam menuju ruang keluarga yang luas. Di sanalah keduanya menemukan kedua orang tua Gandi dan ... seorang wanita cantik nan seksi. Wanita itu tampak akrab bercengkrama dengan Ambar. Nadia tidak mengenal wanita itu karena baru kali ini melihatnya. Namun, tidak begitu dengan Gandi. Sebuah nama yang begitu saja lolos dari bibir Gandi, membuatnya langsung menoleh pada suaminya itu. "Putri ...." Wanita yang namanya disebut oleh Gandi, langsung menoleh. Begitu pun dengan Ambar. Keduanya langsung melempar senyum pada Gandi. "Nah, itu dia sudah datang. Kok tidak kedengaran salamnya?" sambut Ambar dengan sumringah. "Ee... Mungkin karena kami terlalu pelan mengucapkannya," jawab Gandi dengan wajah bingung. "Apa ... Putri ini yang mama sebut kejutan?" "Iya. Kamu senang 'kan?" jawab Ambar enteng. Dia menyentil bahu Putri. "Kok diam saja? Sapa dong. Kalian 'kan sudah lama tidak bertemu." Putri tersipu. "Eee, maaf. Karena sudah lama tidak bertemu jadi gugup." Lalu Putri beranjak dari duduknya untuk mendekati Gandi. Wanita cantik itu kemudian mengulurkan tangannya ke arah pria itu. "Apa kabar, Gan?" Ragu Gandi menerima uluran tangan Putri. "Kabar baik. Bagaimana denganmu?" "Seperti yang kamu lihat, aku baik," jawab Putri dengan tubuh yang terus bergerak. Dia lalu menoleh pada Nadia. "Oya, ini ya istri kamu?" Gandi mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. "Iya, dia istriku. Namanya Nadia." Bola mata Gandi lalu bergulir pada Nadia. "Nad, ini Putri. Dia itu ...." "Wanita yang pernah mengisi hati Gandi. Putri." Tiba-tiba saja tangan Putri sudah terulur pada Nadia. Campur aduk Nadia mendengar ucapan Putri. Namun, dia tidak bisa mengabaikan tangan mantan kekasih Gandi tersebut. Nadia pun menjabatnya dengan tersenyum kaku. "Nadia." Tangan dua wanita cantik saling bersentuhan satu sama lain. Entah mengapa Nadia bisa merasakan jabatan tangan Putri yang erat seolah memamerkan dirinya yang mantan kekasih sang suami. "Karena kalian berdua sudah saling kenal, ayo sekarang kita ke meja makan. Kita makan malam bersama." Ambar membuyarkan atmosfer yang kaku dan seolah ada persaingan. Keempatnya lalu menuju meja makan. "Bentar mama akan panggil papa dulu." Ambar meninggalkan mereka bertiga di meja makan. Atmosfernya semakin tidak nyaman. "Kamu tidak berubah, Gan. Masih tampan seperti dulu," Putri memecah keheningan. Gandi yang tidak ingin suasana kaku, membalas pujian Putri. "Kamu pun begitu." "Berarti masih cantik dong." Keduanya tertawa kecil. Mereka mengabaikan perasaan Nadia yang merasa tidak dianggap keberadaannya. Jika tidak menghormati orangtua Gandi, mungkin dia sudah meninggalkan meja makan ini. Beberapa menit setelahnya, Ambar kembali ke meja makan dengan Santoso suaminya. "Ayo kita semua makan. Masakan Mbok Siti itu sangat enak." Ambar menyentuh tangan Putri yang kebetulan duduk di sebelahnya. "Makan yang banyak ya, Put. Jangan malu-malu. Anggap ini rumah kamu sendiri dan kami adalah orangtuamu." Putri tersenyum. "Pasti ma. Dari dulu pun aku selalu menganggap mama sebagai mamaku sendiri. Dan... aku pasti akan makan banyak." "Bagus." Mereka pun menikmati makan malam dalam diam. Ketika makan malam selesai, Santoso dan Ambar menahan Gandi dan Nadia beranjak dari tempat duduk lantaran ada yang akan disampaikan oleh mereka berdua. "Oya, Nad, Gan, kalian diundang datang ke sini pasti bertanya-tanya ada apa. Khususnya kamu Nadia. Mama dan papa mengundang kamu ke sini adalah untuk memperkenalkan kamu dengan Putri. Putri ini adalah kekasihnya Gandi di masa lalu." Ambar mulai mengatakan yang menjadi inti undangan makan malam ini. "Mama, papa, dan seluruh keluarga sudah sepakat untuk menjadikan Putri ini sebagai istri kedua Gandi yang nanti akan melahirkan anaknya Gandi. Rencana pernikahannya adalah bulan depan." Bagai tersambar petir Nadia mendengar itu. Tersentak luar biasa. Begitu pun dengan Gandi yang belum mengetahui rencana ini sama sekali. "Apa?! Calon istri Mas Gandi?! Ma-maksudnya apa ini?!" Nadia menoleh pada Santoso. "Jelaskan pa! Ini maksudnya apa?!" Santoso menatap Nadia lembut seolah yang baru diucapkan oleh sang menantu adalah sebuah kenormalan. "Begini Nad, Gandi kan sudah menikahi kamu selama tujuh tahun. Tapi belum juga dikaruniai anak. Mama dan papa sudah merasa tua dan takut ajal tak lama lagi menjemput kami. Karena sangat ingin menimang cucu dari Gandi dan mamastikan nanti ada yang mewarisi kekayaan Gandi selagi nafas masih ada. Makanya mama dan papa ingin Gandi menikah lagi. Jadi Putri ini adalah calon istrinya." CRASS! Nadia merasa ada belati yang menebas hati. Sakit luar biasa mendengar penjelasan sang papa mertua. "Ba-bagaimana papa dan mama bisa tega melakukan ini kepadaku? Ba-bahkan tidak ada yang meminta persetujuan dariku." "Iya, pa. Nadia benar," sahut Gandi. "Seharusnya sebelum papa dan mama membuat keputusan dan memusyawarahkan dengan keluarga yang lain, papa dan mama memusyawarahkannya dulu pada kami. Minimal padaku dulu." "Lho sekarang inilah kita sedang memusyawarahkannya." "Tapi kalian sudah memutuskan, bukan lagi memusyawarahkannya." Gandi menyangkal. "Sudahlah, Gan. Jangan dibuat ribet. Yang penting, sebelum hari pernikahan, kamu sudah tau kalau kamu akan menikahi Putri. Siapkan mentalmu ya. Biar kami yang menyiapkan pernikahan." Gandi terdiam. Sementara Nadia, hatinya hancur tak berbentuk. Mengapa tidak ada yang bertanya bagaimana perasaannya saat ini? Mengapa perasaannya tidak dianggap? Apakah mereka semua tidak tahu kalau hatinya terluka? Atau tahu tapi tidak perduli? Nadia ingin sekali berteriak menyuarakan perasaannya atau pun lukanya mendengar keputusan ini. Tapi dia tahu itu percuma. Satu lawan tiga orang. Ah, mungkin empat karena dia tidak yakin Gandi akan membelanya. Dia sangat memahami Gandi, begitu penurut pada orangtuanya. Yang bisa dilakukan saat ini sebagai bentuk protes pada keadaan ini adalah dengan pergi dari semua orang yang tidak perduli padanya ini. Set! Nadia berdiri dari duduknya dengan mata yang berkaca-kaca. "Kamu mau kemana, Nad?" tanya Gandi dengan wajah bingung. "Aku mau pulang mas. Aku tiba-tiba merasa tidak sehat." "Ya sudah. Kalau begitu aku juga pulang." Gandi berdiri. Tapi Ambar langsung protes. "Tidak bisa begitu, Gan! Kalau Nadia tidak mau bermusyawarah tidak apa-apa. Tapi kamu harus tetap di sini. Kita harus membicarakan ini sampai tuntas." Gandi membeku. Dia sulit untuk memilih Nadia dari orangtuanya. Akhirnya, dengan berat hati dia membiarkan Nadia pergi dan kembali duduk di kursinya. Setetes bening mengalir dari kedua sudut mata Nadia melihat sikap Gandi. Sakit tapi tak berdarah. Dia seperti tidak akan pernah melihat harapan suaminya akan menolak perjodohan ini. Langkahnya keluar rumah pun seperti menginjak ribuan paku. Meski sakit tak terperi, tetap tidak berdarah. Gelegaar! Gelegaaar! Petir bersahutan di langit begitu kakinya menginjak rumput halaman. Titik-titik bening menghujam bumi dan tubuhnya bagai ribuan jarum. Tepat langkahnya sampai di tepi jalan, titik-titik bening itu berubah menjadi guyuran air yang begitu deras. Air hujan itu pun berbaur dengan airmata Nadia untuk membasahi tubuhnya. Untung saja samar-samar Nadia melihat sebuah mobil dari kejauhan yang melaju ke arahnya. Nadia melambaikan tangan menyetop mobil tersebut. Tanpa bertanya, ketika mobil berhenti, Nadia langsung masuk ke dalamnya dan duduk di kursi belakang. "Mas antarkan aku ke griya permadani." Pria yang duduk di kursi pengemudi tertegun sembari melirik Nadia dari kaca tengah dengan sepasang mata elangnya yang tajam. "Maaf nona, tapi aku bukan supir taksi." Bersambung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook