Part 2

2072 Words
Suatu hari Sandiaga membuat sebuah acara pertemuan keluarga yang mengaitkan dua keluarga yaitu mengenai perjodohan yang akan dilangsungkan untuk cucunya Reyhan. Sandiaga mengadakan sebuah pertemuan di dalam kediamannya. Sementara Reyhan sang cucu, sekaligus calon mempelai pria belum juga datang karena ada meeting di dalam perusahaan. "Maafkan cucuku, dia ada meeting dadakan. Sampai-sampai belum datang." Ucap Sandiaga dengan wajah berkeringat. "Tidak apa-apa, Anda tidak perlu cemas." Sahut Andika, ayah dari Melani Anisa calon mempelai wanita. "Baru pertemuan saja tidak datang, apalagi kalau saat acara pernikahan? Mungkin saja Om-om itu juga akan kabur." Celetuk Melani dengan sengaja. "Mela!" Bentak ibunya seraya mencubit putri semata wayangnya tersebut. Mendengar semua itu Sandiaga menjadi tidak enak hati dengan tamunya. Reyhan sudah terbiasa datang terlambat, mengabaikan perjodohan yang dia rancang untuk cucu satu-satunya tersebut. Namun kali ini Sandiaga sudah mengancam Reyhan, jika sampai menolak perjodohan lagi ia akan menangguhkan statusnya di dalam perusahaan. Mencabut yang pernah ia wariskan pada Reyhan. "Tuan Besar, Anda baik-baik saja?" Tanya salah seorang yang selalu menjaga pria berambut putih tersebut. "Aku baik-baik saja, kamu cepat hubungi Reyhan. Sudah jam segini dia belum sampai-sampai." Perintahnya pada asistennya itu. "Baik Tuan Besar." Asistennya segera menghubungi Reyhan, pria itu segera melapor padanya. "Tuan Muda sedang menuju ke dalam kediaman, Tuan Besar." Ucap asistennya dengan tubuh membungkuk hormat. Sandiaga hanya melambaikan tangannya ke arah asistennya tersebut. Kesehatan jantungnya memang kurang baik akhir-akhir ini jadi dia cemas kalau sampai meninggal dan belum melihat pernikahan cucu satu-satunya tersebut. Sudah berbagai cara dia lakukan untuk mendekatkan Reyhan dengan beraneka model gadis. Namun Reyhan tetap menolak. Pria itu tak mau menerimanya. Dari seorang model ternama, sampai artis, bahkan putri rekan bisnisnya. Reyhan menolak semuanya. Dan kini Sandiaga membawakan gadis kecil untuk cucu semata wayangnya tersebut. Awalnya Reyhan juga menolak, dan Sandiaga terpaksa mengancam dengan pencabutan statusnya sebagai cucu dari Sandiaga. Reyhan yang sangat mencintai perusahaan tidak bisa terpisah dengan pekerjaannya langsung mengiyakannya meski dalam hati menolak. Reyhan masuk ke dalam ruangan, pria itu membungkuk hormat memberikan salam kepada dua keluarga. Kakek, nenek, Ayah dan mamanya, serta keluarga Andika. Hanya sekilas Reyhan melirik ke arah gadis yang akan dijodohkan dengannya. Kakeknya bilang gadis itu bernama Melani Anisa. Hanya itu yang perlu dia ingat saat ini. Dua keluarga tersebut makan bersama. Melani sejak awal acara sampai selesai acara makan bersama hanya diam tidak mau bicara sama sekali. Melani dalam hati sangat membenci Reyhan. Pria itu dinilainya sombong. Padahal selama ini Melani selalu menjadi bunga di sekolahnya. Menjadi gadis rebutan para siswa pria di dalam kelas dan dari kelas lain. "Reyhan? Ajak Melani jalan-jalan di taman." Ucap Juwita, nenek Reyhan. "Baik Nek." Reyhan segera berdiri dari kursinya, lalu membungkuk hormat. Pria itu menunggu Melani berdiri untuk pergi bersama dengannya, berkeliling taman. Reyhan tahu niat neneknya adalah untuk membuat dirinya dengan Melani agar saling mengenal satu sama lain. "Mela?" Ibu gadis itu kembali mencubit Melani karena anak gadisnya tak kunjung berdiri dari kursinya. "Brak!" Melani menghentakkan sepatunya di lantai. Dengan bibir cemberut kesal gadis itu mendahului Reyhan keluar dari dalam ruangan. Diikuti oleh Reyhan dari belakang punggungnya. "Maafkan putri kami. Kami kurang keras dalam mendidik." Ucap Andika ayah dari Melani dengan wajah cemas, takut kalau sampai keluarga Sandiaga tidak menyukai putrinya. "Tidak masalah, sepertinya mereka cocok. Iya kan?" Ujar Sandiaga pada mereka. Seluruh orang tergelak mendengarnya, merubah suasana canggung menjadi akrab antar dua keluarga. Melani mendahului Reyhan, gadis itu melangkah cepat-cepat setiap menjejakkan kaki di jalan setapak taman. Reyhan hanya melangkah santai, dia mengikuti perintah kakeknya. Karena Reyhan tak kunjung membuka percakapan antara mereka berdua Melani memilih bertanya padanya. "Om? Kamu kenapa tidak menolak dengan perjodohan ini?!" Melani merentangkan kedua tangannya, menghalangi langkah Reyhan. Gadis itu ingin Reyhan menjawab pertanyaan darinya terlebih dahulu. "Karena perjodohan ini dari Kakekku. Jadi aku tidak bisa menolaknya sesuka hati." Jawabnya apa adanya dengan nada datar, tanpa sebuah senyuman. Sebetulnya Reyhan ingin sekali marah ketika mendengar Melani memanggilnya dengan sebutan Om. Tapi dia tahan semuanya baik-baik, dia tidak mau mengacaukan acara kakeknya. "Sesederhana itu? Jangan-jangan Om sudah suka sama Melani?" Tebak gadis itu tanpa rasa malu. Reyhan ingin berkacak pinggang, ingin membalas amarah dengan amarah. Tapi batal! Ia malah melipat kedua tangannya lalu mengukir sebuah senyuman manis, yang dinilai mahal untuk dia ukir. Apa lagi di depan seorang gadis kemarin sore seperti Melani yang tinggi badannya tidak ada setinggi bahunya. "Apakah kamu pernah melihatku sebelum hari ini?" Reyhan melangkah satu langkah ke depan. Nada bicara pria itu masih sama, datar tanpa tekanan. Melani menggelengkan kepalanya, Reyhan menurunkan salah satu tangan Melani yang masih terentang di depannya karena menghalangi langkah kakinya. "Lalu Om mau saja begitu? Sama aku?" Melani menyambar lengannya, dan itu pertama kalinya seorang wanita dengan berani menyentuhnya. Jika biasanya dia pasti akan mengibaskan genggaman tangan orang tersebut. Atau malah menghindarinya, hingga orang tersebut menyentuh udara kosong lalu terhuyung jatuh ke lantai dengan wajah tercabik karena menahan mau alang-kepalang tanpa ampun lagi. Reyhan sekali lagi mengukir senyum, dia masih menatap ke arah lengan kanannya yang kini dalam genggaman tangan Melani. "Hem." Jawabnya singkat. "Irit banget kalau bicara." Keluh Melani, lalu melepas genggaman tangannya. Mereka berdua berjalan beriringan, tanpa bicara apa-apa lagi. Melani juga tidak tahu apa yang ingin dia tanyakan. Sedangkan Reyhan sama sekali tidak tertarik untuk membuka percakapan sama sekali. Melani sudah membayangkan bagaimana jika mereka berdua menikah nanti. Reyhan akan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam perusahaan karena pria itu sangat mencintai pekerjaannya. "Om." Melani menghentikan langkah kakinya. Gadis itu mengukir senyum pada bibir mungilnya ketika Reyhan menoleh ke samping menatap wajahnya. "Kenapa?" "Om tahu Melani sangat benci sama Om-om sepertimu?" Tanya Melani dengan sengaja. "Kamu cuma mau membuatku marah, lalu aku membatalkan perjodohan?" Reyhan menggerai senyum lebar lalu menggelengkan kepalanya. Melani terlihat kecewa, memang itu tujuan gadis itu menanyakan hal tersebut. Bahkan tidak tanggung-tanggung mengucapkan kalimat pedas dengan sengaja. "Kenapa? Om pasti punya pacar di luar sana. Seorang pewaris satu-satunya seperti Om ini. Nggak mungkin kan tidak punya pacar?" Protes Melani, dia merasa semua usahanya sia-sia untuk membuat pria itu marah padanya. "Tidak ada." Sahut Reyhan singkat. Melani membelalakkan kedua matanya, lagi-lagi gadis itu menyambar lengan Reyhan untuk mendengar kejelasan lebih lanjut dari pria tersebut. Reyhan terkejut, sudah dua kali ini gadis itu berani mencekal lengannya. "Om pasti bohong kan?" "Tidak." "Om gay?" Cetus Melani. Reyhan memucat, ini sudah sangat keterlaluan. Dia ingin sekali marah, tapi sekali lagi dia menghirup udara sebanyak mungkin untuk meredakan gejolak amarah dalam hatinya. Pria itu melanjutkan langkah kakinya, dia membiarkan Melani tetap memegangi lengannya sambil berkeliling taman. "Om?" Melani tambah kesal karena Reyhan tak kunjung menjawab pertanyannya. Itu yang Melani dengar dari para sahabatnya sejak dia menceritakan kalau dia akan dijodohkan dengan Reyhan Sandiaga. Pria tampan yang sama sekali belum pernah terlibat dengan wanita itu mendadak akan dijodohkan dengannya. Tentu saja Melani merasa itu sangat mustahil, dia tahu Reyhan adalah pengusaha muda yang sedang melejit dalam karirnya. Sementara dirinya hanya seorang gadis yang baru lulus SMA. Banyak sahabatnya yang mengatakan kalau Reyhan adalah pria gay karena diusianya yang sekarang belum menikah. "Ommm!" Jerit Melani dengan wajah tidak sabar. Reyhan segera meniup daun telinga kanannya karena berdengung mendengar jeritan Melani. "Kenapa? Aku nggak tuli." Akhirnya mengeluh juga dengan wajah kesal, karena sejak tadi lengan kanannya ditarik-tarik oleh Melani. "Om gay?" Pertanyaan sekaligus tuduhan dari Melani. Melihat wajah gadis itu yang mengatakannya dengan wajah yakin. "Aku setampan ini kamu bilang gay?" Reyhan sudah berkacak pinggang sambil melotot marah menunjuk pada wajah tampannya sendiri. "Om nggak laku nikah. Malah dijodohkan begitu, apa lagi kalau bukan gara-gara gay." Seru Melani lagi dengan sengaja. Dia merasa sudah berhasil membuat Reyhan marah, pikirnya sebentar lagi Reyhan akan membatalkan acara perjodohan tersebut. "Terserah kamu saja. Bicaralah sesukamu." Sahut Reyhan santai, dia berhasil meredam emosinya. Seribu kata menyakitkan dia terima, seribu ejekan dihidangkan oleh Melani untuknya demi batalnya acara hari ini. Reyhan selalu memikirkan kesehatan kakeknya, jadi dia terima saja diperlakukan demikian oleh Melani untuk saat ini. Melani merasa gagal membuat Reyhan marah. Dia berencana untuk membuat rencana lain untuk pertemuan mereka berdua berikutnya. "Kamu Om-om jelek, pria tua, nggak laku nikah, pria cuek, dingin, arogan, nggak mutu, punya kutu air, panuan, ketombe-an, dan aku nggak suka sama kamu." Ucap Melani tanpa peduli, lalu mendahului langkah kaki Reyhan di sebelahnya. "Woahh! Wah! Ini cewek! Wah!" Reyhan membelalakkan matanya, dia sudah melepas satu sepatunya bersiap melemparkannya pada Melani yang sejak tadi mencibir dirinya. Karena kesal sekali Reyhan membuang sepatunya ke samping bukan ke arah Melani. Melani mendengarnya, gadis itu kembali berbalik menatap ke arahnya setelah berjalan beberapa meter di depannya. "Tuh kan benar! Kenapa Om? Sampai sepatunya dilepas? Pasti gara-gara kutu air kan?" Melani menjulurkan lidahnya sambil berkacak pinggang mencibir ke arah Reyhan yang sedang berjalan dengan satu sepatu. Gadis itu tidak tahu kalau belakang punggungnya ada kolam ikan, dia terus melangkah mundur. "Hei! Itu!" Teriak Reyhan seraya menunjuk ke arah belakang punggungnya. Melani tidak mau mendengar, gadis itu terus berjalan mundur sambil mengejeknya. Reyhan mempercepat langkah kakinya, sampai-sampai kaki kanannya menginjak sebuah pecahan botol hingga berdarah karena sebelah sepatunya sudah dia buang entah ke mana. "Om jelek, Om tua, Om nggak laku. Om bau! Akkhh!" Melani kehilangan keseimbangan tubuhnya. Reyhan menyambar lengannya. "Hati-hati." Reyhan menariknya hingga Melani berdiri tepat beberapa inci di depannya. Reyhan meringis menahan nyeri pada kaki kanannya. Pria itu segera mendahuluinya masuk ke dalam kediaman keluarga Sandiaga. Melani melihat langkah Reyhan tertatih-tatih. Ada bekas darah pada tapak kakinya di lantai. Dia tidak tahu kalau kaki Reyhan terluka. Ada rasa sesal dalam hati kecilnya, tapi tetap saja dia tidak mau pernikahan antara dirinya dengan Reyhan terjadi. Melani menyusul Reyhan masuk ke dalam. Sampai di dalam dia mencarinya, tanpa ragu Melani masuk ke dalam kama Reyhan. Gadis itu melihat pria itu sedang duduk di tepi tempat tidur mengobati telapak kakinya. Reyhan terkejut melihat keberanian Melani. Gadis itu baru pertama kali bertemu dengannya secara langsung hari ini. Tapi sudah berani menginjakkan kakinya di dalam kamarnya. "Berani sekali kamu masuk ke sini?" Ucap Reyhan tanpa memalingkan wajahnya dari telapak kakinya. Pria itu sedang menuang cairan antiseptik pada lukanya, kemudian menggulung perban untuk membalut luka pada kaki kanannya. "Aku minta maaf." Melani berdiri tepat di depannya menghalangi cahaya lampu. "Minggir kamu." Perintah Reyhan padanya. "Aku tahu Om jelek pasti marah banget sama Mela. Mela janji nggak akan bikin Om jelek marah lagi." Tetap berdiri tegak di depan Reyhan tanpa mau beranjak sedikitpun. Reyhan gemas sekali, pria itu segera berdiri lalu menekan kedua bahu Melani hingga membuat tubuh mungil tersebut duduk berlutut di depannya. Melani merasa Reyhan sudah sangat berlebihan karena memaksa dirinya untuk duduk berlutut di lantai. Reyhan kembali melanjutkan aktivitasnya untuk membalut luka pada kakinya. "Om Jelek! Masa aku harus berlutut begini? Om ternyata tak hanya jelek. Tapi juga sangat menyebalkan dan arogan." Merasa terhina jadi melayangkan protes. "Berdirilah, aku sudah selesai." Ucap Reyhan dengan nada santai. Pria itu kembali mengemasi obat-obatan dan memasukkannya ke dalam kotak. Melani segera berdiri, gadis itu merapikan rambut panjangnya. "Kenapa tadi Om minta aku duduk berlutut?" Tanyanya bingung. "Kamu menghalangi cahaya lampu." Sahut Reyhan santai seraya menunjuk ke arah lampu. "Om keterlaluan, Om kan bisa minta Mela buat duduk di sana, atau di sana!" Berkacak pinggang menghadang langkah Reyhan dengan wajah marah. Reyhan masih memegangi kotak obatnya, dia batal meletakkannya di atas rak karena Melani berdiri tepat di depannya. "Kamu kan ngomel-ngomel terus tanpa jeda." Ucap Reyhan dengan nada datar. Melani terdiam mendengar jawaban Reyhan. Memang benar dia sejak tadi hanya bicara tanpa mau berhenti, sementara Reyhan hanya bicara seperlunya atau sekedar menjawab pertanyaan yang ia lontarkan padanya. "Hei?" Reyhan melambaikan tangannya di depan wajahnya. Pria itu melihat Melani terbengong, sementara kedua orang tuanya gadis itu sudah memanggil Melani dari luar pintu kamar Reyhan untuk mengajak Melani pulang. "Apa?" Tanya Melani. "Itu." Reyhan menunjuk ke arah pintu kamarnya yang terbuka. Sejak dia masuk ke dalam memang dia biarkan tetap terbuka. "Apa itu-itu? Mau ngerjain Mela!" Berteriak sambil mengepalkan kedua tinjunya ke arah Reyhan. Reyhan menggigit bibir bawahnya sendiri, karena kakinya masih terasa begitu nyeri. Di luar kamar Juwita nenek Reyhan dan Sandiaga kakeknya tersenyum melihat dua sejoli tersebut. Padahal biasanya Reyhan tidak akan membiarkan siapapun menginjakkan kaki di dalam kamarnya. Melihat Melani berada di sana mereka yakin kalau cucunya tersebut tertarik dengan Melani. "Ayah dan Ibumu." Ucap Reyhan pelan. Melani segera menurunkan kedua tangannya lalu berlari keluar menghambur ke arah ibu dan ayahnya. "Dasar cewek petasan!" Umpat Reyhan pelan lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kakek Reyhan segera menutup pintu kamar cucunya. Sebetulnya dia ke kamar Reyhan karena cemas dengan keadaannya. Beberapa menit yang lalu Sandiaga mendapatkan laporan kalau kaki Reyhan terluka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD