Bab 3 : Kuatkan hatimu, Bell!

1025 Words
Bella merasa sedih saat mendengar semua itu, betapa kejamnya sang suami yang secara tidak langsung menyakiti perasaannya. Padahal semua ini adalah kesalahan Aslan yang memperkosanya saat menjadi pelayan di pesta perusahaannya, bahkan Aslan melakukan hal tak terpuji itu di toilet hotel. Benar-benar ia pria yang b******k. "Bella, kau sudah sadar?" ucap Kanya sambil menggenggam tangan Bella. Bella mengangguk dan berusaha bangun namun dicegah oleh Kanya. Kanya memberikan air putih pada Bella dan membantunya untuk minum. Aslan masih berdiri memandang kedua istri yang akur, seharusnya ia senang malah justru kesal pada mereka. Saat itu juga, Aslan berjalan menuju ke arah pintu untuk keluar namun tentu saja dicegah oleh Kanya. "Mas mau ke mana?" "Aku lapar, ingin makan." Aslan menoleh. "Aku harus segera berangkat bekerja, jaga Bella!" Aslan menatap tajam Kanya, Kanya tak takut padanya karena mereka sama-sama keras kepala. Bella yang merasa tidak enak langsung menimpali. "Kak Kanya, saya tidak apa-apa. Biarkan Mas Aslan makan," ucap Bella. Aslan tersenyum kecut, risih sekali dia dipanggil 'Mas' oleh Bella. Bella juga terpaksa memanggilnya seperti itu karena ada di depan Kanya. Kanya menghela nafas lalu berpamitan untuk berangkat kerja pada Bella, Bella mengangguk dan kini ia sendirian di kamarnya. Bella menangis entah kapan ia bisa terbebas dari keluarga ini. Dia merasa tidak enak bahkan ingin sekali kabur dari sini. Berselang menit kemudian, Bibi Nana datang sambil membawa sebaki sarapan untuk Bella. Bella terduduk sambil menatap wanita tua itu, hanya Bibi Nana yang bisa menjadi tempat keluh dan kesah Bella. "Non, Bibi suapin, ya?" tanya Bibi. "Tidak usah, Bi. Saya tidak bernafsu makan." Bibi Nana tahu akan kegundahan Bella, wanita malang itu seolah serba bingung dengan situasinya tapi jika kabur maka sang jabang bayi bagaimana? Pasalnya Bella tidak punya uang sama sekali untuk membiyainya. "Makan, Non. Nanti Non Bella akan di ajak Tuan Aslan cek kebun teh." Bibi nampak mulai menyendokkan makanan ke mulut Bella. "Kebun teh?" Bibi mengangguk, Bella mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya. Seolah tak percaya, baru pertama ini juga Aslan mengajaknya pergi. "Habiskan, Non! Setelah ini ganti baju, Tuan Aslan akan menunggu setengah jam lagi." Bella sontak terkejut, ia bahkan belum mandi. Bella mengambil piring yang dibawa Bibi Nana lalu makan dengan lahap dan cepat, ia ingin segera mandi dan berdandan karena harus pergi dengan Aslan. "Non, ini kesempatan Non Bella mengambil hati Tuan Aslan." "Apa boleh, Bi? Apa saya harus melakukan itu? Sama saja saya menusuk Nyonya Kanya dari belakang," jawab Bella. Bibi menghela nafas, Bella memang benar-benar masih sangat polos bahkan untuk mendapatkan hati Aslan pun ia tak tahu caranya. "Nanti Non Bella cari jawabannya sendiri, ya? Sekarang makan lalu mandi dan dandan secantik mungkin." Bella mengangguk, setelah makan ia segera mandi lalu memilih baju sebagus mungkin, karena perutnya yang telah membesar ia memutuskan untuk memakai rok terusan dengan panjang selutut. Rok itu berwarna putih dan Bella sedikit berdandan supaya tidak pucat. Saat akan berdandan, bayi dalam perutnya bergerak. Dia refleks mengelusnya. Nak, jika ibu tidak dianggap, semoga saja saat lahir kamu tetap dianggap ayahmu. Ibu akan selalu mengingatmu sebagai anak ibu karena ibu akan segera berpisah denganmu nantinya. Setelah bersiap, Bella keluar dari kamarnya, ia melihat Aslan yang tampan sedang duduk di ruang keluarga sambil menatapnya. Bella menunduk, ia berjalan sambil memilin tas selempangnya. "Kamu berdandan mau bertemu pria mana lagi?" tanya Aslan. DEG! "Maaf, saya berdandan untuk diri saya sendiri." "Benarkah? Wanita sialan sepertimu tidak bisa dipercaya." Bella terhenti dari langkahnya, ia menguatkan diri untuk menatap Aslan. Aslan berdiri, ia mendekati Bella lalu menekan dahinya dengan kuat. Air mata Bella menetes saat menatap Aslan yang memelototinya. Aslan tersenyum kecut lalu berkacak pinggang didepan Bella. "Mulai berani denganku?" tanya Aslan. "Tidak, tuan." "Baguslah! Ayo berangkat!" Bella mengangguk, mereka keluar dari rumah dan bertemu dengan Dinda yang akan berangkat kuliah. Dinda menatap mereka heran karena tidak pernah sang papa jalan berdua dengan orang yang dianggapnya pelakor itu. "Papa mau ke mana?" tanya Dinda. "Jangan ikut campur! Segeralah berangkat ke kampus!" jawab Aslan. Dinda tersenyum kecut lalu menarik tubuh Bella lalu mendorongnya sehingga ibu hamil itu terhempas, Aslan terkejut dan menangkap Bella. Aslan menatap tajam putrinya itu, Dinda semakin heran. "Dasar kalian gak tahu diri! Pasangan m***m! Kasian mama ku," ucap Dinda. Plaaaak... Aslan menampar Dinda, Bella sangat terkejut. Dia hanya bisa mundur beberapa langkah. Dinda menatap sang papa yang sangat marah. Gadis itu memilih masuk ke mobilnya sebelum sang papa tambah mengamuk. Tadi itu Tuan Aslan membelaku? Batin Bella. "Ayo masuk mobil! Tunggu apa lagi?" ucap Aslan membuyarkan lamunan Bella. Sedikit senang, Bella masuk sambil tersenyum. Dia duduk di bangku belakang bersebelahan dengan Aslan. Setelah itu, mobil dikemudikan oleh Pak Ibnu. Tujuan kali ini ke kebun teh milik Aslan yang merupakan peninggalan orang tuanya. Bella merasa sangat canggung bahkan ia tak berani menatap Aslan. "Orang tuamu benar-benar sudah meninggal?" tanya Aslan. "Ayah saya tidak tahu di mana." Aslan memperhatikan wajah bule dari Bella, Bella memang sangat cantik dan putih bersih. Namun, umur Bella sangat jauh darinya bahkan seumuran putrinya. "Dokter memprediksi bayimu perempuan atau laki-laki?" tanya Aslan. Bukankah ini bayi anda juga? Kenapa hanya bayiku? "Kembar laki-laki, tuan." "Oh." Hanya jawaban itu saja lalu Aslan diam seketika. Sepertinya memang ia tak tertarik dengan bayinya. Bella memendam kekecewaan, bahkan baru saja ia pingsan bukannya disuruh beristirahat tapi malah diajak ke suatu tempat. Aslan terlihat akan menelpon seseorang. "Kanya, nanti malam aku akan mengajakmu makan malam dengan kolegaku. Aku akan menjemputmu di rumah sakit," ucap Aslan. DEG! Hati Bella sangat hancur, lagi-lagi air matang menetes tanpa ampun. Tapi ia segera menyeka air matanya, menangis pun tak ada gunanya. "Bell?" ucap Aslan yang ternyata sudah selesai bertelepon. "Iya, tuan." "Perempuan suka apa?" tanya Aslan. "Beda orang beda selera, tuan." Aslan menunjukan sebuah foto kalung berlian pada Bella. "Bagus?" tanya Aslan. "Bagus, tuan." "Kalung ini untuk Kanya. Dia wanita sangat spesial bagiku." Ucapan Aslan tentu saja menyakiti Bella karena Bella juga istri dari Aslan. Bella sadar diri jika dirinya hanya hama di keluarga itu dan tak pernah dianggap oleh Aslan. "Kamu ingin kalung seperti ini?" tanya Aslan memandang Bella yang sok kuat itu. "Jika mau, kamu tinggal cari pria kaya yang bisa memberimu segala hal tapi jangan pria yang sudah beristri," sambung Aslan yang merobek-robek hati Bella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD