PERGI ATAU TINGGAL

1057 Words
Di sebuah rumah duka, lautan manusia berbalut hitam mengalir, turut mengucapkan belasungkawa kepada pihak keluarga. Keyli duduk di atas kursi roda, menatap dalam tubuh kaku Liam yang tampan, lengkap dengan setelan jas mahal. Mata terpejam itu seolah menggambarkan kedamaian dalam jiwa Liam namun, tidak dengan Keyli. Di balik kacamata hitamnya, Keyli seakan sedang bersembunyi di balik jasad Liam. Dalam hati, Keyli terus saja meminta maaf kepada Liam. Apa yang dilakukan memanglah sebuah kesalahan, tetapi saat ini dirinya benar-benar tak berdaya. Berharap Tuhan akan mengampuninya. "Liam, aku berjanji akan mencari di mana istrimu, Hazel. Kumohon, maafkan keegoisanku ini," ucapnya dengan nada yang sangat pelan sehingga hanya dia sendiri dan Tuhan yang mendengarkan. "Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Hanya dengan menyamar menjadi Hazel, aku bisa bertahan hidup. Jika kondisiku sudah pulih, aku akan pergi dan mengakui semua, apa pun risikonya," imbuhnya berjanji di dalam hati sembari menatap Liam yang tak bernyawa dari balik kacamata hitam. Beberapa saat kemudian, Keith datang menghampiri Keyli sambil berkata lembut, "Acara pemakaman akan segera dimulai," lalu Keith membawa kursi roda Keyli menjauh dari peti mati. Keyli melihat Leonor baru saja bicara dengan beberapa tamu. Dan ketika Leonor sudah sendiri, Keyli menghampiri Leonor menggunakan kursi roda yang memiliki remot kontrol canggih sehingga tak membuatnya kesulitan menjalankan kursi roda dengan satu tangan sendirian. "Hazel?" sapa Leonor yang melihat Keyli menemuinya. "Bisakah kamu membantuku?" tanya Keyli. Leonor mengangguk datar tanpa ekspresi. Kemudian Keyli mengeluarkan dompet milik Hazel lalu diserahkan kepada Leonor yang memperhatikan dompet itu sebelum melihat Keyli lagi. "Tolong letakkan ini pada genggaman tangan Liam,” pintanya. Leonor tak langsung menjawab, seolah dia menunggu penjelasan dari Keyli lagi. "Ini adalah benda terakhir yang paling berharga milik Liam," lanjutnya karena hanya benda itu benar-benar milik Hazel yang asli, bukan dirinya, "andai aku mampu melakukannya sendiri, pasti akan aku lakukan. Tapi lihat kondisiku sekarang, menopang tubuhku sendiri saja aku tak mampu," sesal Keyli. Leonor kemudian berlutut supaya ia bisa memandang lurus Keyli. Kemudian ia menerima dompet tersebut tanpa curiga sedikit pun. "Kamu adikku sekarang. Aku akan melakukan apa pun yang kamu inginkan," ungkap Leonor yang justru membuat d**a Keyli bertambah sesak dan semakin berdosa. Tanpa menunggu respons dari Keyli, Leonor kemudian bangkit dan melakukan apa yang diinginkan Keyli. Sementara dari kejauhan, Keyli hanya bisa memperhatikan Leonor, setidaknya Liam masih bisa menyentuh barang milik Hazel meski hanya sekadar dompet. Acara proses pemakaman pun berlangsung dengan ketenangan. Bagaimana pun rasa kehilangan keluarga, kehidupan harus tetap berjalan. Semoga kamu tenang di sana, Liam, ucap Keyli di dalam hati. Usai acara pemakaman, Keyli kembali ke rumah sakit. Saat ini, putri Keyli sudah tertidur lelap di gendongan sang pengasuh. Kemudian Keyli menyuruh pengasuh itu untuk meletakkan bayinya di boks. Selang beberapa saat, seorang suster datang untuk memeriksa kondisi Keyli. "Suster, boleh saya bertanya?" Rasa ingin tahu tentang keberadaan Hazel sudah tak bisa dibendung lagi, dirinya harus segera menemukan istri Liam. "Iya?" "Apakah semua korban kecelakaan sudah dimakamkan?" Keyli memastikan. Suster tak langsung menjawab, dia seperti sedang berpikir dan mengingat-ingat. "Yang saya tahu, masih ada beberapa jenazah yang belum ditindaklanjuti karena terkendala dengan identitas dan belum ada pihak keluarga yang mencarinya," jawab suster itu ramah. "Lalu sekarang di mana para korban meninggal yang lain?" kejar Keyli penasaran. "Masih berada di kamar jenazah," balas suster itu yang memeriksa luka di kepala Keyli. "Bisa antar saya ke sana?" pinta Keyli, membuat mata suster itu tertuju pada pasiennya dengan tanda tanya. "Saya mohon, saya hanya ingin memeriksa. Apakah teman saya sudah bertemu keluarganya atau belum? Saya tidak tahu kondisinya dia sekarang, selamat atau tidak. Saya mohon, Suster. Sebentar saja,” bujuk Keyli. "Anda yakin?" suster memastikan bahwa pasiennya ini siap melihat wajah para korban yang tidak selamat. Tidak. Tapi Keyli harus melihatnya sendiri. Perang batinnya lalu dijawab dengan anggukan kepala oleh Keyli. Akhirnya, perawat itu membawanya ke ruang jenazah. Jantung Keyli berdegup kencang, serasa ingin meledak di dalam sana. Sungguh ironis. Satu per satu, suster memperlihatkan para korban. Tapi mereka bukan Hazel. Ada secercah harapan di hati Keyli, berharap Hazel tidak ada di ruangan ini. Namun, dia belum melihat semua wajah korban. Dengan sabar dan waswas, ia harus menyelesaikan semuanya. Hingga akhirnya, suster menunjukkan korban terakhir, dan Keyli berharap Hazel masih hidup dan sedang dirawat di ruangan lain. Sayangnya, semua tak seperti dugaan Keyli sebab wajah Hazel terpampang nyata tak bernyawa di depan mata. Seketika, kedua tangan Keyli menutupi bibirnya yang gemetar bersamaan dengan tetesan air mata. Hazel .... panggilnya dalam hati. "Apa dia teman yang Anda maksud?" tanya suster itu. Keyli tak bisa menjawab, matanya yang merah berkaca-kaca seolah telah menjawab pertanyaan tersebut hingga ia tak mampu lagi menahan air matanya, dan tangis pun pecah di balik kedua telapak tangannya yang menutupi pipinya yang basah, berusaha mengendalikan tangisannya. Hazel meninggal dalam keadaan hamil besar, bahkan dia belum sempat melihat wajah bayi di dalam perutnya. "Miss Hazel? Apa yang terjadi?" suster itu kembali menutup wajah Hazel yang asli, diselimuti rasa bersalah karena sudah membuat pasiennya seperti ini. Tiba-tiba, Leonor masuk menyusul Keyli setelah pengasuh bayi Keyli memberi tahu keberadaannya. "Apa yang terjadi di sini?" suara itu membuat suster sedikit ketakutan hingga tertunduk, tak berani menatap Leonor. Sementara Keyli tidak bisa menghentikan tangisnya lagi meski sudah dibungkam dengan kedua tangannya. "Hazel, kenapa kamu di sini?” Leonor melepas jas mahalnya lalu mengenakannya ke Keyli dan mendorong kursi roda Keyli keluar dari kamar jenazah dengan tatapan kesal kepada perawat tersebut. Sungguh, Keyli tak bisa menghentikan tangisnya meskipun sudah ia tahan sebisa mungkin. Melihat jenazah Hazel membuat dirinya sangat berdosa, seakan dirinya adalah manusia terkejam di dunia. Leonor tidak membawanya kembali ke kamar Keyli, melainkan ke lorong yang cukup sepi supaya tidak terlalu banyak orang yang memperhatikannya. "Untuk apa kamu masuk ke kamar jenazah?” tanya Leonor penasaran. Keyli tetap tidak bisa berhenti menangis. Bayangan akan wajah Hazel sangatlah membuatnya terpukul. Leonor sendiri tak tahu cara menenangkan istri almarhum adiknya ini. Dia hanya memberinya ruang untuk melampiaskan kesedihannya sembari berkata, "Mama dan Papa menunggumu di kamar, mereka ingin membawamu pulang ke rumah. Mereka tidak ingin melihat kamu seperti ini,” tutur Leonor berusaha menenangkan Keyli. “Kamu akan dirawat di rumah. Mama sudah menyiapkan dokter dan suster juga," terang Leonor namun, tak membuat tangis Keyli berhenti, dan pria itu hanya bisa diam menunggu hingga Keyli benar-benar stabil emosinya. Sungguh, kesabaran Leonor saat ini sedang diuji. Ia hanya bisa menatap iba ke wanita yang ia anggap adalah adik iparnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD