Dalam keadaan terdesak, Keyli terpaksa mengakui bahwa dirinya adalah Hazel, istri dari mendiang Liam. Ia kemudian membalas genggaman tangan Keith sembari menganggukkan kepala, meskipun sebenarnya ia sendiri ragu akan keputusannya ini.
"Terima kasih, Hazel. Terima kasih," ungkap ibu Leonor bahagia di tengah kesedihannya.
Sementara jauh di lubuk hati, Keyli meminta maaf kepada Liam dan Hazel karena telah memanfaatkan situasi ini demi kepentingan pribadi untuk menyelamatkan diri. Sungguh salah, tetapi tak ada jalan keluar.
Maafkan aku, Hazel. Maafkan aku, Liam, karena sudah tak ada pilihan lain kecuali berpura-pura menjadi istrimu. Aku benar-benar minta maaf, Hazel. Aku berjanji akan mencari Hazel yang asli di mana pun dia berada. Dan aku berharap Hazel selamat, begitu pula bayi yang dikandungnya. Perang batin Keyli diselimuti rasa bersalah namun, ia tak berdaya.
Keith mengatupkan telapak tangannya di pipi Keyli lalu berkata, "Jangan pernah meninggalkan kami. Izinkan kami menebus dosa-dosa yang telah kami perbuat kepada kamu dan Liam. Maafkan Mama yang dulu pernah tak merestui hubungan kalian. Dan sekarang Mama berjanji, Mama akan menyayangimu dan cucu Mama sepenuh hati."
Mendengar itu, Keyli tak bisa berkata apa-apa. Rasanya ia tidak berhak mendapatkan janji ini. Seharusnya Hazel yang mendengarkan semuanya, bukan justru Keyli.
Tangan Keith kembali menggenggam tangan kiri Keyli, lalu melihat suaminya dan memperkenalkan secara resmi kepada Keyli. "Hazel, ini Papa kamu. Paul." Mata Keyli hanya bisa memandangi Papa Liam sambil memberikan sedikit senyuman canggung.
"Papa akan selalu ada untukmu, Hazel," sambut Paul tersenyum hangat, berusaha menghibur Keyli.
"Dan dia Kakak kamu, Leonor," Keith mengenalkan satu per satu keluarganya.
Dengan paras tegasnya, Leonor menganggukkan kepala sedikit untuk menutupi kesedihannya.
Keyli hanya bisa diam mematung melihat keluarga Liam. Hatinya bercampur aduk tak karuan namun, dirinya sendiri butuh tempat untuk singgah sesaat.
Hati siapa yang tak berdusta ketika sebuah kebohongan besar terpaksa dilalui? Apa boleh buat, Keyli tidak memiliki apa-apa. Bahkan ia tidak tahu apa yang harus digunakan untuk membayar biaya rumah sakit, persalinan sesar, tempat tinggal, perlengkapan bayinya, dan banyak hal lagi. Memikirkan itu saja rasanya menjual ginjal pun tidaklah cukup. Bahkan menggendong bayinya sendiri pun Keyli masih tak mampu karena cedera tangan yang ia alami.
"Hazel ...." panggil Keith membuyarkan lamunan Keyli.
Kepala Keyli menoleh ke arah Keith dengan canggung, sebab rasa bersalah itu terus saja menghantuinya.
"Kami mengerti apa yang kamu rasakan, tapi Mama mohon jangan terlalu menyiksa diri. Liam tidak ingin melihat kamu seperti ini," tutur Keith tak tega melihat menantu palsunya itu termenung.
Entah apa yang bisa Keyli katakan, dirinya hanya bisa tersenyum karena tidak ada jawaban untuk itu.
Keith membelai rambut Keyli sambil berkata, "Kalau begitu, Mama mau melihat cucu Mama dulu dan Leonor akan menjagamu di sini, hm," kemudian Keith dan Paul keluar dari ruangan, meninggalkan mereka berdua.
"Apa kamu membutuhkan sesuatu?" Leonor duduk di kursi samping tempat tidur. "Minumlah sedikit," mengambil segelas air putih, mengingat Keyli dari tadi menangis.
Ketika Leonor berniat menyuapi Keyli, secara spontan ia menjauhkan bibirnya dari bibir gelas tersebut. "Saya bisa minum sendiri."
Lalu Leonor menyerahkan gelas itu kepada Keyli dan berkata, "Maafkan aku. Aku sadar bahwa kita bertemu hanya satu kali, bahkan hampir satu tahun lebih kita tak bertemu lagi setelah itu."
Jantung Keyli berdetak kencang, bukan karena sedang jatuh cinta, melainkan sedang ketakutan setengah mati jika kebohongannya terbongkar secepat ini.
"Aku merasa, banyak yang berubah. Bukan maksudku menilai penampilan kamu. Hanya saja, aku merasa ada sesuatu yang asing." Insting Leonor begitu kuat hingga mampu membuat Keyli berkeringat dingin hingga tersedak karena kecurigaan Leonor tidaklah salah.
"Apa kamu baik-baik saja?" Leonor membantu mengambil gelas yang dipegang Keyli untuk diletakkan ke atas nakas.
Tak ingin terlihat mencurigakan seperti yang dirasakan Leonor, Keyli harus memutar otak supaya tidak ketahuan. Bagaimanapun, ia membutuhkan mereka saat ini. "Jika kamu merasa aku asing, lalu apa yang membuat keluargamu yakin bahwa aku adalah istri Liam?" tanya balik Keyli seolah sedang menggali informasi yang dia cari.
Leonor diam menatap Keyli lalu mengambil sesuatu di balik jasnya. "Pasti kamu mencari ini," memberikan sebuah dompet kepada Keyli.
Melihat dompet itu saja Keyli tidak mengenalnya, tetapi ia tetap menerima dompet tersebut lalu membukanya. Ada foto Liam yang membawa papan nama bertuliskan Hazel.
"Jika saja polisi tidak menemukan dompet ini di jaket yang kamu kenakan dalam kecelakaan itu, mungkin kami akan kehilangan segalanya. Dan kami akan menyesalinya seumur hidup," terang Leonor yang membuat mata Keyli terperangah sebab teringat jelas bayangan di mana Hazel meminjamkan jaketnya untuk Keyli.
Jadi karena ini mereka menganggap diriku adalah Hazel, istri Liam. Batin Keyli berkaca-kaca karena jaket Hazel-lah yang menyelamatkan kehidupan Keyli. Oh, betapa kejamnya dirinya telah memanfaatkan orang yang sudah meninggal, yang seharusnya Hazel asli-lah yang harus mendapatkan perlakuan hangat dari keluarga Liam.
Keyli kembali meneteskan air mata, tak tahu harus berbuat apa. Sungguh, apakah lebih baik Keyli yang tidak selamat sehingga Hazel bisa merasakan kehangatan dari keluarga ini setelah wanita itu tak dianggap sebelumnya di keluarga Liam?
Leonor yang menganggap Keyli menangisi kepergian Liam membuat Leonor merasa bersalah telah mencurigai wanita di hadapannya ini. "Hazel, aku minta maaf," berusaha menenangkan adik iparnya. "Hazel, aku sama sekali tidak berniat membuatmu kembali bersedih. Liam sudah tenang di alam sana."
Tidak, semua ini tidaklah benar. Tidak seharusnya dirinya menggunakan identitas orang lain untuk kepentingan pribadinya. Sungguh egois sekali Keyli. Sebaiknya Keyli mengatakan yang sesungguhnya. Perang batinnya berkecamuk.
Namun, belum sampai mengungkapkan semua kebenarannya, bayinya datang bersama kedua orang tua Leonor. Mereka berdua terkejut melihat Keyli menangis. "Hazel?" Keith segera mendekati Keyli sembari menggendong bayi cantik itu yang sudah terlelap tidur.
Keyli yang sesegukan berusaha menenangkan diri supaya tidak membangunkan putri kecilnya. "Lihatlah malaikat kecil ini, dia membutuhkan kita semua. Liam akan ikut sedih jika kamu terus bersedih seperti ini," tutur Keith penuh pengertian.
Keyli hanya diam menatap putrinya. Bagaimana dengan masa depan putrinya kelak? Andai saja Liam dan Hazel masih hidup, Keyli tidak akan hidup dalam identitas orang lain seperti ini. Kalut, Keyli merasa kacau.
"Kita semua juga merasa kehilangan, tetapi kita tidak bisa terus-terusan terpuruk. Ada malaikat kecil yang harus kita jaga ...." tutur Paul mengusap lembut rambut Keyli.
"Kami akan menjaga kalian," ucap Leonor seakan sedang bersumpah takkan membuat adik ipar dan keponakannya bersedih.
Keyli hanya bisa membalasnya dengan tatapan kosong tak terbaca. Ia tak tahu ini sebuah keberuntungan atau justru sebuah kutukan. Sungguh berat menjalani hidup penuh kebohongan ini ketika tak berdaya.