“Kau baik-baik saja, Leonor?” Suara lembut dan penuh keprihatinan Keith, ibunya, memecah kesunyian. Matanya mengamati ekspresi tegang di wajah putranya. Leonor memaksakan seulas senyum, terasa kaku di bibirnya, menutupi gejolak yang berkecamuk di dalam dirinya. “Ya, hanya … sedikit pusing.” Ia mencari alasan, berusaha mengalihkan pembicaraan, namun otaknya seolah lumpuh, terperangkap dalam badai informasi yang baru saja ia terima. Keyli—wanita yang selama ini ia kenal sebagai Hazel—melirik ke arah Leonor, tatapannya menyiratkan pertanyaan. Apakah pria itu benar-benar tidak sehat, atau ini hanya alibinya lagi untuk mencari perhatiannya? Sekilas mata mereka bertemu. Namun, tatapan Leonor tak lagi sama. Kini, matanya memancarkan rasa penasaran yang pekat, bercampur kekecewaan dan amarah y

