Daya tidur menelungkup di atas tubuh Kavka dengan lengan pria itu memeluk punggungnya. Setengah tubuh telanjang mereka tertutup selimut, suara dengkuran halus dari keduanya menambah merdu keheningan malam.
Tak lama Daya tersentak. Ia mengangkat kepala dan melihat jam yang berada di nakas samping ranjang. Baru pukul 1, artinya dia baru terlelap sebentar.
Akalnya memaksa untuk bangkit dan kembali ke kamarnya, bagaimanapun juga dia tidak pernah suka tidur satu ranjang dengan siapapun. Tapi kemudian ia melihat wajah Kavka yang tengah tertidur pulas. Mulut pria itu sedikit terbuka. Daya tertawa kecil, ia menegakkan tubuhnya dan menaikkan selimut ke tubuh Kavka.
Ia lalu menopang dagu memperhatikan Kavka, satu tangan lainnya menyentuh pelan pelipis Kavka dengan hati hati. Wajah tidur pria itu masih sama lucunya seperti saat kecil dulu, dengan versi lebih tampan, seksi, dan jantan.
Mungkin ada yang salah dengan mata Daya, tapi Kavka memang semakin hari semakin terlihat tampan. Padahal dia tidak melakukan apapun selain sibuk kerja dan belajar photography. Makan pria itu juga sembarangan. Sungguh tidak adil.
Jari jari Daya turun menelusuri garis wajah Kavka, rahang, leher dan....astaga apa yang sudah Daya lakukan! Di leher Kavka ada dua tanda merah. Dan astaga! Dadanya juga...Astaga...Astaga...
It couldn't be any worse, right? Dengan was was Daya mengangkat selimut Kavka dan mengintip ke dalam. Setidaknya dia tidak seliar itu,kan? Cukup leher, d**a, dan... Astaga... Astaga, mata Daya tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Satu hal yang ia percaya harus dilakukan sekarang hanyalah kabur sejauh mungkin.
She's so screwed up! Daya menatap ngeri sekali lagi. Namun berapa kalipun dia lihat tetap sama. Perut dan paha dalam Kavka banyak tanda merah, yang sudah dipastikan bukan karena serangga. Tapi akibat mulutnya yang tidak punya kontrol ini! Astaga... Astaga... Berapa kali lagi Daya harus mengucapkan astaga...
"Gue nggak pernah dicupang."
Wajah Daya memerah mendengar suara Kavka. Sejak kapan pria itu bangun? Daya ingin tenggelam saja. Ia lalu megambil bantal menutupi tubuh bagian depannya dan menelungkupkan wajah sedalam dalamnya."
"Not bad. I kinda like it." ucap Kavka lagi, pria itu terkekeh kecil sehingga Daya menggeram frustasi, pujian akan hasil cupangan itu bukan sesuatu yang harus dibanggakan.
"Tapi Day.." Kavka menyentuh lehernya. "Lo nggak cupangin gue disinikan?" Daya mengangkat kepala untuk melihat bagian mana yang Kavka maksud. Seketika bibirnya langsung melengkung masam."Sorry..." lirihnya. Bahkan ada dua bekas kemerahan disana.
Kavka diam sejenak,"Cara nutupinnya gimana? Masa iya harus ngantor pake syal?"
Daya berfikir keras, syal ide yang bodoh. Orang gila mana yang pakai syal di cuaca panas Jakarta? Beberapa detik kemudian Daya mendapat ide,"Pakai baju yang kerahnya turtle neck.."
Kavka terlihat menimbang. Daya rasanya ingin menangis, kesal karena dirinya yang bertindak liar tadi."Atau ditempel plaster luka?"usul Daya lagi dengan ide lainnya. Kali ini suaranya kecil dan penuh ragu. Namun yang Daya dapati Kavka masih memegangi lehernya dan tampak berfikir.
Karena tidak sanggup berlama lama lagi berada satu ranjang bersama Kavka yang dari tadi hanya diam. Daya memutuskan untuk bangun. Dia memegang erat bantal untuk menutupi tubuh bagian depannya. Bajunya tidak ada di kamar ini. Tadi mereka saling menelanjangi diri di perjalanan menuju kamar. Mungkin di lorong? Atau di kamar mandi?
"Hey...." Kavka menahan tangan Daya. "Kemana?" tanyanya tajam.
"Kamar.." Daya menghadapkan tubuhnya yang tertutup bantal.
"Gitu aja?" Tanpa menunggu jawaban Daya, Kavka langsung membaringkan perempuan itu dan menindihnya."Lo ya, Day. Gue belum juga ngapa ngapain." protesnya. Yang benar saja? Dia sudah membiarkan Daya menghisap seluruh tubuhnya sesuka hati, dia juga membiarkan perempuan itu untuk mengambil alih dan berada di atasnya selama seks mereka tadi.
Tentu saja Kavka berbohong kalau mengatakan sesi pertama tadi hanya menguntungkan bagi Daya. Nyatanya Kavka menikmati semua yang Daya lakukan. Cara bibir perempuan itu bekerja, gerakannya, semuanya. Sisi baru dari Daya yang akan menambah daftar panjang hal hal favorit dari Daya.
Hanya saja ia kesal karena Daya ingin meninggalkannya tadi. Walaupun ia tahu kalau Daya memang tidak pernah suka tidur satu ranjang. Tapi masa iya dia hanya akan diperlakukan seperti seorang gigolo. Maka dari itu Daya harus diberi pelajaran.
Dengan gerakan kasar, Kavka menarik bantal di atas tubuh Daya yang memisahkan jarak mereka. Bibirnya langsung ia benamkan pada sepanjang leher. Memberi kecupan kecupan kecil dan sesekali menghisap dalam.
Mata Daya memejam kuat, tangannya memeluk kepala Kavka. "Kaav!" protes Daya saat bibir yang menggerayangi lehernya itu berpindah pindah dengan sesapan kuat di banyak tempat. She's in trouble.
"Kan bisa pakai turtle neck atau tutupin pake plester luka." ejek Kavka sengaja mengembalikan ide Daya. Sebenarnya membiarkan orang lain melihat ada tanda merah di tubuh mereka bukan masalah besar. Tapi melihat Daya yang mau menangis karena malu itu menyenangkan, membuat Kavka ingin terus menggodanya.
Daya mendesah, ia tahu Kavka sedang tersenyum licik. Tapi ia tidak bisa untuk memprotes ejekan itu. Mulut Kavka sudah dengan cepat kembali memabukkan tubuhnya, mengambil alih akal sehatnya. Bibir pria itu turun mencium, menghisap dan menjilat hingga sampai pada puncak tubuhnya.
Tubuh Daya melenting, mendekatkan puncak tubuhnya pada Kavka yang sialnya malah menjauh.
Tepat saat ingin melemparkan pandangan protes, Daya langsung terdiam karena wajah Kavka sudah berada diantara kedua pahanya. Pria itu mengadah sebentar untuk memberikan senyum mematikannya.
"Kav..." lirih Daya saat pria itu menggigit kecil paha dalamnya dan detik berikutnya pula menyembuhkan dengan hisapan bibirnya.
Pikiran dibuat melayang, seliar itukah dia tadi? Inikah yang Kavka rasakan tadi? Apakah Kavka melakukannya karena sama memujanya seperti yang dia lakukan tadi atau hanya untuk membalasnya.
"Kav!Kav!" Daya merintih tertahan, jari jari Daya menyusup dan membelah dirinya. Belum lagi bibir pria itu yang juga ikut mengoda. Masa bodoh Kavka memang sedang memuja atau hanya membalas, Daya tidak mau ambil pusing lagi. Fokusnya sudah berpindah pada pusat tubuhnya yang sebentar lagi akan meledak.
Daya terengah, peluhnya yang sudah kering kembali dipenuhi peluh. Napasnya terputus putus dan tak beraturan. Terlebih lagi karena saat ini Kavka sedang memandanginya sambil mengusap bibir.
Pria itu merangkak naik. Jantung Daya berdetak cepat memikirkan apa yang akan Kavka lakukan selanjutnya. Memikirkan bagaimana pria itu akan kembali memenuhi dirinya seperti beberapa hari lalu,atau seperti beberapa jam lalu. Rasanya mirip seperti mencoba makanan yang awalnya ia hindari. Semakin dirasa semakin tergila gila pula ia.
"Gue bisa mati kalau lo cupangin terus." erang Daya, ia menatap ngeri tubuhnya yang ternyata belum mau Kavka tinggalkan. Pria itu tampaknya masih ingin bermain sebelum benar benar menyatukan tubuh mereka.
Kavka tertawa sambil mendengus,"Look. Gue masih hidup dengan cupangan sebanyak ini."
Daya menggigit bibirnya, maksudnya mati bukan pembuluh darahnya yang bisa pecah karena love bites yang Kavka berikan. Tapi mati karena sudah tidka kuat menahan sesuatu yang mendesak dipusat tubuhnya. Tubuhnya sudah sangat membutuh Kavka untuk mengisinya.
Sudah cukup bersabarnya, Kavka terlalu lama menyiksa. Daya menarik kepala Kavka dan mencium bibir pria itu dalam dalam. Dengan jelas ia bisa mendengar kalau Kavka sedang mengerang karena lidahnya yang mahir menerobos bibir serta pinggulnya yang mulai bergerak menggesek pusat Kavka yang kuat.
"Please, besok gue harus meeting pagi sama Mas Rama." mohon Daya, ia sadar suaranya setengah merengek. Hanya itu alasan satu satunya yang bisa ia gunakan untuk memohon agar Kavka segera mengisi dirinya tanpa benar benar terdengar menyedihkan.
"Gue juga harus ketemu klien besok pagi." jawab Kavka cepat. Yang sesungguhnya hanyalah alasan untuk menutupi kalau dirinya juga sudah tidak kuat dan butuh mengisi Daya secepatnya. Berada didalam kerapatan perempuan itu hingga dirinya kosong dan puas.
Lutut Kavka kemudian menyelinap dan memisahkan kedua kaki Daya. Ia dorong kaki itu agar terbuka semakin lebar dan siap menerima dirinya.
"Day.." erang Kavka saat dirinya mulai masuk ke dalam kerapatan Daya yang disambut perempuan itu dengan melingkarkan kaki padanya.
Daya menjerit, kepalanya terangkat saat Kavka masuk sepenuhnya. Benar yang ia perkirakan. Rasa Kavka selalu berbeda dan sialnya selalu meluluh lantakkan dirinya.
Di bawah Kavka, ia menyukai saat pria itu menguasai dirinya. Namun ia juga suka saat bisa menguasai Kavka. Entahlah, rasa yang sudah dicecapnya ini sudah terlanjur membuainya sampai Kavka mengerang puas setelah memacu tubuhnya dan menyusul Daya yang sudah lebih dulu sampai pada puncaknya.
————
"Pagi." sapa Kavka yang sudah lebih dulu siap di meja makan dengan empat helai roti yang sudah ia beri selai kacang. Tawanya tak tertahankan melihat bibir Daya yang sudah mengkerut manyun dan berjalan cepat kearahnya.
"Lihat nih!" seru Daya sambil menunjukkan bekas bekas merah pada bawah kupingnya. Baju berkerah turtle neck, dan concealernya tidak mampu menyamarkan warna merah yang keunguan itu.
Kavka mencibir lalu menurunkan sedikit kerahnya,"Gue juga masih kelihatan." sahutnya tak mau kalah. Walaupun memang tanda yang dia berikan memang lebih susah ditutupi.
Daya memutar bola mata malas, ia mengambil sepotong roti selai kacang yang sudah Kavka siapkan dan menggigitnya besar.
Tiba tiba bel rumah mereka berbunyi.
"Siapa pagi pagi gini?" tanya Daya heran. Baik Ibu atau Mami tidak pernah datang sepagi ini.
Kavka mengangkat bahu, sama tidak tahunga."Biar gue aja." tawarnya lalu berjalan membuka pintu.
Di depan pintu, sedang berdiri seorang pria yang tingginya hampir sama dengan Kavka. Postur tubuh mereka mirip, warna kulitnya lebih putih, dan rambutnya. Rambutnya berwarna silver mirip rambut kakek kakek.
"Ini studio mbak Seira? Daya Seira?" tanya pria itu.
"Mami ya, Kav?" tanya Daya yang muncul tiba tiba.
Kavka menggeleng. Wajah pria itu tidak asing. Oh! Kavka baru ingat.
"Si cowok koloran..." bisik Kavka pada Daya.
"Cowok koloran?" Daya mengerutkan keningnya. Ia melihat ke arah tamu mereka. Seketika ia sadar dan langsung menginjak kaki Kavka.
"Dewa?" tanya Daya.
Pria muda itu mengangguk dan tersenyum. Daya langsung menyenggol Kavka agar minggir. "Masuk." Daya mempersilahkan.
Kavka langsung mendengus, mau apa anak muda itu berkunjung ke rumah orang pagi pagi begini? Apa anak muda jaman sekarang memang tidak punya tata krama? gerutunya. Seketika moodnya menjadi buruk. Pria muda itu lumayan tampan, dan Kavka tidak suka. Kenapa? Pokoknya tidak suka. Mas Rama produser yang sering di sebut sebut Daya itu saja juga butuh bertahun tahun bagi Kavka untuk menerima kehadiran lelaki itu disekitar Daya. Sekarang ada pria lainnya? lebih muda pula? suasana hati Kavka semakin buruk jadinya.
"Mau minum apa?" tanya Daya setelah mempersilahkan Dewa duduk.
"Air putih saja." jawab Dewa sambil mengamati isi rumah Daya."Saya nggak tahu kalau studionya mba Seira gabung sama rumah." lanjutnya.
Daya membawa satu botol minuman kemasan,"Oh ini memang studio pribadi saya. Bukannya mas Rama bilang mau meeting di kantor?" ini memang pertama kalinya ada yang datang ke studionya selain mas Rama. Semua penyanyi yang kerjasama dengannya selalu melakukan rekaman di perusahaan.
"Saya yang minta mas Rama buat meeting disini saja waktu tahu mba Seira juga punya studio sendiri. Dan saya kebetulan sedang ada shooting di daerah dekat sini. Maaf mengganggu pagi pagi begini ya, mbak." jelas Dewa cepat.
Karena pria itu berucap sopan. Daya yang tadinya sedikit kesal langsung memaklumi. Tapi tidak dengan Kavka yang dari tadi memperhatikan keduanya sambil memakan roti sampai lembar ke enam. Iapun berdeham.
Daya dan Dewa serentak menoleh ke arah Kavka. Daya memelototi Kavka yang balas memelototinya.
"Yang disana itu suami saya."
Kavka langsung tersenyum lebar. Ha! Anak muda itu harus tahu kalau Daya sudah ada yang punya, jadi dia tidak perlu bersikap da berbicara sok manis seperti tadi. Padahal Kavka berani bertaruh kalau pria modelan begitu sejenis bad boy penggoda.
Dewa menoleh ke arah Kavka sekilas lalu mengangguk dan tersenyum ke arah Daya."Mas Rama udah ngasih tahu kalau mba Seira ini sudah menikah. Jadi tadinya saya sempat ngira kalau mbak Seira ini perawakannya seperti ibu ibu. Tapi ternyata saya salah besar, mbak Seira jauh lebih cantik bahkan dibanding perempuan perempuan single yang saya kenal."
What? Kavka hampir memuntahkan s**u yang baru saja ia minum. That little rascal memang penggoda murahan. Lihat Daya, sudah tahu cuma digombali tapi malah senyum senyum menggelikan begitu!
Kavka berdeham makin kencang hingga memaksa Daya menghampirinya. "Lo kok belum berangkat?" bisik Daya.
"Klien gue bilang meetingnya ditunda." alasan Kavka sembarangan. Dia hanya tidak rela membiarkan Daya berduaan dengan pria bau kencur itu dirumah mereka.