5.Bola Panas

2144 Words
Kavka menuruni anak tangga dengan semangat. Cutinya sudah selesai dan harus kembali bekerja. Tadi dia sempat mengetuk pintu kamar Daya, tapi perempuan itu tidak ada disana. "Daaay." Kavka masuk ke studio Daya dan melangkah pelan. Daya terlihat masih fokus pada layar komputer walaupun sudah begadang semalaman. "Ay,Day,Daya.." panggil Kavka. Daya memutar kursi menghadapnya. "Udah ganteng belum?" tanya Kavka yang puas karena mendapat perhatian Daya. Mata Daya meneliti dari ujung kepala sampai Kaki. Rambut Kavka ditata rapi, kemeja putih dan setelan abu abunya juga terbalut sempurna di tubuh pria itu. Daya mengangguk dengan pasti, bahkan walaupun Kavka mengenakan baju merah dengan celana kuningpun pasti masih akan terlihat ganteng karena terbantu oleh wajah dan tubuh atletis nya. Belum meresapi sepenuhnya pujian Daya, Kavka harus kecewa karena perempuan itu sudah memutar kursinya lagi menghadap komputer. Dengan masam, Kavka duduk di kursi piano yang berada tepat di samping Daya. Tangannya mulai menekan tuts piano. Sambil meraba raba, Kavka memainkan lagu ibu kita kartini. Satu satunya notasi musik yang ia hapal karena keperluan ujian kesenian di sekolah dulu. "Dayaaa." panggil Kavka lagi, nadanya persis seperti anak anak yang memanggil ibunya untuk minta dibelikan balon spongebob. "Lo ngapain sih?" tanya Kavka kesal. Sepertinya sesi rekaman Daya sudah selesai, headphone nya juga sudah diletakkan di tempat. Daya juga biasanya bakal ngamuk kalau dengar permainan piano Kavka yang berantakan. Bukan cuekin dia seperti sekarang ini.. "Apaan sih, Kav?" tanya Daya yang jadi kesal sendiri tanpa mengalihkan matanya dari layar komputer. "Lo ngapain sih?" Kavka mencondongkan tubuhnya untuk melihat apa yang sedang Daya lihat. "Kerjalah." sahut Daya cepat. Namun tepat saat itu pula Kavka langsung berdiri dan memutar kepala Daya untuk menghadapnya. "Kerja apanya lihatin video cowok koloran fitness?" geramnya sambil menekan kedua pipi Daya dengan tangan kanannya. Bibir Daya jadi manyun karena pipinya ditekan begitu. Matanya lalu mengerjap.."Yaaa..." ia berfikir sebentar untuk menyusun alasan yang masuk akal bagi Kavka. Catat, untuk Kavka. Kalau dia sendiri sih nggak perlu cari alasan lagi. Toh si cowok itu sendiri yang upload video fitness cuma pake kolor di akunnya. Berarti semua orang bebas nontonkan? "Namanya Dewa, dia tuh suka cover lagu dan viewsnya banyak banget. Mas Rama bilang dia minta gue buat bikin lagu debutnya." Daya mulai menjelaskan, dia melirik Kavka. Tapi pria itu tampak tidak puas dengan tatapan tajam dan menunggu penjelasan berikutnya. "Eng... Kalau video fitness ini, gue udah nonton semua cover lagunya. Jadi... ya gue sekalian nonton video ini." lanjut Daya sambil melirik layar komputer yang masih memutar Dewa yang sedang melakukan gerakan push up dengan satu tangan. "Ganjen lo." dengus Kavka, cubitannya pada wajah Daya ia lepaskan. "Enak aja!" tolak Daya tidak terima sambil mengusap pipinya yang perih karena Kavka. "Gue juga harus tahu se-fit apa orang yang bakal nyanyiin lagu gue. Pernapasannya-" "Gan!jen!" potong Kavka, alasan Daya itu sama sekali tidak masuk akal. Saking gemasnya ia kembali menarik pipi kanan Daya. "Sakit Kaaaav!" rengek Daya, tangannya memukul mukul tangan kejam Kavka. Memangnya apa salahnya lihat video cowok sedang fitness sih? herannya. Tarikan Kavka pada pipi Daya tidak sekeras bagaimana rengekan perempuan itu. Dayanya saja yang lebay, bikin Kavka jadi ingin cubit yang lebih lama. Tapi sayangnya Kavka sudah harus berangkat kerja. Masa iya hari pertama kerja setelah cuti malah terlambat? Kantornyakan bukan punya nenek moyangnya, dia tidak bisa berbuat sesuka hati begitu. Maka dengan berat hati ia melepaskan Daya dan segala keganjenan perempuan itu. Sebelum meninggalkan Daya, ia mengacak rambut Daya yang sepertinya belum keramas dua hari. "Kopi?" tanya Daya pada Kavka yang hendak menutup pintu studio. Walaupun mereka bukan pasangan suami istri normal, tapi Daya suka sekali menyiapkan kopi untuk Kavka. Tangan Kavka menahan pintu, ia menggeleng dan tersenyum,"Ntar aja di coffeshop deket kantor." tolaknya. Sama seperti Daya, walaupun kopi buatan Daya kadang enak kadang tidak. Kavka tetap suka minum kopi buatan Daya. Bagaimana tidak? Walaupun Daya selalu terjaga semalaman di studionya. Dia selalu menyempatkan untuk membuatkan Kavka kopi pagi sebelum berangkat kerja. Kebiasaan menyenangkan yang Kavka dapati setelah mereka menikah. Tapi tidak hari ini, Daya sudah mirip seperti mayat hidup, lingkaran hitam matanya juga persis mata panda. Daya terlihat sedang sibuk mengerjakan banyak projek sekaligus. Kavka mana tega. ———— Daya menghembuskan napas panjang. Setelah menjawab panggilan dari ibu selama hampir satu jam, dia juga harus menerima satu jam panggilan lainnya dari mami. Isi pesan kedua perempuan itu juga sama, mereka memberi selamat atas peringatan satu tahun pernikahan Daya dan Kavka. It's been a year. Hari ini tanggal 5 mei. Pengingat di kalendernya sudah berbunyi tadi pagi. Dan Daya masih sama, sama tidak tahu apakah keputusan konyolnya dan Kavka merupakan keputusan benar atau salah. Hanya senyum bahagia diwajah Mami dan Ibu yang membuat mereka tidak mundur hari itu dan bertahan sampai sekarang. Lalu Daya kembali membuka aplikasi kalender. Ia memiliki kebiasaan menandai tanggal tanggal penting yang terjadi di hidupnya. Selain tanggal pernikahannya, ada satu tanggal lagi yang baru ia tandai. Yaitu tanggal 1 mei, kejadian beberapa hari lalu. Hari saat ia dan Kavka tidur bersama untuk pertama kalinya. Malam yang masih membuat Daya bingung terhadap dirinya sendiri dan Kavka. Malam yang tidak berani Daya ungkit lagi demi pernikahan mereka, demi Ibu dan demi Mami. Ada perasaan takut yang entah kenapa ia rasakan hanya untuk mengetahui alasan Kavka melakukannya pada malam itu, sehingga ia merasa ketidaktahuannya ini lebih baik. "Day." bisik seseorang tepat dari belakang kepala Daya. Daya berbalik dan melemparkan tatapan tajam. "Bisa nggak sih Kav kalau masuk rumah itu kasih tanda!" omel Daya, tangannya sudah diletakkan di atas d**a. Kalau saja tidak kenal suara itu, bisa dipastikan Daya sudah akan lompat ketakutan dan lari terbirit b***t menuju kamar. Kavka mendengus. Sebenarnya ia lebih ingin tertawa karena tampang parno Daya."Lo nya aja yang kebanyakan ngelamun." ucapnya. Ia melihat Daya masih mengusap usap dadanya yang terkejut. Setelah ragu untuk sesaat, dengan gerakan kaku Kavka mengeluarkan kotak kecil dan menyodorkan ke arah Daya. "Apa nih?" tanya Daya heran. "Buat lo." ia mengambil tangan Daya dan meletakkan kotak kecil itu disana. "Buat gue?" Daya memastikan kembali. Ia mengguncang kotak kecil itu ke telinga untuk menebak isi di dalamnya. Suaranya seperti... ada kotak lain di dalam kotak itu. Apa jangan jangan Kavka cuma mau iseng? Karena tidak sabar untuk rencananya membunuh Kavka kalau pria itu memang benar cuma usil, ia membuka bungkusan itu dengan cepat. Dan benar, ada kotak lagi di dalamnya. Kotaknya dilapisi kain beludru warna biru dongker. Mirip seperti kotak perhiasan. But wait. Nggak mungkinlah Kavka ngasih perhiasan. Lagipula kenapa harus dibungkus lagi? Daya membuka kotak kecil itu dan terdiam. Untuk beberapa lama dia masih terpana dengan benda kecil di dalamnya. "Cantik...." ucapnya pelan. Bibirnya tersenyum sendiri memandangi sepasang anting bintang dengan permata ditengahnya. "Ini beneran buat gue?" tanya Daya tanpa mengalihkan pandangannya dari anting cantik itu. "Kav?" Daya mengalihkan matanya ke Kavka, tapi pria itu sudah menghilang. Daya mengangkat bahu, anting anting itu terlalu cantik untuk tidak dicoba. Kalaupun nanti ternyata anting itu bukan untuk dirinya. Setidaknya dia sudah mencoba dan kalau perlu nanti dia akan beli model yang sama. Tubuh gaya bergoyang, bibirnya bersenandung sambil mengangkat anting itu. Dengan semangat ia memasangnya keduanya di telinga. Saat Daya ingin ke kamar mandi untuk berkaca. Ia mendengar suara Kavka yang berteriak girang."Dayaaa! Ini buat gue, kan?" Kavka mengangkat kotak berbentuk persegi panjang. "Ini." Kavka membuka kotak tersebut dan mengeluarkan pena berwarna hitam mengkilat dengan sedikit aksen emas di ujungnya. "Dari elo kan?" tanya Kavka lagi sambil menunjukkan pena itu ke wajah Daya. "Iyaaa." Jawab Daya sekaligus untuk semua pertanyaan Kavka itu. Ia tersenyum melihat Kavka yang menyukai pena pemberiannya. "Mirip sama yang dulu lo kasih." Kavka memperhatikan pena itu dengan mata berbinar. "Iya, yang lo hilangin." Daya bercanda dengan nada menyindir. Lalu dia mendapati Kavka yang raut wajahnya berubah menjadi bersalah. Buru buru Daya menambahkan, "Gue tadinya bingung mau beli model terbaru atau yang itu." alihnya. Jujur, Dia sama sekali tidak mempermasalahkan pena pemberiannya yang hilang itu. Toh itu cuma pena yang bisa dibeli lagi selama masih ada stok di pasaran. Wajah bersalah Kavka seketika sirna,"Gue lebih suka ini. Obviously!" Selain nyaman, baginya pena pemberian Daya yang dulu itu sudah seperti jimat keberuntungan dan tentu saja dia sangat berterimakasih karena Daya memberikan lagi pena dengan model yang sama. "Wait..." Perhatian Kavka tiba tiba teralihkan pada benda kecil berkilauan yang terpasang di telinga Daya. "Cantik." pujinya. Tangannya menyampirkan rambut Daya kebelakang telinga. "Lo harus lihat."Kavka mendorong Daya pelan masuk ke kamar mandi. Sampai di depan cermin, Kavka yang berdiri di belakang Daya dan mengumpulkan rambut perempuan itu,"Cantikkan?" tanyanya sambil melihat Daya dari pantulan cermin. Daya mengangguk, dia bukan perempuan percaya diri yang suka memuji diri sendiri. Tapi pantulan dirinya di cermin benar benar cantik. Bagaimana mungkin benda kecil yang menempel di telinganya itu memberi perubahan sebesar ini? "Ini beneran buat gue?" Daya tersadar kalau dia belum tahu kepemilikan sepenuhnya tentang anting yang tiba tiba Kavka berikan ini. Dengan pasti Kavka mengangguk. Daya berbalik lalu berjinjit dan mencium pipi Kavka."Thankyou, gue suka banget." ucapnya. Kavka tersenyum, tangannya terulur mengusap pipi bagian bawah telinga Daya. Tanpa aba aba pria itu menunduk dan mencium bibirnya. Tangannya perlahan berpindah menahan leher Daya agar perempuan itu tidak kemana mana dan menerima ciumannya yang semakin dalam. Kavka terkejut dalam ciumannya. Daya tidak menolak. Dan kabar lebih baiknnya, perempuan itu malah melingkarkan tangannya pada leher Kavka. Bibirnya juga perlahan namun pasti membalas ciuman Kavka dengan sama dalamnya. Dipacu oleh libido, Kavka mengangkat Daya dan mendudukkannya pada meja marmer. Lehernya bisa patah kalau terus terusan menunduk seperti itu, sedangkan ia tidak rela untuk melepaskan bibir Daya begitu saja. Tidak secepat ini, bahkan untuk masuk dalam hitungan permulaan saja belum. Tangan Kavka mulai bergerilya, ia meremas bagian tubuh yang bisa ia gapai hingga Daya mengeluarkan desahan desahan yang membuat Kavka semakin gila. "Oh..Shit!" Kavka menyusupkan tangannya pada ujung kaos oversized yang Daya kenakan. Ia membelai pelan, merasakan kehalusan kulit Daya. Daya terbuai, tangannya yang melingkari leher Kavka perlahan menyusup ke belakang kepala pria itu. Jari jarinya meremas rambut seiring gerakan tangan Kavka yang menggoda tubuhhnya. Napasnya hampir berhenti saat merasakan Kavka menyentuh dadanya, dan mulai meremas dengan kasar. "Kav.!" geram Daya. Ia melepaskan bibirnya dan menyandarkan wajah di ceruk leher Kavka. "Did i hurt you?" tanya Kavka khawatir. Takut kalau dia terlalu rough sehingga membuat tidak nyaman. Daya menggeleng. Napasnya masih putus putus. "We need to stop." ucapnya. Demi Tuhan, seharusnya kalimat itu tidak perlu dia ucapkan, dia harus menolak sejak awal. "What?" Kavka tidak percaya akan pendengarannnya. They need to what? Ini nggak lucu sama sekali. Daya lebih baik cuma bercanda atau dia bakal benar benar jadi perempuan paling kejam di dunia. "Sorry, but i have to go." Daya turun dari meja marmer. Tapi gerakan Kavka lebih cepat menahan tangan Daya. "No, you are not." ancamnya. Pergi? Dalam keadaan begini. Kavka mengumpat mati matian. Bagaimana bisa makhluk lembut yang bernama perempuan ini berubah ubah dalam waktu singkat? "Kav." Daya menggeleng pelan dan mencoba menarik tangannya. Tindakan yang membuat Kavka makin mencengkeran kuat,"Lo nggak bisa kabur gitu aja. I really want you dan lo bohong kalau bilang nggak menginginkan hal yang sama." Kepala Daya tertunduk, ia hanya diam dan menggingit bibir. "God!" erang Kavka frustasi. Jelas jelas tadi Daya dengan rela membalas ciumannya, merapatkan tubuhnya dengan suka rela. "Gue akui itu salah. Seharusnya gue sadar lebih cepat." aku Daya masih tidak berani menatap Kavka. "Salah?" Oke kalau Daya menyebut perbuatan mereka salah. Tapi jujur saja Kavka tidak bisa memperbaiki otaknya yang entah sejak kapan jadi ingin selalu melihat Daya, menyentuh Daya, meniduri.. Untuk beberapa saat keduanya hanya terdiam. Sampai akhirnya Daya kembali membuka suara."We already did it once. Dan itu udah cukup. Gue nggak mau hal ini malah jadi awal rusaknya hubungan kita. Lo tahu manusia itu seperti apakan, Kav? Setelah terlena sama satu kesenangan dia bakal greedy buat dapat kesenangan lainnya. Dan akhirnya? Kita cuma bakal nyakitin diri kita masing masing." Kavka meresapi tiap perkataan Daya. Ia kemudian melepaskan tangannya dan membiarkan perempuan itu meninggalkan dirinya. Daya berjalan keluar dan melirik Kavka sekilas. Ia baru sadar akan ulah gilanya yang mengakibatkan bibir pria itu merah. Munafik, kata yang Daya berikan pada dirinya sendiri. Kavka benar, Dia juga menginginkan hal yang sama. Dia hanya takut. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding. Bibir dan sentuhan Kavka adalah jenis godaan yang hanya bisa ditolak oleh wanita super suci yang mana pastinya bukan Daya. Daya hanyalah wanita biasa yang akan mudah tergoda akan pria baik, lembut dan seseksi Kavka. Hah!!! Daya mengacak rambutnya. Sedetik ia ingin pergi dari rumah dan mengusir pikiran kotornya. Tapi sedetik kemudian ia ingin kembali kepada Kavka, menarik pria itu dan menciuminya hingga bibir merahnya berubah menjadi bengkak. Salahkan bibir merah itu. Bibir merah yang seharusnya tidak ia lihat. Bibir merah yang membuat Daya harus menelan kata katanya pada Kavka tadi seperti bola panas yang tertelan masuk ke kerongkongannya. "s**t!" Daya mengumpat dan kembali ke kamar mandi. Dan good! Kavka masih terdiam di tempat yang sama. "Kav..." panggilnya. Kavka menoleh, Daya langsung berjinjit, menarik kerah kemeja Kavka dan menciumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD