Empat

1196 Words
Bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh murid di kelas IBB yang selama 4 jam tegang akhirnya bernafas lega karena mata pelajaran yang mereka benci berakhir sudah. Matematika bye...bye... Sebetulnya guru matematika mereka Pak Andi yang masih muda dan berstatus lajang itu baik, ganteng dan bersahabat. Tapi tetap saja di kelas Bahasa guru matematika itu tidak akan pernah menjadi sosok idola. " Dah Tasya...duluan ya." Seorang siswi berpamitan kepada Tasya. " Jangan lupa pesenan kue nya ya.." Alin teman sebangku Tasya mengingatkan pesanannya. Anak itu memang paling senang merecoki bekal makanan Tasya. " Yuk pulang." Gina segera menarik lengan Tasya. " calm dong." Jawab Tasya. " Aku nebeng pulang ya." rengek Gina. " Perasaan tiap hari juga nebeng." " Kapan sih pulang bareng Erik." Gina bertanya kepada Tasya. Mereka sudah siap meninggalkan kelas. " Eh, Gina denger ya Erik tuh kecengan gua." Silvi tidak terima. " Udah ah kalian malah rebutan si Erik sih. Kalau mau nebeng Erik ya bilang ke dia. Lagian dia mah ga nerima tumpangan lain. Selain gengnya." Lerai Tasya. " Mending rebutan si Asep aja tuh dia masih jomblo. Lumayan kan kalau jadi pacar dia tiap hari makan bakso." Yusuf yang sedang piket menggoda Asep anak bos Bakso yang masih duduk manis memainkan ponselnya. " Nih gadis-gadis bukannya pada pulang." Asep bersuara. " Asep lo ga usah ngusir segala, kita emang mau pulang." Silvi meninju lengan Asep. *** PLAKK sebuah tamparan keras mengenai pipi Tasya ketika Tasya baru saja keluar dari toilet perempuan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Cindy yang tadi ke kelas Tasya. Anak perempuan itu cukup berani. Ia membuktikan ancamannya. " Aw.." Tasya mengaduh. Tasya tidak menyangka. Anak bernama Cindy itu menamparnya. Tasya bukan gadis penakut. Ia tidak terima diperlakukan demikian. " Tuh rasain." Cindy mendorong Tasya. Gadis itu dengan penuh emosi ingin menyerang Tasya lagi. " Kakak apa-apaan sih?" Tasya yang kaget refleks melawan. PLAKK Tasya membalas tamparanya. Di sekitar toilet itu tidak ada siapa-siapa karena Silvi dan Gina sudah pergi duluan menunggu Tasya di Parkiran. Sambil melapor ke Pak Ading sopirnya bahwa Tasya ke toilet dulu. " Dasar ga tahu diri." Cindy berusaha mendekati Tasya lagi. Pertengkaran mereka semakin serius. Hampir saja keduanya berkelahi. " Ada apa ini?" Seorang guru perempuan menemukan mereka. Sehingga mereka dapat dipisahkan. **** " Ma, ini ada surat. Besok Mama harus ke sekolah." Tasya sengaja menyerahkan kertas itu malam-malam. " Bukannya baru minggu kemarin Mama ke sekolah buat rapat. Emang rapat apalagi sih?" Heni menatap heran anak gadisnya. " Itu surat panggilan dari guru BP." Tasya lalu tertunduk. Bersiap mendengar omelan sang Mama. " Apa?" Heni lalu membaca isi surat itu. " Kemarin lusa Tasya berantem sama kakak kelas." Tasya mengaku jujur. Ia masih tertunduk takut. " Tasya... Baru sekolah dua minggu sudah bikin ulah!!" Heni yang tidak biasa marah ataupun mengomel kepada Tasya kali ini tidak dapat menahan emosinya. " Maafin Tasya Ma, Abis Tasya kesel banget." Tasya mencoba menjelaskan permasalahannya. " Kamu ini anak perempuan pake berantem segala. Emang kenapa? Jangan bikin malu Mama dong." Masih dengan nada kesal. " Iya Tasya ngaku salah. Mama janji ya jangan bilangin Papa. Please Ma.." Entah apa jadinya jika Dany tahu masalah ini. Untung pria itu sejak tadi pagi pergi ke Malaysia dan baru pulang besok malam. Heni menghela nafas. Berusaha mengendalikan diri. " Oke. Tapi tolong jelasin ke Mama apa yang sebenarnya terjadi?" Wanita itu mulai tenang. Tasya menceritakan kejadian dua hari lalu tentang keributannya dengan Cindy dari awal sampai akhir. *** 2 Hari kemudian. " Kamu berantem gara-gara rebutan cowok?" Dany akhirnya tahu masalah Tasya yang dipanggil guru BP. Tasya tidak mengerti dari mana ayah tirinya itu tahu mengenai masalahnya di sekolah. Kalau bukan dari Mama pasti Erik yang bilang. " Enak aja rebutan cowok. Tuh cowoknya aja yang ngejar-ngejar Tasya." Tasya membela diri. " Mudah-mudahan ini yang pertama dan terakhir. Papa ga mau tahu pokoknya sekali lagi kamu bermasalah di sekolah Papa kirim kamu ke Asrama Pesantren." Dany mengancam. Tentu saja Tasya ketakutan. " Jangan Pa. Tasya janji ga bakalan ribut lagi di sekolah. Tasya ga kan bikin masalah lagi. Tasya ga mau diasingkan." Anak gadis itu berkata sungguh-sungguh. " Kamu belajar mengendalikan emosi dong. Jangan mudah terpancing." Dany memberikan nasihat. " Satu lagi. Kamu tuh masih kecil jangan pake pacaran segala. Belajar yang bener biar pinter." Lanjutnya lagi. Dany sangat peduli dengan Tasya. Walaupun ia bukan ayah kandungnya tapi status dia suami dari ibunya. Ia bertanggung jawab dengan semua yang terjadi dalam keluarganya. *** Dua bulan setelah kejadian itu Tasya bernafas lega karena Cindy tidak lagi mengganggunya. Fahmi juga sudah tidak lagi mengejarnya. Entah bagaimana ceritanya Fahmi terlihat tunduk kepada Cindy. Ada gosip yang mengatakan kalau Fahmi terancam dicabut beasiswanya kalau berani macam- macam terhadap cucu pemilik yayasan itu. Tasya sekarang bisa dengan tenang bersekolah di tempat itu. " Hari ini eskul Mading ya." Tanya Gina. " Iya." Jawab Tasya. " Aku eskul PMR." Gina memberitahu. Artinya tiga sekawan itu tidak akan barengan. " Si Gina penghianat. Bukannya ngikut Mading." Silvi yang agak tomboy mengomel. " Gue ga suka nulis. Males..." *** Waktu sudah menunjukkan pukul 5 Sore. Dany sejak 15 menit yang lalu sudah menunggu di dekat gerbang sekolah Tasya. Berhubung ia pulang kantor lebih awal sengaja menjemput Tasya. " Lho kok Papa yang jemput sih." Gumam Tasya. Dari kejauhan ia mobil Dany sudah terlihat jelas. Tasya dan Silvi baru saja keluar gerbang . " Kita jemput Mama ke toko dulu ya." Ujar Dany. " Yuk Silvi, ntar kamu ikut aja dulu ke toko." Tasya mengajak Silvi yang terlihat sungkan. Gadis tomboy itu akhirnya mau juga ikut. Sebenarnya arah ke rumahnya dan toko kue Mamanya Tasya kan berlawanan arah. Tapi biarlah dia ikut Tasya. Selama ini kan Tasya suka dengan baik hati bersama sopirnya mengantar sampai ke gerbang komplek rumahnya. Sesampainya di depan toko Dany memarkir mobilnya. Kemudian turun dari mobilnya diikuti Tasya dan Silvi. Para karyawan menyapanya dengan hormat. " Tumben amat jam segini Mama masih di toko." Tasya menghampiri Ibunya yang sedang membereskan tasnya. " Di Toko sibuk banget sayang. Dua orang karyawan sakit, Seorang lagi izin mudik, terus satu cuti melahirkan." Sang Mama terlihat stres. " Ma, Tasya ambil dulu kue ya." Tasya mengajak Silvi untuk memilih semua kue yang mereka inginkan. Tentu saja GRATIS. Silvi tentu senang. " Winda kemana?" Dany menanyakan assisten Heni yang biasa berada di ruangan itu. " Jam 3 udah pulang. Anaknya sakit. Mama sibuk banget. Kayanya harus merekrut karyawan baru deh." Ujar Heni. Tok..Tok... " Masuk.." " Maaf. Bu, Ini karyawan baru kita. Namanya Rangga. Mulai hari ini akan bekerja part time sebagai kasir mulai pukul 6 sampai tutup." Seorang karyawan perempuan masuk ke ruangan Heni dengan seorang pemuda tampan yang gagah bertubuh tinggi. Usianya mungkin 18 tahun. " Selamat bergabung ya..." Heni tersenyum ramah. "Pit saya pulang duluan. Kamu yang urus adik ini." Heni bukannya tidak peduli dengan pemuda itu. Ia mempercayakan semuanya kepada Pipit sebagai karyawan senior. " Ayo, mas..." Ajak Pipit kepada pemuda itu. " Kak Rangga!" Gumam Tasya tepat di hadapan pemuda itu ketika Tasya hendak menghampiri ibunya yang kini sudah berada di depan pintu. " Kalian kenal?" Dany yang menggandeng istrinya menatap curiga ke arah Tasya lalu Rangga bergantian. " Dia kakak kelas Tasya, Pa." **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD