Tiga

1176 Words
" Tuh..tuh...Erik lagi makan." Gina menunjuk arah meja tempat Erik dan teman-temannya berada. " Yuk ke sana." Silvi tidak sabar. Terhitung sejak kemarin Erik mulai menjadi idola baru di sekolah itu. Wajah blesterannya menarik perhatian murid-murid perempuan untuk mendekatinya tak terkecuali teman-teman Tasya yang pada kecentilan. Mereka bertiga melangkah mendekati Erik. " Boleh ikut duduk ya." Tasya meminta izin Erik dan teman-temannya. " Oh iya..silahkan." Siswa bernama Gilang yang duduk di samping Erik dengan ramah mempersilakan ketiga siswi cantik tersebut. " Hai...ini anak-anak IBB kan. Kenalan dulu dong?" Siswa bernama Azril menatap Tasya, Gina dan Silvi. Dilihat dari tampangnya sih mirip cowok playboy. " Hai...Ga usah basa basi ya soal nama ga usah disebutin. Tuh di d**a kita semua udah ada namanya. Dijamin ga kan ketuker." Ucap Tasya sambil tersenyum. " Gua udah pesen makanannya. nih minumnya." Seorang siswa lainnya mengambil posisi tepat di samping Tasya. " Pesan 3 lagi dong baksonya ni buat gadis-gadis." Siswa yang bernama Gilang kembali memerintah temannya yang baru datang. " Biar aku aja yang pesenin." Dengan sigap Azril berdiri. Tampaknya ia ingin mencari perhatian. " Kamu, Sekolah di sini? Kelas MIA1?" Tasya menggeser posisi duduknya. Ia terkejut dengan kehadiran sosok siswa di sampingnya. " Apa kabar Tasya, ga nyangka ya kita satu sekolah lagi." Dengan tampang sok akrab siswa di samping Tasya tersenyum ramah. " Kalian udah kenal?" Giliran Erik yang bersuara. Tasya yang tampak malas meladeni omongan Satrio. Tidak biasanya Tasya bersikap dingin dan tidak ramah terhadap orang lain. " Sepertinya aku kena kutuk deh ketemu kamu lagi. Okey Gina, Silvi silahkan kalian makan di sini. Aku mau ke belakang dulu." Tasya lalu berdiri meninggalkan mereka. Sebenarnya itu hanya alasan Tasya aja. Anak itu tidak suka akan pertemuannya dengan Satrio teman SMPnya dulu yang sering membuat ulah dan membuatnya menangis. Tasya ga habis pikir bakalan satu sekolah lagi dengan adik kandung sahabat ayah tirinya yang bernama Sandy. " Si Tasya kenapa?" Giliran Erik yang kebingungan melihat Tasya yang sedikit aneh. *** Malam minggu ini Tasya dan keluarganya tidak akan pergi kemana pun karena Oma dan Opanya akan berkunjung untuk makan malam bersama. " Bantuin Mama masak ya..." Tasya baru saja selesai mandi dan sudah wangi dengan kostum santainya yang bergambar doraemon. " Tasya udah cantik gini masa sih harus ke dapur. Kan ada Bi Cacih sama mbak Ajeng. Males ah Ma.." Tasya malah mencari remot TV. " Cuma bantuin motong-motong aja. Sama nemanin Mama di dapur." Heni merebut remot TV yang dipegang Tasya. " Ada apa sih kok ribut-ribut." Dany datang menghampiri ibu dan anak itu. Di kanan kirinya ada putri kembarnya. " Kakak ga mau bantuin Mama masak buat makan malam." Ibunya mengadu. " Kan udah mandi." Tasya beralasan. " Anak gadis tuh jangan malas. Nanti susah dapat jodohnya. Cepet bantuin Mama." Sebuah perintah yang tidak bisa dibantah. " Ih apaan sih Pa. Enak aja." " Iya deh Tasya bantu. Tasya ga mau jadi jomblowati." Tasya tidak lagi membantah. Tasya memang paling tidak bisa membantah Dany. Alasannya sih bukan karena Dany galak tapi Tasya takut Dany memblokir semua fasilitas yang diberikan. " Nah gitu dong. Dah sayang main dulu sama Papa ya." Heni mengusap pipi kedua anak kembarnya. Akhirnya Tasya mau mengekor Mamanya. *** " Enak...ini soto betawi ya." Ujar Erik yang sedang menikmati makanannya. " Pasti ini yang masak Chef Heni." Bu Ratih mengangkat kedua jempolnya. " Mami bisa aja." Heni tersipu malu. " Beneran enak, Tan." Erik juga memuji masakan Tantenya. " Tasya juga bantuin Mama." Tasya tidak mau kalah. Ia juga mau dikasih pujian Omanya. " Cuma bantu motongin aja sombong bukan main." Dany mencibir. " Tetep aja judulnya bantu kan Pa." " Wah, Tasya rajin ya mulai suka ikut bantu Mama." Malah Opa Yusuf yang memberikan pujian untuk gadis berkulit putih itu. Tasya tersenyum kegeeran. " Gimana nih kamu betah di Jakarta?" Dany bertanya kepada Erik. " Alhamdulillah betah banget Om." Jawab Erik. " Gimana ga betah, sekarang kan udah jadi selebriti sekolahan. Mulai dari anak cewek kelas X sampe XII pada genit ngejar-ngejar Erik." Ujar Tasya. " Jangan suka mengadu dong Sya." Erik melotot ke arah Tasya. " Sebentar lagi kayanya bakalan ada Erik Fans Club." Heni terkekeh. Ibu 3 anak itu jadi teringat para Fans suaminya yang sampai hari ini pun Dany Fans Club masih tetap berkibar. Bahkan anggotanya sudah bertambah. " Udah cepetan makannya dihabisin. Jangan mengobrol aja." Bu Ratih mencoba menenangkan situasi. Ia tidak ingin cucu-cucunya sampai berdebat yang berujung dengan pertengkaran. *** Dua minggu sudah Tasya berada di kelas X SMA. Tasya menikmati masa sekolahnya. Ia memiliki banyak teman baru. Di Sekolah ia cukup populer selain karena cantik, ramah dan memiliki bakat seni ia juga anak pemilik toko kue Tripple N yang tersehor se Jabodetabek. Satu hal lagi yang membuat para siswa terutama siswa perempuan ingin berteman dengannya tentu saja karena ia sepupu Erik. Tasya dijadikan modus agar mereka bisa mendekati Erik. Siswa jenius berwajah bule tampan yang dingin dan super cuek. Tasya sibuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler mading, theater dan pramuka. Semua mata pelajaran ia sukai kecuali Matematika. Daripada mengerjakan soal matematika lebih baik disuruh menghafal kosa kata bahasa asing atau menulis beberapa lembar karangan. Baginya Matematika adalah HOROR. *** Suatu hari di jam istirahat. Suasana kelas tampak ramai. Para penghuni kelas yang berjumlah 19 orang itu sibuk mengerjakan PR Matematika yang tidak sempat mereka kerjakan karena 50 persen dari mereka tidak bisa mengerjakan. Alhasil mencontek dari teman dijadikan solusi. " Hei kamu kan yang namanya Tasya." Seorang siswi masuk ke kelas Tasya. Tanpa salam dan permisi. Ia mendekat ke arah Tasya yang sedang sibuk mengerjakan PR matematika.  Tentu saja Tasya terkejut. Gadis berambut keriting itu datang tak diundang. " Iya Kak. Ada apa ya?" Tasya mencoba ramah. Tasya tahu ia murid kelas XI yang juga anak OSIS. " Eh, kamu dengerin ya. Jauhin Fahmi. gara-gara kamu dia mutusin aku." Ia berkata setengah berteriak hingga mengagetkan seisi ruangan.  " Lho kok kakak nyalahin aku sih. itu kan urusan kakak sama kak Fahmi." Tasya menatap berani. Tasya tidak mau disalahkan. " Dasar cewek ga tahu diri. Kamu belum tahu ya siapa aku." Hampir saja ia menampar Tasya. Untung Silvi segera melerai. " Awas ya,..ntar gua tunggu pulang sekolah." Gadis itu mengancam lalu keluar dari kelas X IBB dengan marah. " Astaghfirullah. Siapa tuh Cup? Belagu amat jadi orang. " Silvi bertanya kepada Yusuf. Ayahnya Yusuf adalah seorang guru di sekolah itu. " Cindy. Cucu pemilik yayasan." Jawab Yusuf. " Pantesan." Seru Tasya. Ia tidak peduli dengan ancaman Cindy. Tasya tetap serius mencontek PR. " Eh emang ada apaan sih dia sampai ngelabrak lu sih Sya." Yusuf penasaran. " Mana aku tahu. Tapi dia bilang aku katanya ngerebut kak Fahmi. Jadian aja nggak." Jawab Tasya masih sambil menulis angka-angka. Fahmi anak OSIS yang waktu itu berkenalan dengan Tasya memang setiap hari selalu berusaha mendekati Tasya. Tapi Tasya cuek karena ia ga suka sama tipe kaya fahmi. " Tenang aja kalau sampe dia ngapa-ngapain. Aku bakalan jagain kamu." Tiba-tiba Asep teman sebangku Yusuf bersuara. " Udah ah jangan ngajak ngobrol terus ntar aku salah contek lagi." Tasya membubarkan kerumunan teman-temannya. **** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD