Part 5

1525 Words
Indah Mentari, nama yang seharusnya indah. Sayangnya tak sesuai. Sikapnya yang arogan membuat temannya satu per satu menjauhinya. Ia beruntung, karena menjadi ipar dari Arunika. Namun, ia salah dalam memanfaatkan keberuntungannya itu. Sikap buruknya membuat semua karyawan di pabrik pembuatan boneka itu membencinya. Hanya beberapa saja yang mau dekat dengannya. Setelahnya enggan berdekatan dengan wanita itu. Arogan dan sifat buruk lainnya melekat pada Indah. Saat ini wanita berusia dua puluh enam tahun sedang tergila-gila pada seorang pria, Arjuna. Indah tidak tahu, jika pria yang dicintainya hanya memanfaatkannya saja. Memanfaatkan uangnya. Bukan uangnya, melainkan uang milik perusahaan Arunika. Sungguh sifat yang sangat tercela yang dimiliki oleh adik kandung Renjana itu. "Sabar, Ndah," kata Ibra berusaha menenangkan teman satu ruangannya. Dalam hati Ibra tertawa bahagia, melihat indah kena batunya akibat ulahnya sendiri. "Gimana mau sabar, sejak di rumah udah bikin masalah. Suka heran sama perempuan mandul itu."Indah mengucapkannya tanpa menyadari jika Arunika mendengarnya. Jadi ini kelakuan Indah dibelakang Arunika? Arunika tidak langsung mengecek berkas yang diserahkan oleh Indah. Dia ingin menemui Pak Rafi terlebih dahulu. Ada kejanggalan pengeluaran dua tahun lalu. Penarikan uang dari kantor miliknya sejumlah dua ratus juta rupiah. Uang itu ditransfer pada sebuah show room mobil terbesar di kota ini. Istri Renjana itu tidak merasa ada mobil baru di rumahnya. Pikirannya melayang kemana-mana saat melihat jumlah nominal yang tidak sedikit itu. "Indah, mulai besok mungkin kamu kembali ke bagian produksi seperti di awal kamu kerja. Kantor dan usaha ini milik saya." Pelan, tapi tegas ucapan itu keluar dari mulut Arunika. Kedua orang itu terkejut melihat sang pemilik kantor tiba-tiba muncul. Artinya, bos mereka mendengar semua percakapan mereka tadi. Ibra masih beruntung, tidak usil mulutnya. Memang sifat Ibra tidak mudah terpancing oleh ucapan lawan. Berbeda dengan Indah, sifatnya sangat responsif jika ada sedikit saja yang tidak sesuai dengan keinginannya. "Oh, ya, kamu juga tidak profesional. Sering izin tidak jelas saat jam kerja. Jadi, nanti saya akan meminta bagian HRD untuk menghitung waktu yang kamu curi. Sebagai gantinya, gajimu saya potong." Lagi dan lagi, Arunika menunjukkan taringnya. Membuat Indah terdiam seketika dan wajahnya pias. Indah mengehela napas kasar. Ia merasa di ujung tanduk. Sebab, jika semua terbongkar pasti dia juga akan kena. Termasuk dua tahun lalu ia meminta imbalan pada Renjana sebesar seratus juta rupiah untuk uang tutup mulut. Menutup mulut jika sang kakak menikah secara diam-diam. Otak Indah hanya uang dan uang, sehingga tega berbuat apa pun untuk mendapatkannya. Baginya, uang adalah segala-galanya. Bukan perkara sulit untuk Arunika, ia bergegas mencari Pak Rafi. Meminta berkas dan catatan lain mengenai pengeluaran kantor ini. Pantas saja, usaha boneka ini hanya mendapatkan laba yang kecil tiap bulannya. Bahkan tidak sampai sepuluh persen. Bahkan pernah merugi hingga harus meminjam ke sebuah bank agar tetap bisa menggaji karyawannya. Hampir bangkrut juga pernah dialami oleh Arunika. Beruntung otak cerdas dan bantuan dari papanya datang untuk menyelamatkan perusahaan itu. Papanya menggelontorkan uang yang tidak sedikit. Renjana memang pandai bermain api. Arunika tak ingin kalah kali ini. Sudah cukup ia dipermainkan. Harga dirinya sebagai seorang wanita terinjak-injak. Tidak salah jika ia besok akan berkonsultasi pada Reno. Sosok pengacara handal yang menjadi sahabatnya. Perceraian bukanlah hal yang mudah, terlebih ada harta gana-gini yang menjadi masalah. "Permisi, Pak Rafi, maaf saya mengganggu," kata Arunika setelah dipersilakan masuk ke ruang Pak Rafi. "Oh, Runi, silakan duduk, Nak. Ada yang bisa Bapak bantu?" tanya Pak Rafi sambil memandang Runi yang sudah dianggap seperti anak kandungnya sendiri. "Saya ingin tahu detail pengeluaran kantor ini dari empat tahun lalu," jawab Runi tanpa basa-basi. Pria paruh baya ini hanya menghela napas kasar. Dulu, telah berulangkali mengingatkan Runi agar berhati-hati pada keluarga suaminya. Nasihatnya tak pernah didengarkannya. Runi buta karena terlalu mencintai Renjana. Istri Renjana itu mempercayakan semua aset perusahaannya pada sang suami. Ternyata sebuah penghiatana yang harus diterimanya saat ini. Menyakitkan hati! "Semua sudah jelas. Adik ipar dan mertuamu yang mengeluarkan dana itu. Suamimu juga ...." Perkataan Pak Rafi terjeda sesaat. Sepergi ada rahasia besar yang sedang ditutupi. "Mas Re, kenapa?" Arunika ingin tahu kelanjutan dari perkataan Pak Rafi. "Dia mencairkan uang sebesar dua ratus juta rupiah untuk hal yang tidak masuk akal." Arunika menghela napas kasar. menahan sesak di d**a karena ulah suaminya. "Baiklah, Pak, terima kasih infonya. Saya mohon, rahasiakan ini, saya hanya ingin menyelidiki aliran dana yang tidak jelas." Arunika mengatakan dengan menahan sesak di d**a. Dirinya dibantu kedua orang tuanya mati-matian menyelamatkan usaha pembuatan boneka home made ini, tetapi justru keluarga dari mertuanya yang hendak menghancurkannya. Pak Rafi memahami perasaan Arunika. Sejak lama sudah mencurigai wanita yang datang bersama dengan anak kecil. Ternyata, dia adalah istri kedua Renjana. Sungguh pria yang tak tahu diuntung. Dengan tega menduakan Arunika yang begitu setia mendampinginya dari nol hingga usaha ini berkembang dan membuka cabang di berbagai tempat. Pun dengan pemasarannya yang sangat pesat dan menonjol di pasar-pasar kota besar di negara ini. Arunika kembali ke ruangannya untuk mengecek semua berkas keuangannya. Banyak yang tak ia pahami. Tidak memiliki dasar mengelola keuangan. Kuliah yang ia ambil adalah PGSD. Perlu seseorang untuk membantu menjelaskan tentang neraca, aktiva, dan pasiva. Semua istilah itu asing bagi Runi. Menyandarkan bahu pada kursi yang ia duduki, sejenak ia berpikir tentang bagaimana mengatasi hal ini. Tebersit menghubungi sahabat karibnya, Juli seorang ahli dalam bidang keuangan. Juli, pria yang yang menjadi sahabat Arunika sejak kecil. Sayangnya, Juli berkuliah di Universitas Tri Sakti Jakarta. Hanya saat liburan semester bisa bertemu dengan Juli. Mereka saling menyayangi sebagai sahabat. Juli telah menikah dengan wanita pujaan hatinya. Teman satu jurusannya dulu, Evelin. Wanita itu memilih mendirikan kantor sendiri, di bidang konsultasi keuangan. Membantu para pengusaha dalam penghitungan pajak yang harus dibayarkan. Hingga tidak terlalu banyak masalah saat ditagih oleh Direktorat Jendral Pajak negara ini. Arunika akhirnya memberanikan diri menghubungi Evelin. Menceritakan semua yang menimpa dirinya. Wanita berdarah campuran Belanda itu ikut prihatin dan bersedia membantunya. Istri Renjana juga memberitahukan jika dirinya sudah memanggil pengacara, Reno. Mempersiapkan semuanya sejak awal agar tidak pusing ketika pihak keluarga Renjana mempersulitnya nanti. "Kamu yang kuat, Runi,"ucap Evelin memberikan dukungan. Arunika hanya menghela napas panjang. Mendengar jawaban demi jawaban dari istri Juli. Semua harus diurus dari awal. Akan banyak waktu yang hilang untuk memperbaiki hubungannya dengan Renjana, sang suami. Runi sudah tidak peduli lagi jika akhirnya mereka harus berpisah. Hatinya masih sangat sakit. Penghianatan Renjana membuatnya terpuruk. Panggilan akhirnya ditutup oleh Arunika. Memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah ini. Tanpa berpikir panjang, Runi memilih menyelesaikan urusan semua asetnya. Saat ini lebih penting, tidak akan tahu apa yang direncanakan oleh keluarga Renjana nantinya. "Mas ... aku datang bawa makan siang?" Suara Jelita memekakan telinga Arunika. Berbalik dari kursi kebesarannya dan menatap tajam ke arah Jelita. Wanita di depannya tampak salah tingkah mendapati Arunika yang ada di depannya, bukan sang suami seperti biasanya. Wajah cantik itu segera menunduk. Ia takut menatap mata elang milik Runi. Tatapan kakak madunya itu seoalah menguliti istri kedua Renjana. "Maaf, saya kira Mas Renjana." Jelita mengucapkannya dengan gugup. Ia takut jika Runi membocorkan semua rahasianya di depan seluruh karyawan. Kebohongannya selama ini pasti akan jadi bahan tertawaan. "Silakan bereskan mainan anakmu!" titah Arunika dengan nada tegas."Mulai saat ini dan seterusnya aku yang akan mengurus kantor ini," lanjutnya tanpa peduli wajah pias Jelita. Tubuh Jelita mendadak lemas mendengar apa yang diucapkan oleh kakak madunya. Ia mengartikan jika Renjana telah resmi menjadi pengangguran. Lalu, bagaimana dengan nasib dirinya dan keluarga? Siapa yang akan menopang perekonomian kedua orang tuanya dan biaya kuliah kedua adiknya. Jelita masih mematung sebelum akhirnya melaksanakan perintah Arunika. "Baik, Mbak," jawaban singkat itu yang keluar dari mulut Jelita. Takut jika berkata panjang kali lebar justru membuat Runi mengamuk. Arunika meninggalkan ruangannya. Ia jijik harus bersama dengan madunya itu. Jelita hanya menghela napas, tidak berani menatap Runi. Semua mainan milik Kumala segera ia bereskan. Setelahnya, kembali ke sekolah tempatnya mengajar. Sudah menjadi kebiasaannya jika siang hari mengantar makan siang untuk suaminya. Seharusnya Jelita terlebih dahulu menghubungi suaminya. Hal tak mengenakkan seperti tadi tidak akan terjadi. Ponsel milik suaminya tidak dapat dihubungi. Jelita mengira jika sang suami sedang rapat. Kenyataannya tidak, justru bertemu dengan Runi. Jelita segera keluar dari ruangan milik Runi. Pandangan sinis dari seluruh karyawan menyambutnya. Hati Jelita sakit melihat tatapan seluruh karyawan. Sebelumnya tidak pernah seperti ini. Mereka ramah terhadap ibu satu anak itu. Banyak yang berkasak-kusuk saat menatap dirinya saat ini. "Ternyata selama ini keramahannya untuk menutupi kebusukannya? Perempuan kok ga punya hati nurani, merebut milik perempuan lain." Sebuah ucapan dari salah satu karyawati sangat menusuk hati Jelita. Jelita tidak berani menatap seluruh karyawan dan karyawati. Memilih mempercepat langkah agar segera keluar dari kantor. Tak hanya itu, ternyata Arunika menunggunya di depan sambil membawa lima buah paper bag berisi barang belanja milik Jelita. Belanja dengan uang yang ia pikir milik Renjana. Ibu Kumala itu sangat suka dengan baju-baju bermerk. Tidak peduli dengan kondisi keungan Renjana. Terpenting apa yang diinginkan harus ada. "Totalnya lima belas juta rupiah, saya sudah konfirmasi pada butik tempat kamu belanja dengan uang saya. Saya mau uang saya diganti!" bentak Arunika yang membuat orang menoleh pada kami berdua. Arunika melemparkan paper bag berisi semua pakaian ke muka Jelita. Wanita itu tidak siap ditambah lagi dengan membawa mainan milik Kumala, putrinya. Tubuhnya terhuyung hampir jatuh terjerembab. Sebuah lengan menahannya membuatnya tidak jadi jatuh. "Kamu puas setelah melakukan ini?" Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD