Part 9

2014 Words
Semua mata melihat ke arah Renjana dengan tatapan bertanya-tanya. Mereka menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut pria berlesung pipi itu. Jelita hanya bisa pasrah, kini dirinya tak punya pilihan. Langkah awalnya sudah salah, tapi tetap nekat menjalaninya. Buah dari kenekatan yang membuat keadaan serba sulit. Andai, dulu menolak bujuk rayu Bu Yanti, apakah keadaannya akan baik-baik saja? Tidak, Jelita pun adalah sosok yang sangat gila dengan harta. Tidak peduli harus mendapatkannya dengan cara kotor atau cara yang baik. Intinya, tujuannya adalah mendapatkan uang dengan cara yang mudah. Renjana punya semuanya saat itu. "Kenapa, Mas?" tanya Runi sambil memandang Renjana dengan tatapan tajam. Runi pun tidak sabar untuk mendengar jawaban dari mulut suaminya. Dari lubuk hatinya, masih berharap jika sosok laki-laki yang dicintainya masih mempertahankan dan memilih wanita yang telah mendampinginya sejak mereka bukan seorang apa-apa. Akan tetapi, justru jawaban dari Renjana membuat Runi meradang dan sakit hati. "A-aku bimbang Runi, di antara aku dan Jelita ada anak yang tak berdosa. Sedangkan aku masih sangat mencintai kamu hingga detik ini," jawab Renjana menahan air matanya agar tidak jatuh. Laki-laki berlesung pipi itu dilanda bimbang yang luar biasa. Suami mana yang rela melepas istri yang sangat dicintainya? Tidak ada. Itulah yang membuat Renjana bimbang tak berkesudahan. Bukan tanpa sebab, Kumala--anaknya dengan Jelita tidak bersalah dalam hal itu. Anak itu lahir setelah pernikahan mereka berdua meskipun pernikahan secara agama. Jika mengorbankan Kumala, anak itu akan mengalami broken home. Pria pemilik sepasang lesung pipi ini sangat terkejut. Tidak menyangka jika pada akhirnya Runi menawarkan perpisahan dan harus memilih salah satu. Ada Kumala yang tak berdosa. Jika tetap bersama Runi, anak itu masih butuh kasih sayang seorang ayah. Tidak bisa digantikan hanya dengan sosok ibunya saja. Ayah tetap berperan penting dalam tumbuh kembang seorang anak. "Oke, aku paham. Kita berpisah," jawab Runi sambil melangkahkan kaki keluar dari dapur. Tidak ingin berlama-lama bersama dengan orang-orang yang telah menghianatinya itu. Hati Runi sangat kacau pagi ini. Entah mendapat keberanian dari mana ia menawarkan perpisahan pada Renjana, sang suami. Hatinya masih sangat mencintai pria pemilik sepasang lesung pipi itu. Namun, wanita cantik ini tidak bisa menerima jika telah dicurangi. Renjana membagi hatinya pada wanita lain. Banyak pengorbanan yang Runi lakukan, tetapi kini menjadi sia-sia. Suaminya telah mencuranginya dengan tega. "Run ... Runi bukan begitu maksudku. Aku ingin kita tetap bersama." Renjana memohon pada Runi sambil mengejar sang istri pertama yang sangat dicintainya itu. Hingga Runi berhenti sebentar karena risih dengan panggilan suaminya. Renjana bahkan memegang kaki Runi saat wanita itu akan melangkah keluar meninggalkan dapur. Istri pertamanya menghempas kasar kakinya, membuat Renjana terjerembab. Runi mengabaikannya, dia tetap berlalu. Hatinya juga sama hancurnya. Runi segera memasuki kamarnya, mengganti baju dan mengambil tas berisi dompet, ponsel, dan beberapa barang penting lainnya. Ia muak dengan drama yang ada di rumah ini. Istri pertama Renjana itu ingin pergi meninggalkan rumahnya dengan membawa mobilnya. "Mas, kita harus bicara pada Runi," bujuk Jelita melihat suaminya masih bersimpuh. Renjana bahkan menangis dalam diam. "Apa yang akan dibicarakan? Dia tak akan mau mendengar apa pun. Semua salah dan akulah yang membuatnya berubah!" Renjana tak kuasa menahan air matanya. Sorot matanya menunjukkan emosi yang tidak stabil. Dadanya sesak saat harus menerima kenyataan berpisah dengan Runi. Jelita yang melihat suaminya seperti itu dadanya pun berdenyut nyeri. Hatinya sakit, seharusnya dia tahu jika hati Renjana sepenuhnya milik Runi. Wanita yang dicintai sepenuh hati oleh Renjana. Istri kedua Renjana itu pernah membayangkan jika Runi akan menerimanya dengan tangan terbuka. Terlebih ada Kumala. Mereka bertiga bisa merawat anak perempuan yang lahir dari rahimnya bersama-sama. Akan tetapi, Runi sepertinya sangat jijik melihat Kumala. Tidak pernah membalas sapaan anaknya itu. "Ibu, inikah yang yang Ibu inginkan? Kehancuran rumah tanggaku bersama Arunika?!" bentak Renjana pada Bu Yanti yang sedang bermain dengan Kumala. Renjana putus asa. Apa yang dikatakan Runi membuatnya merasakan rasa sakit yang luar biasa dalam hatinya. Tidak pernah terbersit sedikit pun untuk berpisah dengan wanita yang sangat dicintainya itu. Hingga detik ini, Runi bahkan tidak mengusirnya dari rumah miliknya. Membiarkan Renjana dan anggota keluarga yang lain tetap tinggal di rumah ini. Bu Yanti hanya diam, tak tahu harus menjawab apa. Wanita serakah itu harus bersiap jika harus kembali ke desa tempat tinggalnya dulu. Renjana dan Jelita belum mempunyai rumah sendiri. Bahkan, apartement yang ia berikan masih tertulis nama Reza, adik Runi. Wanita paruh baya itu memutar otak liciknya, bagaimana cara mendepak sosok Runi dari rumah ini. Istri pertama Renjana itu dianggap sumber masalah oleh Bu Yanti. "Aku tidak sanggup jika berpisah dengan Runi. Aku mencintainya," isak Renjana tak kuat menahan beban di hatinya. Runi yang baru saja menuruni tangga tidak sengaja mendengar isak tangis suami yang masih dicintainya. Hatinya pun sedih, tetapi tak ingin goyah sedikit pun. Apa yang dikatakannya tadi harus segera diselesaikan. Runi berhenti sebentar, melihat semua orang yang ada di tempat ini. Mereka tampak bingung dengan drama yang terjadi pagi ini. Semua mata penghuni rumah itu menyaksikan drama pagi ini. Bu Yanti hanya bisa menghela napas panjang. Tidak bisa lagi membujuk Renjana. Ibu Mertua Runi tahu watak anak sulungnya-- keras kepala. Suami Runi itu tidak akan mendengar apa pun dari siapa pun perihal masalah ini. Suara pintu dibanting seseorang membuat semua orang terkejut. Renjana tahu itu adalah istri pertamanya. Wanita yang telah menemaninya dengan sabar dari pertama hingga sekarang pergi daru rumah tanpa bisa mencegahnya. Renjana tidak tahu bagaimana menghadapi hari-harinya nanti tanpa sosok Arunika. Wanita cerdas itu telah mencuri seluruh hati dan pikirannya. Sejenak, Runi berpikir saat berada di dalam mobilnya. Bagaimana bisa seorang ASN bisa menikah hanya secara agama bahkan menjadi istri kedua? Apakah Jelita membuat kecurangan? Hanya istri kedua Renjana dan semua orang terlibat saja yang mengetahuinya. Arunika tidak ingin ambil pusing dalam hal ini. Suatu saat pasti akan ada balasan untuk kecurangan yang dilakukan oleh wanita itu. Semua berjalan tidak seperti biasanya. Wajah murung Jelita sangat terlihat. Dirinya tahu, arti dari ucapan Renjana-- sang suami. Akan tiba waktunya untuk diceraikan oleh Renjana. Dirinya bukan sosok wanita yang dicintai oleh laki-laki berlesung pipi itu. Hanya sebagai wanita yang kebetulan telah melahirkan Kumala. Sikap Renjana pun tidak seromantis saat bersama Runi, lebih banyak diam dan hanya akan bercanda jika ada sang putri. Hal yang tak bisa Jelita terima. Dulu mereka berpisah karena orang tua wanita berambut panjang ini memandang rendah Renjana. Bertahun-tahun menanti, akhirnya mereka berjodoh. Jodoh yang dipaksakan demi seorang keturunan. Tak hanya itu, bujuk rayu Bu Yanti ikut andil dalam kesalahan ini. Manusia mana yang tidak tergiur oleh harta? Jika hanya tinggal minta dan menganggap Renjana adalah pohon uang yang kapan saja siap dipetik. "Bu Jelita sedang ada masalah?" tanya Bu Wita, wali kelas dua tempatnya mengajar. Jelita hanya melamun sejak datang ke sekolah. Pikirannya tertuju pada sang suami. Jelita menoleh ke arah Bu Wita sambil mencari alasan yang tepat. Alasan agar bisa menutupi semua masalah yang menimpanya. Bukan rahasia umum, jika istri Renjana itu belum terdaftar secara sah menikah secara negara. Baru terdaftar menikah secara agama. Saat ini belum ada yang curiga perihal ini. "Biasalah, Bu, anak sedang susah makan. Saya kepikiran." Jelita menutupi masalah yang menimpa keluarganya. Ia tidak ingin masalah rumah tangganya menjadi konsumsi publik. "Oh, begitu, biasa anak usia segitu suka sulit makan. Bu, sudah menikah resmi dengan Pak Renjana? Tempo lalu ada yang bertanya dari Diknas. Ibu Jelita akan naik pangkat, jadi untuk mengurus tunjangan anak dan suami. Salah satu syaratnya menunjukkan bukti menikah resmi secara agama dan negara." Perkataan Bu Wita mengejutkan Jelita. Tidak menyangka jika hal ini akan terjadi. Wajah Jelita langsung pias seketika mendengar pertanyaan seperti itu. Bagaimana akan menikah resmi, jika rumah tangganya berada di ujung tanduk. Negara ini tidak akan mengakui jika ASN wanita menjadi istri kedua. Bisa jadi masalah yang serius. ASN wanita tidak bisa menjadi istri kedua. "Belum sempat Bu, karena akhir-akhir ini suami saya sangat sibuk. Bahkan sepekan terakhir belum pulang," kata Jelita penuh dusta. Ia menutupi semuanya dengan rapi saat ini. Pikiran Jelita menjadi kacau. Wanita berambut panjang itu tidak bisa mengambil keputusan dengan gegabah. Secepatnya harus menemui Runi dan berbicara padanya. Namun, bagaimana caranya agar wanita cantik dan cerdas itu mau berbicara dengannya? Kuncinya adalah Renjana. Jika suaminya bisa diajak kerja sama semuanya akan beres. Tidak akan ada yang terluka di sini. Pikiran Jelita sependek itu, berbeda dengan Runi yang memikirkan banyak hal. Sepulang dari sekolah, Jelita tak langsung pulang. Ia sengaja berbelanja untuk mempersiapkan makan malam. Bahan baku di kulkas sudah habis. Hanya tersisa telur dan beberapa makanan kaleng seperti sarden. Ia berbelanja untuk keperluan makan beberapa hari. Tidak mengapa mengeluarkan uang lebih agar bisa memuluskan rencananya berbicara pada Runi. "Lho? Kok belanja sendiri? Harusnya ajak Renjana tadi." Bu Yanti menyapa Jelita ketika baru saja sampai di rumah milik Runi. Hal ini tak luput dari pandangan Runi. Sebuah pemandangan yang memuakkan. Wanita cantik itu tidak jadi menemui Reno dan Evelin. Hatinya kacau pagi ini. Saat makan malam nanti barulah mereka akan keluar. Sekalian merayakan ulang tahunnya ke tuga puluh tahun. Pertambahan usia yang seharusnya membuatnya bahagia. Namun, justru badai rumah tangga yang menyapa. Runi sudah bersiap hendak pergi menemui Reno. Hari ini juga, dia tidak pergi ke kantor. Pikiran yang kacau tidak akan kondusif jika dipaksakan untuk ke kantor. Biarlah Pak Rafi yang menyelesaikan semua pekerjaan di kantor hari ini. "Lho Runi mau kemana?" tanya Jelita saat Runi menuruni tangga. Runi tetap berjalan dan menjauhi sosok ulat bulu itu. Runi hanya diam tidak menjawab pertanyaan dari adik madunya. Enggan untuk berkomunikasi dengan Jelita. Hatinya masih sangat sakit mengingat penghianatan yang dilakukan oleh kedua orang itu. Terlebih Bu Yanti mendukungnya. Wanita paruh baya itu memang tidak tahu diri dan selalu bertindak sesuka hatinya. Tidak peduli jika menyakiti hati orang lain. Runi bergegas mengambil kunci mobil miliknya. Sebelum berangkat, wanita cantik ini sudah memberitahu Reno melalui pesan yang ia kirim melalui aplikasi berlogo gagang telepon berwarna hijau. Runi menjelaskan jika batal makan siang bersama dan mengganti pertemuan dengan makan malam. Sesampainya di Paragon Hotels, Runi langsung menuju restoran. Reno sudah menunggu di sana. Tak ada yang berubah dari pria itu. Hanya mungkin lebih dewasa saja. Terlihat dari penampilannya saat ini. Pria yang masih betah melajang itu, semakin sukses dengan karirnya menjadi seorang pengacara. "Lama nunggu?" sapa Runi saat duduk di depan Reno yang sedang melamun. "Lama, 'kan udah dari zaman kuliah. Eh, yang ditunggu nikah dengan orang lain," keluh pria dengan mata elang itu. Runi hanya terbahak mendengar ucapan dari Reno. Evelin ternyata siang tadi harus kembali ke Jakarta. Ada urusan mendadak. Mereka memutuskan untuk berkomunikasi melalui ponsel. Tak mengapa, setidaknya ketika seluruh aset bisa kembali pada Runi. Bukan berada di tangan orang yang salah dan tidak bertanggungjawab. "Mas, aku mau bercerai dari Renjana. Dia menikah lagi tanpa sepengetahuanku. Aku ingin semua aset milik Papa dan Mama bisa kembali tanpa ada yang hilang sedikit pun," kata Runi langsung pada masalah yang sedang dihadapinya. Tidak ingin membuang banyak waktu agar semuanya dapat diselesaikan dengan cepat. Reno menghela napas panjang, dia tidak bahagia mendengar ini semua. Bukan tanpa sebab, perceraian adalah masalah yang sangat ia hindari. Sering kali ia menolak jika harus menjadi pengacara dalam kasus perceraian. Ada trauma yang menjadi penyebabnya. Reno adalah sosok yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak lengkap. Kedua orang tuanya bercerai. "Aku ga bisa bantu Run." Reno menjawabnya langsung perkataan Runi."Dari awal kamu tidak mengatakan tentang ini, kenapa sekarang berubah?" lamjutnya menahan kesal pada sosok wanita yang sedang banyak masalah itu. Runi menghela napas panjang. Semua harus dikatakan apa adanya dan jujur pada sosok Reno. Masalah rumah tangganya harus segera mendapatkan solusi. Tidak enak, hidup dalam permasalahan yang pelik. Banyak hal yang terganggu. "Aku tak sanggup menjalani rumah tangga poligami. Belum lagi keluarga Mas Renjana sudah seperti pencuri. Dengan sesuka hati menggunakan dana dari kantor. Hutang di bank juga cukup besar. Setelahnya, aku ingin kembali ke Jakarta." Runi mengatakan dengan kesungguhan hatinya. Tidak ada lagi yang ditutupi pada Reno. "Papa dan Mama sudah tahu?" tanya Reno penuh selidik. Rasanya berat jika membantu wanita yang masih dicintainya itu. "Belum, aku bingung bagaimana cara memberitahukan mereka. Reza juga belum tahu, saat ini dia ada di Yogyakarta mengajar di sana," jawab Runi sambil menatap ke arah Reno yang menghela napas berulang kali. "Aku bersedia membantu, tapi ...." Perkataan Reno tak diteruskan lagi. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD