Part 10

2087 Words
Dahi Runi mengernyit dalam, tak paham dengan Reno. Memang salahnya tidak menceritakan dari awal jika wanita cantik itu akan bercerai. Kali ini, Runi menjadi gelisah. Takut jika Reno tidak mau membantunya. Salah satu pengacara yang hebat dalam menyelesaikan kasus. Tidak ada satu pun kasus yang tidak dimenangkan oleh sosok pria yang kini memiliki jambang tipis yang menghias wajahnya itu. "Tapi apa, Mas?" tanya Runi untuk menghilangkan rasa penasarannya. Rasa tidak enak jika memendam rasa penasaran dalam hati. Terlebih masalah yang menimpa Runi bukan masalah sepele. Menyangkut banyak orang yang bekerja di tempat usaha wanita cerdas itu. Ada banyak karyawan lama yang dengan setia bekerja di tempat usaha pembuatan boneka milik Runi. Mereka menggantungkan nasib keluarga dan anaknya dengan bekerja di tempat itu. Tidak mudah saat ini untuk mencari pekerjaan. Terlebih dengan latar pendidikan mereka yang tidak tinggi. Runi menerima pegawai dan membekalinya dengan beberapa ketrampilan. Salah satunya mengundang orang yang ahli dalam hal menjahit dan merangkai boneka. Saat awal masuk seluruh karyawan dibekali dengan ketrampilan. Tujuannya agar mereka tidak banyak membuat kesalahan ketika bekerja. Banyak dari mereka yang betah bekerja. Sikap dan perhatian Arunika yang membuat mereka tidak ingin pindah bekerja di tempat lain. Runi sangat ramah pada siapa pun. Tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainya. Hanya saja saat kursi pimpinan di pegang oleh Renjana semua berubah. Indah Mentari, sikapnya sangat buruk kepada bawahannya. Reno menghela napas panjang. Ia menyadari jika rumah tangga wanita cantik yang duduk di depannya sedang di ujung tanduk. Poligami itu berat menjalaninya, berpotensi menyakiti satu dengan yang lainnya. Dirinya paham, Runi tidak salah jika menggungat cerai sang suami. Jika dilanjutkan akan banyak pihak yang tersakiti. Runi yang dikhianati juga wanita yang menjadi istri kedua Renjana pun akan sama-sama merasakan sakit hati. Manusia biasa tidak akan bisa berbuat adil. "Apa kamu siap ketika harus menyandang status janda? Terlebih usiamu baru akan tiga puluh tahu. Apa tidak ingin berbicara dulu dengan Renjana dan madumu?" tanya Reno memastikan agar Runi tidak kecewa dan menyesal di kemudian hari. Runi menhela napas panjang mendengar setiap pertanyaan dari Reno. Perceraian bukanlah hal yang diinginkannya saat menikah dengan Renjana. Kenyataan pahit, penghianatan sang suami yang membuatnya mengambil sikap ini. Siapa yang salah? Dirinya yang egois atau Renjana yang tidak tegas? Keduanya salah. Perceraian terjadi karena tidak ada titik temu antara pihak suami dan istri. Pun dengan Runi yang tidak yakin bisa bertahan hidup dalam poligami. Ia merasa hanya akan dimanfaatkan oleh keluarga mertuanya. Sikap Bu Yanti tidak akan pernah berubah. Wanita itu akan tetap kasar dan selalu menyakiti hatinya dengan kata-kata. "A-aku siap." Runi menjawabnya dengan terbata. Menyiapkan mental dan pikiran untuk sidang perceraiannya nanti. Reno tidak bisa membujuk sosok wanita yang pernah membuatnya jatuh cinta. Runi sosok yang sangat teguh pada pendirian. Jika memutuskan untuk menyudahi pernikahannya, maka itulah yang akan dilakukan. Nasihat dari siapa pun tidak akan di dengarnya. Terlebih sudah terbukti ada pihak ketiga dalam rumah tangganya. "Aku bisa mencarikan pengacara untuk menyelesaikan kasusmu. Aku hanya akan mengurus semua aset milik keluargamu saja. Perihal perceraian memang aku tidak mau menerima job itu."Reno menjelaskannya dengan sabar. Tidak ingin membuat Runi merasa tidak enak padanya. Ada trauma tersendiri tentang perceraian. Rumah tangga kedua orang tuanya harus berakhir karena pihak ketiga. Kasusnya hampir sama dengan Runi. Hanya saja, pria dengan tatapan elang ini masih beruntung, sang ibu tidak menikah lagi. Memilih mengurusnya hingga sukses seperti sekarang ini. Perihal ayahnya, dia tidak mau tahu lagi. Entah apa yang terjadi dengan ayahnya, Reno tak ingin mencari tahu. "Tapi kenapa?" desak Runi ingin tahu. Siapa yang tidak penasaran jika seorang Reno tidak mau menangani kasus perceraian yang mungkin sangat mudah baginya. Dulu, saat Runi masih kuliah dan bersahabat dengan Reno, laki-laki itu tidak pernah menjelaskan perihal keluarganya. Runi hanya tahu, Reno tinggal hanya dengan ibunya. Untuk bertanya lebih lanjut di mana sang ayah, rasanya tidak pantas. Belum tentu Reno saat itu mau menjawabnya. "Kamu fokus pada kasusmu ini. Butuh waktu lama untuk menyelesaikannya dan itu tidak mudah. Tenang aku bisa menegosiasi temanku itu. Henri Gemilang, itu namanya. Dia ada di kota ini juga," jawab Reno panjang lebar. Pria ini tidak mau terbuka pada orang lain. Reno hanya mau berbagi dengan seseorang yang kelak menemani hidupnya. Menerima dirinya dan ibunya dengan ikhlas. Bukan sembarang wanita, tetapi ada kriteria tersendiri. Sosok Runi masuk dalam kriterianya. Sayang, Runi memilih menikah dengan sosok Renjana daripada dirinya. Mereka berdua diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang memulai obrolan. Runi tidak ingin memaksa Reno menangani kasus perceraiannya dengan Renjana. Ia menurut saja jika akan dicarikan seorang pengacara. Terpenting laki-laki yang sedang duduk di depannya sambil memainkan ponselnya itu mau membantu mengamankan seluruh asetnya. Hal itu sudah cukup bagi Runi. Entah harus bagaimana mengucapkan terima kasih pada Reno. Runi bukan tidak menyadari jika sosok laki-laki yang ada di depannya itu menyukainya, tetapi hati Runi hanya menganggap sebagai sahabat, tidak lebih. Lebih baik menjadi sahabat daripada menjalin hubungan kala itu. Ponsel Runi tiba-tiba saja berdering, satu panggilan dari Renjana. Tidak ada keinginan untuk mengangkat dan menjawab panggilan tersebut. Hatinya telah mati, sejak pria itu menjadi plin-plan, tidak mempunyai pendirian. Lebih mendengarkan Bu Yanti tanpa memperhatikan hatinya yang sangat sakit saat ini. Terlebih ada Kumala saat ini, membuat seluruh perhatian keluarga Renjana beralih pada sosok anak perempuan berusia hampir dua tahun itu. "Kenapa ga diangkat?" tanya Reno dengan senyum khasnya. Senyum meledek Runi, sama seperti saat mereka masih kuliah di UNS dulu. Runi buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas. Setelah sebelumnya mematikannya terlebih dahulu. Renjana pasti akan menghubunginya terus-menerus. Bertanya tentang keberadaannya, jika dulu hal ini membuatnya senang, kini tidak lagi. "Hmm ... ga penting. Paling mau tanya aku ada di mana." Runi menjawab dengan lesu. Tak disangka, ternyata Reno telah memesan makanan spesial. Pria ini mengingat jika hari ini adalah ulang tahun Runi. Dulu, ia berharap jika Runi adalah pelabuhan terakhirnya. Sayang, wanita di depannya ini memilih Renjana. Patau hati yang luar biasa pernah ia rasakan saat melihat Runi menikah dulu. Hatinya mati rasa kepada setiap wanita sejak saat itu hingga kini. Reno belum membuka hati untuk sosok bernama wanita di usia yang hampir menginjak tiga puluh tiga tahun. "Ini, kado kecil dari aku. Mulailah menulis apa saja yang kamu rasakan. Dia akan menjadi temanmu kala sepi." Reno menyerahkan sebuah buku. Bukan buku biasa, melainkan sebuah buku harian yang sangat bagus. Runi terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Reno. Wanita cantik ini tidak menyangka jika pria di depannya mengingat hari ulang tahunnya. Renjana, sang suami bahkan tidak mengingatnya. Hatinya sedikit tercubit jika mengingat sosok Renjana laki-laki yang pernah diperjuangkan di depan kedua orang tuanya. Runi terharu saat menerima kado dari Reno. Dalam hati ia akan hidup lebih baik lagi jika kelak menjadi seorang janda. Tidak apa jika Renjana memilih bersama dengan Jelita. Mungkin jodohnya dengan sang suami hanya sampai di sini. "Terima kasih, untuk semua kebaikanmu. Sejak dulu kamu selalu mengerti dan memperhatikanku." Runi mengatakannya dengan tulus pada sosok laki-laki di depannya. "Sama-sama. Berjanjilah jika kamu akan baik-baik saja, Runi." Reno memberikan semangat pada Runi, berharap wanita itu kuat menghadapi setiap masalahnya."Yuk, makan dulu," ajak Reno pada Runi. Runi mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban. Mereka makan dengan khidmat. Sesekali bercanda mengingat masa kuliah dulu. Indah, tapi pada akhirnya harus menjalani kehidupan masing-masing. Runi dengan keluarga kecilnya dan Reno dengan karirnya. Mereka berdua sempat tidak saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Reno yang memutuskan komunikasi saat itu. Ia masih patah hati dan belum bisa menerima kenyataan. Malam semakin larut dan tidak ada lagi pembicaraan yang mereka lakukan, Runi meminta izin untuk pulang. Wanita cantik itu melihat jam di tangannya, masih pukul sepuluh malam. Ia tak ingin langsung pulang, berjalan-jalan di sekitar taman mungkin menyenangkan. Sedikit menghilangkan beban pikiran yang akhir-akhir ini membuatnya sakit kepala. Seharusnya yang memberikan kado pertama kali adalah Renjana bukan Reno. Hatinya berdenyut nyeri, mengingat perlakuan Renjana dua tahun belakangan ini. Seakan lupa dengan hari-hari yang indah mereka berdua. Kebohongan demi kebohongan yang diucapkan laki-laki berlesung pipi itu akhirnya terbongkar saat ini. Dusta yang dipupuk sosok laki-laki yang sangat dicintai oleh Arunika itu akhirnya terbongkar. Detik demi detik bergulir, angin malam semakin kencang. Dingin menerpa tubuh Runi yang tanpa menggunakan baju hangat. Akhirnya, dia memutuskan untuk pulang. Mengambil mobilnya di parkiran taman dan mengemudikannya menuju rumah. Selama perjalanaan, wanita cerdas itu berpikir masak-masak, tak mengapa jika kelak menyandang status janda. Butuh waktu setengah jam lebih untuk sampai di rumah. Mematikan mesin mobil dan bergegas masuk. Rumah dalam keadaan gelap dan sepi. Ada rasa takut menggelanyut. Ia memaksakan tetap masuk. Biar bagaimana pun rumah ini masih miliknya. "Surpriseee ...!"teriak Renjana mengejutkan Runi. Runi memegang dadanya karena terkejut dengan teriakan Renjana. Di depan sana, ada banyak hiasan dan beberapa kado. Mereka mempersiapkan ulang tahun Runi yang ke tiga puluh tahun. Andai saja sang suami tidak mencuranginya, mungkin Runi akan bahagia mendapat kejutan seperti ini. Kejutan yang jarang sekali terjadi. Sayangnya, kini hatinya telah mati rasa dan mantap untuk berpisah dengan sosok yang memberikan kejutan malam ini. "Selamat ulang tahun istriku tercinta."Renjana datang menyonsong Runi di ruang tamu."Aku sangat mencintaimu," lanjutnya sambil hendak memeluk wanita cantik itu. Sayangnya, Runi refleks menjauh. Renjana terkesiap dengan tindakan Runi. Tanpa wajah dosa, Runi melenggang menuju tangga dan menaikinya. Wanita itu benar-benar ingin berpisah. Runi mengamati satu per satu wajah yang ada di tempat ini. Mereka pun terkejut dengan sikap yang ditunjukkan oleh Runi pada Renjana. Bu Yanti adalah orang yang paling terkejut. Renjana dan Jelita hanya terdiam. Sejak sore tadi, wanita berambut sebahu itu mati-matian menyiapkan acara kejutan ini. Saat Renjana hendak membeli kado untuk Runi. Ada sedikit harapan di hatinya jika Runi akan sedikit melunak, tapi itu tidak terjadi. "Runi ...."Renjana memanggil sang istri dari luar kamar. Berharap wanita itu mau membukakan pintu kamar. Renjana ingin memberikan kado untuk sang istri. Sudah sangat lama tidak memberikan kado di hari pertambahan usia wanita cerdas itu. Runi tidak mendengarnya karena dia sedang mandi. Berulang kali memanggil akhirnya Renjana menyerah. Memilih meninggalkan kamar miliknya dulu bersama Runi. Hatinya sakit jika mendapat perlakuan dingin dari sang istri. Ia akhirnya menuruni tangga dan meletakkan kado di tempat seperti semula. Dua tahun lalu, Runi pernah menunggunya untuk makan malam merayakan ulang tahun ke dua puluh delapan tahun. Sayangnya, laki-laki dengan sepasang lesung pipi itu memilih untuk menemani Jelita yang kala itu sedang hamil delapan minggu. Mama Kumala itu muntah-muntah hingga membuat tubuhnya lemas. Mereka baru saja menikah kala itu. Rasa bersalah di hati Renjana kian mendalam. Bimbang dan gelisah, terlebih Runi memutuskan untuk mengakhiri rumah tangganya. Bukan masalah harta, tetapi hati yang tak bisa berdusta. Pria dengan sepasang lesung pipi ini mencintai Runi dengan begitu dalam. Ia menyadari perasaanya sejak kemarahan istri pertamanya itu. Kemarahan yang disebabkan oleh ketidakjujuran laki-laki berlesung pipi itu. Selesai mandi, Runi langsung naik ke tempat tidur. Hanya sebentar mengecek ponsel miliknya. Ia membuka sebuah pesan dari Reno. Entah mengapa, hatinya menjadi sesak saat membacanya. [Run, perkara rumah tangga bukanlah mainan. Jangan karena emosi sesaat lalu memutuskan untuk berpisah. Ingatlah saat pertama kalian bertemu dulu. Aku bahkan mengalah untuk hubunganmu dengan Renjana. Lihatlah kedua orang tuamu, mereka pasti syok mendengar kabar ini.] Berulang kali Runi membacanya, mendalami isi pesan itu. Tanpa ada keinginan untuk membalasnya. Tekadnya sudah bulat. Rumah tangganya dengan Renjana memang sampai di sini saja. Tak berapa lama, Runi mengirim pesan pada mamanya. [Ma, maaf, mengganggu malam-malam. Runi ingin mengabarkan jika, Runi ingin bercerai dari Mas Re.] Hanya itu pesan yang Runi kirim pada mamanya. Berharap besok pagi wanita yang melahirkannya akan memberikan nasihatnya. Sayang, tak perlu menunggu pagi. Papanya justru menghubunginya. "Halo, Nak, Assalamualaikum. Papa sudah mendengar berita ini dari Pak Rafi juga Papa membaca pesanmu di ponsel milik Mama. Semua terserah padamu. Toh kamu yang menjalani." Suara Pak Subroto di seberang sana. "Waalaikumussalam, Pa, iya, Runi tak sanggup hidup seperti ini." "Jangan sampai ada penyesalan setelah berpisah nanti. Pikirkan matang-matang." "Sudah, Pa, rasanya terlalu berat untuk hidup poligami tanpa persetujuan Runi." "Ya sudah, kamu sudah dewasa. Jika itu yang terbaik, silakan. Pulanglah setelah semua urusan selesai." Panggilan telepon akhirnya diputus sepihak oleh Pak Subroto. Entah bagaimana perasaan cinta pertama Runi mendengar berita ini. Semoga semua adalah yang terbaik. Runi tidak tahu jika Jelita tidak sengaja mendengar percakapannya dengan papanya. Pintu kamar Runi diketuk dari luar. Dengan malas, wanita cantik itu membukanya. Ternyata yang mengetuk adalah Jelita, wanita yang merusak rumah tangganya. Wanita berambut sebahu itu menjadi salah tingkah saat Runi menatapnya tajam. "Ada apa?" tanya Runi dengan nada ketus. "Maaf, aku ga sengaja dengar teleponmu dengan papa."Jelita menjelaskan dengan spontan."Aku harap jangan tinggalkan Renjana, dia sangat terpuruk saat ini. Aku tidak akan merebut apa pun darimu termasuk Renjana," lanjutnya tanpa berpikir saat mengatakannya. "Kamu ...." Runi menjeda ucapannya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD