Part 8

2024 Words
Setelah Runi berlalu, Renjana kehilangan selera makan. Dia juga enggan bergabung di meja makan. Lebih memilih pergi ke gazebo belakang rumahnya. Pikirannya menerawang jauh, mengingat saat-saat bahagia dengan Runi, istrinya. Selalu ada canda tawa saat mereka berdua bersama. Kini hanya hening yang ada di rumah ini. Renjana sesekali menghela napas panjang. Menyadari jika Runi tidak akan kembali seperti dahulu lagi. Malam semakin larut, tak sedikit pun ada keinginan Renjana masuk ke rumah. Dirinya larut dengan kesunyian. Tak terasa bulir bening jatuh membasahi pipinya. Mengingat kejadian demi kejadian yang membuat Runi sang istri berubah. Semua salahnya, tidak tegas menghadapi apa yang diinginkan sang ibu. Tanpa berpikir panjang, sosok suami Runi itu langsung mengiakan saja permintaan Bu Yanti. Ia tidak ingin dianggap sebagai anak durhaka yang membangkang ibunya. Sayangnya, keputusan yang dibuatnya berakibat fatal. "Mas, masuklah, kita bisa bicarakan besok bertiga." Jelita menyentuh pundak Renjana dengan lembut. Berharap sang suami mendengarnya. Jelita tercubit hatinya melihat perhatian yang diberikan sang suami pada kakak madunya. Iri, bahkan sangat iri. Hatinya tidak merasakan cemburu yang luar biasa. Sikap Renjana selama ini biasa saja terhadap ibu kandung Kumala. Layaknya seorang teman, tidak sedekat sahabat. Jelita dianggap hanya karena menjadi ibu biologis dari Kumala. Renjana hanya mengabaikan Jelita. Tidak ingin berbicara dengan wanita yang telah melahirkan putri cantiknya itu. Sejak ketahuan dirinya mencurangi Runi, ada rasa sesal dan dihantui rasa bersalah terus menerus. Pria pemilik sepasang lesung pipi ini tidak lagi bisa fokus pada apa pun. Rasa berdosa pada Runi teramat sangat membuat sosok Renjana menjadi pendiam. Lebih sering menghindar dari siapa pun. Tanpa kecuali ibu kandungnya sendiri. "Biarkan aku sendiri. Tidak akan mudah mengajak bicara Runi. Dia telah berubah. Bukan lagi Runi dengan pribadi yang hangat." Rasa sesak menjalari d**a Jelita mendengar pengakuan Renjana. Renjana kini menjadi sosok pendiam dan dingin. Hanya melamun dan meratapi kesalahan yang diperbuatnya. Nasi sudah menjadi bubur, tidak bisa lagi diulang. Akan tetapi, semuanya bisa diperbaiki. Sayangnya, Runi enggan memperbaiki masalah ini dengan pihak manapun. Menjadi laki-laki yang tidak lagi dianggap oleh istri sendiri itu sangat menyakitkan. Arunika bahkan tidak ingin lagi berdekatan dengan Renjana. Selalu menatap jijik ke arah laki-laki berlesung pipi iti dan semua anggota keluarganya. Bujukan Bu Yanti sangat manis. Beliau mengatakan, jika Runi akan menerima kehadiran Jelita seiring berjalannya waktu. Sayangnya hal itu tidak terjadi sama sekali. Jelita, Arunika, dan Renjana adalah korban dari keserakahan sosok Bu Yanti. Wanita paruh baya yang berambisi menguasai harta yang bukan miliknya. Segala cara ditempuhnya. Membohongi menantu dan anaknya sudah hal yang biasa. Pun dengan adik-adik Renjana yang diajarkan untuk menggerogoti sedikit demi sedikit harta milik Runi. Rezeki nomplok yang datang mendadak. Wanita paruh baya itu tidak pernah memikirkan akibat yang akan diterima oleh ketiga orang itu. Anak dan menantunya kini yang merasakan semua akibatnya. Beliau bukan orang yang mau tahu perihal isi hati orang lain. Semuanya harus tunduk pada perintahnya. Tidak boleh membantah dan membangkang. Betapa sebagai istri kedua sangat sulit mendapatkan perhatian dari sang suami. Jelita, pernah pernah berpikir jika setelah hamil dan melahirkan Kumala, dia bisa meraih cinta pria dengan sepasang lesung pipi. Ternyata, tidak sama sekali. Renjana tetaplah Renjana yang menganggapnya sebagai teman. Memang benar, dulu mereka adalah sepasang kekasih, tetapi jalinan itu sudah putus sangat lama. Jelita bisa melihat, jika Renjana sangat mencintai sosok Arunika. Pernikahan yang digelar diam-diam membuahkan hasil yang menyakitkan. Tidak hanya Runi yang sakit, tetapi Renjana dan Jelita pun merasakan hal yang sama. Mereka bertiga sama-sama tersakiti satu sama lain. Tidak bisa menyelesaikan dengan mudah masalah poligami ini. Renjana melakukan pologami dengan cara yang salah. Tidak meminta izin dari istri pertamanya--Arunika. Jelita menghela napas panjang, ia menyerah untuk membujuk sang suami. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Udara di luar sangat dingin. Tidak baik untuk kesehatan. Wanita cantik itu beranjak dan meninggalkan sang suami seorang diri. Tidak ingin mengatakan apa pun pada Renjana. Toh, akan diabaikan seperti biasanya. Di hati dan pikiran suaminya hanya ada satu nama--Arunika wanita yang sangat dicintainya. "Dari mana mantu kesayangan ibu?" tanya Bu Yanti pada Jelita sambil tersenyum ramah. Sangat berbeda sekali perlakuannya ketika dengan Runi. Bu Yanti sangat kasar ketika bersama dengan istri pertama Renjana. "Tadi ke belakang, bujuk Mas Renjana supaya masuk, tapi dia ga mau." Nada putus asa keluar begitu saja dari mulut Jelita. Benar, putus asa kini menyapa wanita cantik itu. Renjana selalu mengabaikannya. Bahkan saat ini lebih parah dari pada dulu. "Hmm ... biar ibu yang bujuk kamu istirahatlah. Bukankah besok harus mengajar?" tanya Bu Yanti penuh dengan perhatian. Perhatian layaknya seorang ibu kepada anak perempuannya. Jelita tidak lagi menjawab pertanyaan ibu mertuanya. Dia memilih memasuki kamar dan tidur bersama dengan Kumala. Gadis kecil yang tak berdosa. Sumber kekuatannya saat terpuruk menghadapi suatu masalah. Senyum Kumala adalah obat yang munjarab untuk semua masalahnya. Anak itu selalu bisa menghibur Jelita ketika sedang menghadapi berbagai masalah. 'Mas Re, tak bisakah mencintaiku sedikit saja?' Batin Jelita sambil memeluk sang buah hati. Malam kian larut, mata Runi tak kunjung bisa terpejam. Gelisah dan tidak nyaman terus menerus berada satu atap dengan Jelita. Jika memutuskan untuk pindah, mereka pasti akan sangat bahagia. Tidak boleh, harus kuat menghadapi semua ini. Berulang kali kalimat penguatan untuk diri sendiri ia rapalkan. Memang tidak mudah tinggal satu atap dengan sang madu, tetapi harus bertahan hingga semua aset miliknya benar-benar jatuh ke tangannya. Bu Yanti, sosok mertua yang sangat licik dan memiliki banyak cara untuk berbuat curang dan mengambil semua aset milik Runi. Runi tidak ingin hal itu terjadi. Semua miliknya harus tetap dipertahankan. Jangan sampai jatuh ke tangan orang yang salah. Wanita cerdas itu harus bisa bertahan hingga semuanya selesai. Setelahnya, baru mrmikirkan hendak tinggal di mana. Tinggal satu rumah dengan benalu memang setiap saat membuat sakit kepala. Bahkan hati juga sering sakit. Sikap mereka yang seolah tidak memiliki dosa sama sekali itulah yang membuat Runi meradang. Ponsel milik Runi bergetar. Entah siapa malam-malam begini menghubunginya melalui sebuah pesan pada aplikasi berlogo gagang telepon berwarna hijau. Dahi wanita cantik ini mengernyit heran, pasalnya dia tidak mengenal nomor pengirimnya. Sebuah nomor baru yang sangat asing bagi Arunika. [Runi, bisa kita bicara empat mata?] Begitulah isi pesan yang ditulis oleh seseorang. Runi memilih mengabaikannya, tak ingin terpengaruh dengan apa pun. Fokusnya adalah besok pagi pertemuan dengan Reno dan Evelin. Mereka berdua yang akan membantu mengurus semua aset milik keluarganya. Ponsel Runi bergetar kembali, satu pesan dari nomor yang sama. Membuatnya melongo saat tahu siapa pengirim pesan itu. [Runi, aku Jelita. Bisakah kita berbicara mengenai masalah keluarga ini?] Ingin rasanya mendobrak pintu kamar yang ditempati wanita ulat bulu itu. Sayangnya, Runi masih menggunakan hatinya. Ia tidak melakukannya juga tak membalas pesan tersebut. Biarlah seolah-olah sudah tidur. Beruntung, wanita cantik ini mematikan notifikasi centang biru tanda sudah dibaca. Agar si pengirim pesan tidak tahu apakah pesannya sudah terbaca atau belum sama sekali. Hal itu sering dilakukan Runi ketika menghindari sesorang. Mentari pagi ini seolah malu menampakkan sinarnya. Awan mendung menggelanyut di atas sana. Hal ini tak menyurutkan tekat Runi untuk menemui Reno. Lelaki tampan yang masih betah melajang itu sudah sampai jam tiga dini hari. Memilih menginap di Paragon Hotel and Residence. Sebuah hotel bintang lima di kawasan elit Kota Solo. Mereka sudah lama tidak bertemu. Setelah kelulusan program pasca sarjana, Reno memilih untuk kembali ke Kota Jakarta dan mencari pekerjaan di sana. Kali ini mereka berjanji bertemu pada saat jam makan siang. Tentu saja tanpa kehadiran Renjana. Runi tidak ingin hatinya kembali melunak jika dekat dengan pria yang masih dicintainya. Rasa cinta itu masih ada. Mereka telah tinggal bersama kurang lebih delapan tahun. Waktu yang cukup lama untuk saling memahami sifat dan karakter masing-masing pasangan. "Runi, kamu sudah bangun?" Suara khas orang bangun tidur milik Renjana menyapa telinga Runi saat baru saja keluar dari kamarnya. Runi memilih mengabaikan sosok itu. Tanpa menjawab, wanita cantik ini memilih segera turun ke lantai satu dan membuat sarapan ala kadarnya untuk diri sendiri. Tak ada lagi sapa hangat seperti dulu. Renjana hanya mengekori sang istri menuju dapur. Berharap hati wanita yang dicintainya itu melunak. Sosok suami Runi itu semalam tertidur di ruang tengah. Tidak ingin menempati salah satu ruangan manapun di rumah ini. Di sana, ada Jelita yang sibuk berkutat dengan sayur-sayuran dan beberapa paha ayam juga aneka tepung. Mungkin dia hendak menyiapkan sarapan untuk orang satu rumah ini. Bu Yanti tampak sangat akrab dengan Kumala. Hal ini membuat hati Runi berdenyut sakit. Hanya karena belum bisa melahirkan keturunan untuk keluarga ini, mereka memperlakukan Runi dengan kejam dan tidak manusiawi. Selama ini, istri pertama Renjana itu sudah berusaha dan rutin periksa ke dokter. Hasilnya memang belum ada dan itu yang membuat sang mertua kasar terhadapnya. "Istri yang baik itu bangun pagi, trus siapin sarapan buat suami dan anggota keluarga yang lain," kata Bu Yanti ditujukan pada Runi. Runi tidak menanggapinya, menganggapnya sebagai angin lalu. Bu Yanti memang sangat pedas jika melontarkan kata-kata untuk Runi. Selalu membandingkannya dengan Jelita. Tidak sadar jika beliau menumpang hidup pada sosok Arunika. Renjana menghela napas kasar mendengar ucapan ibunya. "Bu ... sudahlah, jangan dibahas. Mungkin Runi capek kemarin seharian kerja," bela Renjana membuat wanita paruh baya itu berdecak kesal. Pun dengan Jelita yang meradang hatinya. Runi tidak peduli dengan apa pun, dan memilih menulikan telinganya. Sepagi ini sudah ada perkataan tak mengenakkan dari sang mertua. Dulu hingga sekarang sama sekali tak ada perubahan. Selalu saja menyindir tanpa memiliki sedikit saja rasa belas kasihan pada Runi. "Lihat itu Jelita, dia ASN, tapi masih ngurus keperluan suami dan anggota keluarga yang lain." Bu Yanti ternyata tak berhenti sampai di situ. Membandingkan dengan sosok menantu kebanggan keluarga Renjana. Runi geram dan menatap tajam ke arah mertuanya. Tidak bisa dipungkiri, ditahan seperti apa pun tetap saja ingin membalas setiap ucapan dari Bu Yanti. Wanita tua tidak tahu diri itu harus menerima balasannya yang setimpal. Lihat saja apa yang akan terjadi pada Bu Yanti setelah mendengar ucapan dari Runi. "Oh, ya, harus seperti itu Jelita. Dia perusak rumah tangga orang. Jadi, agar terlihat seolah baik, makanya dia bela-belain memasak. Sama halnya dengan Anda yang merebut Pak Sudibyo dari istri pertamanya. Kalian berdua itu sama. Sama-sama ulat bulu!" Telak balasan dari Runi sukses membungkam orang yang ada di dapur. Bu Yanti bahkan terkejut mendengar semua perkataan Runi. Tak habis pikir, dari mana istri pertama Renjana itu mendapatkan informasi tentang masa lalunya. Masa lalu yang membuatnya dibenci oleh banyak orang. Kini terulang pada sosok Jelita. "Runi, Mas bantu buat sarapan pakai roti ya?" Renjana berusaha menengahi pertengkaran pagi ini. Tidak ingin mendengarkan perdebatan antara istrinya dan sang ibu. Renjana tidak enak hati pada sosok wanita yang sangat dicintainya itu. Dirinya kini paham, selama ini ibunya pasti kasar terhadap Runi. Kini wanita itu telah berubah, berani menjawab setiap kata yang keluar dari mulut sang ibu. Bukan salah Runi jika saat ini berani melawan sang mertua. "Ga, usah, udah biasa mandiri. Bantu saja istrimu itu." Runi menjawab tanpa menatap Renjana. Malas menatap wajah laki-laki yang telah menghianatinya dengan kejam. "Istriku itu kamu Runi," jawab Renjana sambil berusaha membantu Runi mengambilkan roti tawar dari dalam kulkas. Runi abai dengan perhatian kecil yang diberikan oleh sosok Renjana. Renjana tidak sadar jika Jelita menangis dalam diam. Hatinya sakit mendengar ucapan Renjana. Pria berlesung pipi itu bahkan rela menunggu bahkan tidur di ruang tengah agar bisa melihat Runi saat bangun tidur. Ah ... ternyata apa yang di ucapkan Bu Yanti kala itu hanya sebuah dusta. Dusta yang membuatnya terlena. "Tapi aku sudah tidak merasa jika kamu adalah seorang suami. Suami adalah imam dalam rumah tangga. Melindungi istri dari apa pun, tapi kamu tidak melakukannya. Sebaiknya kita sudahi saja hubungan yang menyakitkan ini." Kata demi kata yang keluar dari mulut Runi dicerna oleh Renjana. Dia sangat terpukul mendengarnya. Tidak menyangka jika Runi memilih mengakhiri rumah tangga yang telah berjalan delapan tahun ini. "Runi, aku harus bagaimana agar bisa memperbaiki semuanya?" Nada putus asa keluar dari mulut Renjana. Runi menatap tajam ke arah sang suami yang tidak tegas. Selama ini laki-laki yang dianggapnya baik ternyata adalah orang paling jahat yang ia kenal. Satu per satu kebusukan Renjana mulai terkuak oleh Runi. Istri mana yang mau menerima sosok laki-laki seperti itu? "Pilih salah satu di antara aku dan Jelita. Setelah itu aku akan memaafkan semuanya dan melupakan semua yang telah terjadi." jawab Runi dengan tegas. "A--aku ...."Renjana terbata saat akan mengatakan semuanya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD