Part 3

1007 Words
"Kamu harus masak buat sarapan!" Bu Yanti masih berusaha menakuti Runi dengan bentakannya. "Masak? Kalo mau sarapan ya buat sendiri! Kalian lupa, ini rumah saya?!" Wajah Bu Yanti seketika pias ketika Runi mengatakan dengan tegas tentang rumah ini. Memang benar adanya, rumah ini Runi dan keluarganya yang membelinya. Mereka hanya menumpang. Usaha Renjana juga milik Runi. Bahasa halusnya, pria dengan sepasang lesung pipi itu menumpang hidup pada Arunika. Harta membuat orang berubah, tidak ingat asal-usul keluarga. Renjana berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Terlebih setelah ayahnya meninggal dunia, dialah yang menjadi tulang punggung. Bertemu Arunika adalah hal yang paling indah dan sebuah keberuntungan untuk Renjana. Arunika gadis yang baik dan sederhana, walaupun berasal dari keluarga berada. Kedua orang tuanya adalah ASN. Meskipun saat ini sudah pensiun, mereka tetap berkecukupan. Tak hanya itu, usaha milik keluarga mereka di bidang travel juga berkembang pesat. Angkutan mulai dari mobil hingga mini bus mereka sewakan. Tak heran jika sudah pensiun masih terlihat berkecukupan. Pak Subroto, papa Arunika sama sekali tidak mengetahui prahara yang sedang menimpa anak perempuannya. Jika tahu, mungkin Arunika akan diminta pulang ke Jakarta. Menghindari hal ini, Arunika memilih menyimpannya sendiri. Terlebih papanya memiliki riwayat penyakit jantung. Perihal belum hadirnya momongan dalam rumah tangganya bersama Renjana, bukan sepenuhnya salah Arunika. Selama ini Arunika rajin konsultasi pada dokter. Renjana selalu menolak jika diajak ke dokter. Banyak alasan akhir-akhir ini yang dibuatnya. Terjawab sudah, jika suaminya berdusta. Terlebih saat akhir pekan, selalu pergi dengan alasan binis. Ya ... benar bisnis membuat keluarga baru. Hatinya kembali meradang jika mengingat itu. Sakit, tapi tak berdarah. Kini dia harus punya cara agar tetap tegar menghadapi semuanya. Jika perceraian harus terjadi, semua harta benda ini harus menjadi miliknya. "Runi, ini Jelita masakin kamu nasi goreng sea food kesukaanmu." Renjana menyapa Arunika saat baru saja menuruni tangga lantai dua kamarnya. Arunika tidak peduli, hari ini dia akan pergi ke pabrik pembuatan bonekanya. Mengecek semua aset yang ia miliki. Renjana heran sekaligus terpesona melihat penampilan istri pertamanya. "Kamu mau ke mana, Sayang? Tumben rapi sekali." Renjan kembali bertanya padahal pertanyaan sebelumnya belum dijawab oleh Arunika. "Hmm ... mau ke sekolah Jelita." Jawaban Runi memang singkat tapi membuat semua terdiam."Oh, ya, uang tiga ratus juta yang hendak kau tarik untuk apa Indah?!" bentak Runi pada adik iparnya yang sedang asyik mengunyah nasi goreng. Tersedak dan tergagap. Dua hal itu menggambarkan yang terjadi pada Indah. Dia tidak siap dengan serangan mendadak dari Arunika. Wajahnya seketika pucat pasi. Mungkin darah dalam tubuhnya mendadak hilang. "Mulai sekarang, seluruh fasilitas mobil dan kartu ATM saya bekukan! Jangan dikira aku diam tidak tahu apa yang kalian lakukan! Kamu Bani! Tahun depan sebaiknya keluar dari YKPN. Otak kosong tidak berguna!" Arunika mulai mengeluarkan taringnya. Terlalu bersabar saat menghadapi keluarga dari suaminya membuatnya lemah selama ini. Bukti cinta pada suaminya kali ini menguap, sudah tidak peduli lagi. Renjana bahkan terkejut saat mendengar istri pertamanya marah. "Pagi-pagi sudah buat masalah. Dasar wanita mandul!" bentak Bu Yanti. "Diam kau wanita busuk!" Telunjuk Arunika mengarah pada Bu Yanti. Semua terkesiap dengan tindakan yang dilakukan oleh Arunika. Terkenal menjadi wanita penurut dan sabar, kali ini berubah seratus delapan puluh derajat. Wajah Bu Yanti tampak memerah menahan marah. Dia mendekat dan hendak menampar menantunya. Sayangnya dengan sigap Arunika memegang pergelangan tangannya. "Jangan pernah mencoba membuatku menjadi samsak hidup, seperti yang kau lakukan selama ini padaku!" Renjana terkesiap mendengar ucapan istri pertamanya. Pipi yang sering memerah milik Arunika ternyata bekas tamparan dari Bu Yanti. Hanya saja sang istri menyembunyikan kebenarannya. Semua yang mendengar ribut-ribut di meja makan satu per satu meninggalkan ruangan itu. Mereka tidak betah mendengar pertengkaran itu. Renjana mendekati Arunika, sayang wanita itu lebih memilih mengacuhkannya. "Sayang, aku berangkat dulu ya," pamitnya pada Arunika. Renjana hendak meraih kunci mobil yang ada di meja. Arunika menjauhkan kunci Kijang Inova yang baru dibeli sebulan yang lalu. Renjana mengerutkan dahi melihat ulah istrinya. Heran, tidak biasanya Runi seperti ini. "Pakai motor punyamu." Tunjuk Arunika pada sebuah motor butut milik suaminya. Motor pertama yang ia beli dari hasil jerih payahnya. "Maksud kamu?" tanya Renjana tak paham dengan istrinya. "Ya, tadi sudah saya katakan fasilitas saya tarik. Oh, ya, kalo ibumu ingin uang bulanan, sekarang harus kerja." Pelan, tapi menyakitkan perkataan Arunika. "Ibu sudah tua Runi, harus kerja apa?" tanya Renjana yang tampak menahan emosi. "Dulu 'kan buruh cuci, jadi ya bisalah nyuci baju orang serumah. Ingat jangan pakai mesin cuci. Saya, biasa menjadi babu di rumah saya ini." Apalagi ini? Runi mengatakan semuanya. Bu Yanti seketika wajahnya memucat. Keluar semua apa yang dirasakan Runi selama ini. Perbuatan Bu Yanti yang memperlakukan Runi seperti seorang pembantu. Sebagai suami, Renjana memang tidak peka. Ia hanya fokus pada usaha saja. Renjana lupa, ada istri yang harus diperhatikan. Usaha yang sekarang ini maju juga berkat usaha dan jerih payah Runi. 'Boneka Arunika' telah memiliki lebih dari enam ratus karyawan. Banyak memiliki cabang. Konsep awalnya adalah boneka yang dibuat tanpa bantuan mesin. Butuh ketelatenan untuk mengerjakannya. Beruntung, pasar bisa menerima, bahkan masuk dalam outlet-outlet boneka ternama. Hal ini membuat Renjana seringkali lupa keberadaan Runi yang telah mendampinginya. Ia sering mengabaikannya dua tahun belakangan ini. Hingga kebusukkannya terbongkar dengan sendirinya. Ada yang salah dengan sikap Runi saat ini? "Arunika! Kamu sudah keterlaluan kali ini!" bentak Renjana pada istrinya. Jangan dikira akan takut seperti sebelumnya. Justru Arunika menantang suaminya. Jelita hanya menjadi penonton saja. Lupa bahwa jam mengajarnya hampir lewat. "Apa?!" "Kamu berani sama aku sekarang?!" bentak Renjana pada Arunika. "Sudah-sudah, Mas, saya naik ojek online saja."Jelita memutuskan untuk naik ojek online tanpa menunggu jawaban dari Renjana. Renjana tampak bingung, semua petaka yang terjadi adalah akibat ketidaktegasannya menghadapi Bu Yanti. Bukan tanpa alasan jika ibunya menjodohkannya dengan Jelita. Jelita adalah salah satu anak orang terpandang di desanya dulu. Jalinan cinta mereka terpaksa kandas karena perbedaan status sosial. Renjana kala itu masih memulai usaha dan selalu gagal sedangkan Jelita anak kuliahan. Orang tua Jelita tidak setuju. Ketika Renjana sudah mapan, barulah mereka setuju. "Mas, ga perlulah pakai bentak-bentak begitu. Lagipula aku malah ingin menertawakanmu saat ini juga," ucap Arunika tajam. Rasa sakit hati yang menyebabkan Runi berubah. Sikapnya yang lemah lembut lenyap entah kemana. Siapa penyebabnya? Runi tidak bisa mengendalikan kemarahannya saat ini. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD