Part 12

2212 Words
Tepat di hari ulang tahunnya, Runi meninggalkan Kota Solo. Ia berangkat menuju Jakarta malam itu juga, tidak menunggu pagi. Menggunakan sebuah taksi yang ia pesan untuk menuju ke bandara. Renjana tidak bisa lagi menahannya. Kali ini, sama sekali tidak ada harapan. Istri pertamannya benar-benar serius ingin berpisah. Tidak ada lagi kompromi yang bisa dilakukan. Sesal dan sedih, dua kata yang menggambarkan kondisi Renjana saat ini. Kata-kata dari Runi, lebih tepatnya adalah sebuah permintaan, agar dirinya tidak mempersulit perceraian adalah sebuah bukti jika wanitanya enggan untuk berada di sisinya lagi. Tidak hanya itu, Jelita pun akan menjadi masalahnya. Wanita itu akan menggunakan Kumala agar tetap bersama dengan Renjana. Sejujurnya, sejak beberapa hari yang lalu, terbersit di benak suami Runi itu untuk menceraikan Jelita. Akan tetapi, egonya kembali terusik ketika menatap Kumala. Anak itu tidak bersalah, tidak semestinya menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya. Jika memikirkan hal itu, niat Renjana untuk menceraikan Jelita kembali goyah. Hasilnya, Runi justru yang menggugatnya di Pengadilan Agama. Istri pertamanya itu bahkan menggunakan jasa pengacara untuk memperlancar sidang perceraian itu. Renjana sempat berpikir, jika memberikan kejutan romantis, mungkin Runi akan sedikit melunak hatinya. Ternyata tidak semudah itu. Ia bahkan rela berkutat di dapur bersama dengan Jelita. Mereka menyiapkan semua hidangan untuk merayakan hari lahir wanita yang teramat sangat dicintainya. Tidak banyak bicara, Renjana bahkan memasak makanan kesukaan Arunika. Ia sosok laki-laki yang sangat jarang berkutat di dapur. Hanya demi Runi-lah ia mau memasak. Selesai memasak, Renjana menyiapkan kado ulang tahun untuk Runi. Ada cincin emas dengan ukiran nama mereka berdua. Sudah sangat lama Renjana tidak memberikan kado romantis pada istri pertamanya itu. Kala itu, seluruh perhatiannya hanya tertuju pada Jelita dan Kumala. Ayah mana yang tidak bahagia ketika bermain dan bercanda tawa dengan putrinya? Tidak ada, pasti semua ayah akan sangat bahagia ketika bersama dengan buah hatinya. Selesai dengan semua persiapan kejutan ulang tahun untuk Runi, Renjana pun mempersiapkan dirinya agar terlihat tampan di depan Runi. Laki-laki itu mandi dan menggunakan baju yang dibelikan oleh Runi beberapa bulan yang lalu. Dengan sabar, Renjana menunggu kedatangan sang istri untuk merayakan makan malam di hari jadinya ke tiga puluh tahun. Hingga malam tiba, ternyata Runi belum juga pulang, bahkan sudah lewat dari jam makan malam. Renjana menghubungi istri pertamanya, takut dan kawatir jika hal buruk menimpa wanita yang dicintainya itu. Sayangnya, Runi tidak mengangakat telepon dari pria pemilik sepasang lesung pipi itu. Sang suami tidak menyerah, ia meminta seluruh anggota keluarganya untuk makan terlebih dahulu jika lapar. Dia akan menunggu Runi pulang dan makan malam berdua dengan Runi. Hati Jelita menjerit kesakitan mendapati kenyataan ini. Suaminya rela menahan lapar demi Runi. Bu Yanti bahkan gagal membujuk putra sulungnya itu. Hanya helaan napas kasar yang keluar dari mulut Renjana. Sangat terlihat sekali jika Bu Yanti memang memihak pada salah satu menantunya. Melihat sang suami menahan lapar, membuat Jelita tidak tahan. Gegas ia mendekati sang suami yanh sedang gelisah menunggu kakak madunya pulang. Entah di mana sosok Runi hingga malam belum kembali ke rumah. Ponselnya bahkan mati, entah kehabisan daya atau memang sengaja dimatikan oleh sang pemilik. Berulang kali Jelita mencoba menghubungi kakak madunya, tetap saja yang menjawab adalah operator. "Mas, makanlah sedikit, nanti kalo Mbak Runi pulang makan lagi. 'Kan belum tahu, mau pulang jam berapa." Jelita membujuk sang suami agar makan malam. Seluruh anggota keluarga sudah selesai makan malam. Hanya Renjana yang tidak ikut makan. Ia ingin makan malam bersama dengan Runi. Malam ini, apa pun yang terjadi, jika masih boleh berharap, Runi membatalkan gugatan perceraiannya. Rasanya tidak sanggup jika harus berpisah dengan wanita yang menemaninya dalam suka dan duka. Renjana hanya diam saja. Ia tak mau mengisi perutnya saat Runi belum pulang. Pria yang sedang gelisah ini, mempersiapkan kado sebuah cincin sederhana. Sudah lama ia tak membelikan kado untuk Runi. Berulangkali menatap kotak kecil yang dihias pita berwarna merah jambu. Renjana membayangkan, jika Runi akan bahagia saat menerima kado darinya. Seperti tiga atau empat tahun yang lalu saat mereka berdua merayakan hari pernikahan keduanya. Sang istri sangat bahagia ketika menerima sebuah kado darinya. Kado yang berisi sepasang sepatu yang memang sudah lama diinginkan oleh Runi. Kala itu, Runi dan Renjana sedang berjalan-jalan di salah satu mal yang ada di Kota Solo. Tak sengaja melewati sebuah butik yang kebetulan menjual aneka jenis sepatu. Salah satu merk sepatu itu adalah kesukaan Runi. Istrinya ingin sekali membeli sepatu itu, tetapi kondisi keungan perusahaan sedang tidak baik. Dengan ikhlas, sang istri tidak jadi membelinya setelah melihat label harga yang terpasang. Kini, kado itu tak pernah disentuh oleh Runi. Wanita cantik itu telah pergi meninggalkannya dengan sejuta luka yang ia bawa. Luka yang sama untuk Renjana. Penjelasan yang keluar dari mulutnya itu tak mampu meredam emosi sang istri. Jika hanya kemarahan dan emosi sesaat, mungkin Runi masih bisa meredamnya. Akan tetapi, sakit hati yang ia rasakan bagaimana cara menyembuhkannya. Runi pun tidak yakin bisa sembuh dari rasa sakit ini. Luka yang ditimbulkan oleh penghiatan sang suami sangatlah besar. Cinta butanya yang dulu diperjuangkan dihadapan kedua orang tuanya kini harus berakhir di pengadilan. Ya, dulu Papa dan Mama Runi tidak menyetujui hubungan keduanya. Bukan karena latar belakang keluarga Renjana, tetapi gelagat tidak baik dari Bu Yanti yang dirasakan oleh Mama Runi kala itu. Bagi Mama Runi, Bu Yanti seperti bukan sosok yang baik. Berpura-pura baik jika menguntungkan dirinya saja. Jika sudah tidak memberikan keuntungan, maka tanpa rasa belas kasihan akan menendang orang itu. Terbukti, Runi menjadi korban dari keserakahan wanita itu. ♡♡♡♡ Seminggu setelah kepulangan Runi, surat panggilan dari Pengadilan Agama pun datang. Renjana menerimanya dengan hati campur aduk. Ia sudah berjanji dalam hati, jika akan mempermudah prosesnya. Apa pun itu, ia akan terima hasilnya dengan lapang. Salah satu bukti rasa cintanya pada sang istri pertama dengan mengabulkan permintaannya untuk mempermudah sidang cerai mereka. Sejak pagi, Renjana sudah mempersiapkan semuanya. Persiapan mental yang diutamakan. Selama seminggu itu, hatinya terus merindukan sosok istri pertamanya. Ia bahkan kehilanhan nafsu makan, tidur juga tidak nyenyak. Mengerjakan apa pun tidak fokus hingga sering melakukan kesalahan. Selama satu minggu itu juga, Renjana merasakan hidupnya hampa. Renjana sudah sampai di Pengadilan Agama. Ia menggunakan baju kemeja berwarna putih dan celana bahan berwarna cokelat. Sepasang baju yang pernah dibelikan oleh Runi saat pertama kali mereka menikah dulu. Renjana ingin mengenang semua pemberian wanita yang sangat dicintainya itu. Tak beberapa lama dari kedatangan Renjana, Runi datang pada persidangan pertamanya dengan didampingi oleh pengacaranya, Henri. Reno tak mau mengurus perceraian wanita cerdas ini. Tak mengapa, asalkan setelahnya bisa lepas dari masalah yang selalu menguras emosinya. Runi tampak berubah, tubuhnya sedikit kurus dan matanya cekung. Tidak ada lagi sapa ramah dan hangat darinya. Hatinya sudah tertutup dengan kemantapan untuk berpisah dari sosok Renjana. Tak ingin lagi goyah untuk bertahan dengan menjalani hidup poligami dalam rumah tangganya. Renjana, dirinya tidak menggunakan jasa pengacara. Memilih untuk datang sendiri tanpa siapa pun, karena tak ingin memperpanjang jalannya sidang. Selama menunggu persidangan, putra sulung Bu Yanti ini, mendiamkan seluruh anggota keluarganya. Bu Yanti sampai memohon agar tidak seperti ini. Renjana mengacuhkan wanita yang telah melahirkannya. Kumala juga tak pernah diperhatikannya lagi. Suami Runi inibenar-benar diam. Tidak ingin ada komunikasi lagi dengan orang-orang yang ada di rumah ini. Hatinya terlalu sakit karena Runi meninggalkannya. "Runi, kamu datang?" tanya Renjana saat Runi duduk di kursi yang telah disediakan dalam ruang sidang. "Iya," jawab Runi singkat, sedetik kemudaian pandangannya fokus ke depan. Renjana memandang wajah wanita yang sangat dicintainya itu. Masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah. Seharusnya, dia menolak saat ibunya memaksanya untuk menikah demi seorang anak. Jika Tuhan berkehendak, dia dan Runi pasti akan mempunyai anak. Hanya saja, dirinya yang kurang bersyukur memiliki istri sebaik Runi. Detik demi detik persidangan dilalui dengan hati yang sangat sedih untuk keduanya. Sidang kedua adalah bulan depan dengan agenda mediasi. Renjana tak ingin berpisah, tapi tak bisa melepaskan Jelita karena ada Kumala. Seperti makan buah simalakama. Runi bersikeras ingin berpisah. Pengacaranya mengerahkan semua kemampuannya agar memenangkan hasil sidang itu. Semua bukti pernikahan diam-diam Renjana telah dibeberkan oleh Runi. Alasan itu yang membuat Renjana lemah dan tidak lagi bisa berkutik. Banyaknya bukti saat ini membuat hakim menunda sidang kedua. Mereka akan mempelajari bukti-bukti tersebut terlebih dahulu. Baik Runi maupun Renjana tak ada pembicaraan satu dengan lainnya. Setelah sidang, mereka langsung pulang. Runi berada di sebuah hotel bintang tiga di Solo. Berbeda hal dengan Renjana, dirinya pulang ke rumah milik Runi. Ia selalu tidur di kamar yang pernah keduanya tempati dulu. Dengan berada di kamar itu, sedikit mengurangi beban yang ada di hatinya. Wangi khas Runi masih menguar di kamar ini. Sejak Runi meninggalkan rumah ini, sejak saat itu pula Renjana menjadi sosok pendiam. Tidak berbicara pada siapa pun termasuk anaknya, Kumala. Jelita tak luput dari sasaran kemarahannya jika sang putri rewel. Semua menjadi kacau. Bu Yanti tidak bisa berbuat banyak. Beliau takut menjadi sasaran amukan sang putra pertamanya itu. Indah dan Bani, mereka berdua tidak berani lagi membuat ulah. Bani lebih sering berkumpul dengan teman-temannya. Jika di rumah, ia akan menjadi sasaran empuk kemarahan kakak pertamanya. Pun dengan Jelita, kini wanita itu berusaha meyakinkan hatinya, jika suatu saat sang suami akan mencintainya. Saat ini, Renjana sedang duduk di teras rumahnya. Memandang beberapa pot tanaman kesukaan Runi. Jika dulu, istri pertamanya sedang merawat tanamannya, Renjana pasti akan membantunya. Mereka berdua sering menghabiskan waktunya untuk merawat dan menanam tanaman. Kini semuanya tampak layu sejak kepergian sang pemiliknya. Lamunan Renjana buyar, ketika sang ibu berada di depannya. "Ibu harus bagaimana agar kamu kembali mau bicara? Jangan seperti ini, Nak," kata Bu Yanti ketika Renjana baru saja memasuki teras rumahnya. Entah darimana sosok wanita paruh baya itu. Rupanya pertanyaan itu membuat emosi Renjana meluap. Suami Runi itu menatap ibunya dengan tajam. Ingin rasanya mengamuk, tapi ia urungkan. Ia masih sadar, jika wanita yang ada di depannya adalah orang yang melahirkannya. Jika memukul atau menyakitinya bisa membuatnya terjerat kasus hukum. "Kembalikan Runi padaku."Renjana mengatakan pada ibunya dengan nada dingin. Sedetik kemudian, ia meninggalkan ibunya yang masih terkejut mendengar jawaban dari putra sulungnya itu. Banyak tetangga berbisik-bisik menggunjing kelurga itu. Kedatangan Jelita yang menarik perhatian mereka. Bukan tanpa sebab, Runi terkenal ramah dan baik pada siapa pun. Kini, wanita itu telah pergi. Hanya ada sosok Jelita yang tidak pernah bertegur sapa dengan tetangga sekitarnya. Berita pernikahan kedua Renjana menyebar begitu cepat. Kepergian Runi menjadi bukti yang membenarkan berita itu. Bahkan, berita perceraian sepasang orang yang saling mencintai itu menjadi isu terpanas di sekitar rumahnya. Banyak tetangga yang menyayangkan kebodohan Renjana. "Cantikan Arunika jauhlah daripada bini barunya. Coba kalo ga dandan, udah kaya mak lampir mukanya,"seru salah satu ibu tetangga belakang rumah Renjana. Bu Yanti hanya menghela napas panjang mendengar setiap ucapannya. Calon mantan mertua Runi harus bersiap menjadi bahan ejekkan para tetangga. Jelita, wanita itu menjadi malas keluar. Hanya saat pergi mengajar dirinya keluar rumah. Tak sanggup rasanya mendengar ucapan pedas dari mulut tetangga. "Eh, hati-hati sama bini Renjana yang baru. Bisa-bisa nanti suami kita yang digondol." Kalimat pedas itu keluar dari salah satu tetangga mereka saat Bu Yanti hendak masuk ke rumahnya. Akan seperti itu setiap hari. Renjana dari hari ke hari semakin terpuruk. Dirinya tak sanggup berpisah dengan Runi. Tak akan punya muka untuk meminta Runi kembali. Wanita itu pasti dengan tegas akan menolaknya. Pun jika dirinya menceriakan Jelita, belum tentu Runi akan menerimanya kembali. Runi tidak akan mempercayainya lagi. ♡♡♡♡ Hari berganti dengan cepat, bulan ini adalah jadwal mediasi kedua belah pihak. Mediasi berjalan dengan alot. Runi bersikeras berpisah, Renjana tidak ingin bercerai. Pada akhirnya, laki-laki itu harus menerima kekalahan dengan alasan yang diberikan Runi pada hakim. Sang suami melakukan poligami dibelakangnya. Tidak hanya itu, bukti perlakuan kasar sang mertua terhadapnya yang membuat hakim mengabulkan permohonan gugatan Runi dikabulkan. Masalah harta gana-gini, Runi memberikan rumah itu untuk Renjana dan keluarganya. Semua aset milik Runi berhasil kembali ke tanggannya. Termasuk sertifikat tanah yang hendak dijual oleh Bu Yanti. Tidak hanya itu, tempat usaha boneka milik Pak Subroto juga berhasil diamankan. Runi berencana akan menjual apartement dan beberapa tempat indekos miliknya. Uangnya akan ia gunakan untuk menutup hutang di bank. Jika masih ada sisa, akan ia tabung. Usaha pembuatan boneka miliknya, sudah ia pasrahkan pada Pak Rafi, wanita cerdas ini hanya akan memantau dari Jakarta saja. Baik Renjana maupun Indah tak lagi bekerja di sana. Renjana mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Runi. Wanita itu paham tentang kondisi ekonomi mantan suaminya. Tak apalah rumah itu menjadi milik sang mantan suami. Runi pergi tanpa membawa dendam sedikit pun. Mantan istri pertama Renjana itu telah ikhlas menerima kenyataan dengan status barunya seorang janda. Di negara ini, status janda adalah aib bagi sebagian penduduk. Banyak gunjingan tak sedap terkait dengan status itu. Bagi Runi, prinsipnya adalah menjaga diri dengan baik. Terlebih ia memutuskan untuk pulang ke Jakarta, rumah kedua orang tuanya. Memulai hidup baru melupakan semua yang pernah terjadi dalam hidupnya. Tak mudah, tapi sebisa mungkin berusaha. Mencari kesibukan adalah solusi tepat. Runi memutuskan melamar pekerjaan di sebuah instansi pendidikan. Sebuah sekolah swasta yang sangat mentereng. Yayasan Maju Bersama milik salah satu petinggi di negara ini. Sekolah yang meliputi Play Grup, TK, SD, SMP, dan SMA. Tidak mempunyai pengalaman sama sekali bukan berarti menjadi penghambat untuk melamar menjadi seorang guru. Kedua orang tua Runi mendukung dengan apa yang dilakukan putrinya. Memang hal ini adalah pukulan berat bagi Pak Subroto dan istrinya. Namun, beliau tidak bisa menyalahkan semua yang terjadi. Pria yang sangat menyayangi kedua anaknya itu membebaskan Runi untuk melakukan apa pun Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD