Part 13

2071 Words
Sejak persidangan cerai yang dimenangkan oleh pihak Runi, mantan istri Renjana itu memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Semua barang-barang yang ada di rumah yang kini menjadi hak milik Renjana telah diambil oleh orang kepercayaan Papanya. Runi tidak ingin lagi kembali ke rumah itu. Ingatannya akan terputar kembali, bagaimana sakitnya saat berada di rumah yang pernah di tempatinya itu. Ia ingin melupakan masa lalunya yang membuatnya terpuruk. Runi ingin lepas dari bayang-bayang masa lalunya yang menyakitkan. Salah satu cara yang dipikirkannya adalah dengan bekerja memanfaatkan ijazah yang dimilikinya sebagai seorang guru Sekolah Dasar. Sayang, lulusan terbaik dengan nilai tertinggi, tetapi ijazahnya tidak digunakan. Di luar sana, banyak para pencari kerja yang ditolak lantaran nilai mereka tidak mencukupi persyaratan. Terpaksa mereka harus mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan nilai yang tertera di ijazah. Banyak sekolah yang dilamar oleh Runi. Tidak semua memanggilnya untuk mengikuti tes. Rata-rata sudah terisi oleh pelamar lain yang sudah berpengalaman. Runi belum pernah sama sekali mengajar sejak memutuskan untuk menikah dengan mantan suaminya dulu. Sangat disayangkan keputusannya kala itu. Kesibukan melamar dan mengikuti tes di beberapa sekolah, membuat Runi sejenak melupakan sakit hatinya. Minggu ini, kebetulan mantan istri Renjana itu mengikuti tiga tes di tiga sekolah yang berbeda. Hatinya sangat berdebar, karena beberapa persyaratan tidak dipunyainya. Salah satunya berpengalaman minimal satu tahun mengajar. Tidak ingin putus asa, Runi mengikuti tes di salah satu sekolah swasta di Jakarta--Yayasan Maju Bersama. Tes dilaksanakan pukul sebelas. Beberapa tes yang harus diikuti adalah tes tertulis, tes mengajar, dan tes wawancara. Dari ketiga tes yang dilalui oleh Runi, semuanya lolos dengan nilai yang lumayan tinggi. Tidak diragukan lagi, Runi adalah sosok wanita yang cerdas. Setelah semua tes dilaksanakan, Runi memutuskan untuk pulang ke rumah. Jam yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul empat sore. Kondisi jalanan akan macet pada jam-jam rawan seperti ini. Runi berusaha mencari jalan tikus agar sampai di rumahnya tanpa macet. Beruntung, ingatannya berfungsi dengan baik. Jalan-jalan itu masih dihafalkan. Tidak butuh waktu lama, hanya kurang lebih lima puluh menit akhirnya sampai di rumah dengan selamat. "Gimana tes-nya hari ini, Nak?" tanya Pak Subroto yang kebetulan berada di depan rumah sedang bersantai sambil meminum teh hangat. Sejak sakit beberapa waktu lalu, Pak Subroto lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersama dengan anak perempuan dan istrinya. Tidak lagi datang ke tempat usaha travel milik beliau. Semu dipasrahkan pada orang kepercayaannya. "Tadi sih tiga tesnya lulus semua, tapi ga tahu bakal dapat panggilan lagi apa enggak. Runi masuk dulu, Pa." Runi memasuki rumahnya dengan wajah sangat lelah. Pak Subroto paham dengan kondisi putrinya yang belum sepenuhnya baik-baik saja. Pikirannya masih terbagi dengan masa lalunya dan usahanya melupakan dengan cara mencari pekerjaan. Ternyata tidak semudah itu mencari pekerjaan di Jakarta. Kebanyakan sekolah mensyaratkan berpengalaman minimal satu tahun mengajar. Runi menaiki tangga menuju ke kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya, tubuhnya butuh direbahkan setelah berjuang satu hari ini. Berharap kali ini sekolah itu menerimanya menjadi tenaga pengajar. Runi bangun dari rebahan, lalu mengambil handuk. Ia ingin mandi, seluruh tubuhnya lengket karena berkeringat seharian. Selesai mandi, Runi kembali dengan aktivitas seperti biasanya, setiap malam selalu melamar pekerjaan secara online. Tangan lentik wanita itu dengan luwes menyalakan laptop lalu membuka sebuah browser internet. Mengetikkan sebuah kata pada aplikasi pencarian pekerjaan. Lowongan pekerjaan yang dicarinya adalah guru sekolah dasar. Beruntung malam ini ada banyak sekolah yang membuka lowongan pekerjaan sebagai guru kelas. Runi asyik mengisi data diri pada kolom yang disediakan oleh pihak pencari pekerja. Banyak sekali yang ia isi. Berharap ada satu yang menerimanya menjadi guru di sekolahnya. Runi tidak menyadari jika sedari tadi sang mama mengetuk pintunya dari luar. Beliau langsung masuk ke kamar sang putri, ingin mengajak makan malam bersama. "Nak, ditunggu Papa buat makan malam. Papa ga mau makan kalo kamu ga ikut makan. Nanti dilanjutkan lagi pekerjaannya," kata Bu Subroto dengan lembut sambil mengelus rambut lurus sebahu milik Runi. "Eh ... Ma, maaf Runi ga tahu ada Mama. Baik, Ma, Runi turun buat makan malam," jawab Runi sambil berdiri dan mengikuti sang Mama dari belakang. Mereka berdua berjalan beriringan menuruni anak tangga. Pak Subroto memandang ke arah keduanya dan tersenyum. Bahagia melihat sang putri bisa kembali ikut makan malam bersama. Anak perempuannya tidak bisa sering ikut makan malam, karena selalu tertidur cepat jika kembali ke rumah setelah seharian penuh mengikuti banyak tes. "Nak, semangat, ya. Pasti ada kok sekolah yang membutuhkan guru. Jakarta kota besar, jadi banyak sekolah swasta yang butuh guru." Pak Subroto mencoba menghibur sang putri yang wajahnya tampak lelah. "Iya, Pa. Runi juga lagi buat lamaran untuk beberapa sekolah lagi," jawab Runi sambil menyendok nasi goreng dan telur mata sapi. Menu makan malam mereka adalah nasi goreng dengan aneka campuran. Ada sosis, daging, sayur kol, tomat, dan telur mata sapi sebagai lauknya. Masakan Mama Runi sangat lezat. Tidak kalah dengan restoran ternama di Kota Jakarta. Tanpa sadar, Runi kembali menyendok nasi goreng itu. Kedua orang tua Runi sangat bahagia melihatnya. Berharap Runi segera sembuh dari rasa sakit hati dan trauma kegagalan berumah tangganya. "Ma, Pa, Runi duluan, ya. Mau lanjut isi data." Runi sudah selesai makan dan bergegas berjalan menuju ke kamarnya. Papa dan mama Runi hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka paham dengan kesibukan sang putri. Runi menaiki anak satu per satu tangga menuju ke kamarnya. Fokusnya saat ini adalah mendapatkan pekerjaan. Masih banyak data yang harus diisi dan dilengkapi sebagai syarat melamar pekerjaan. Sudah satu minggu berlalu sejak tes di Yayasan Maju Bersama. Belum ada panggilan atau pengumuman diterima atau tidaknya di sekolah itu. Pun selama satu minggu ini Runi tidak ada jadwal mengikuti tes di sekolah. Runi mulai cemas dan tidak nyaman. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Ada satu panggilan masuk dari nomor baru yang tidak tersimpan. Runi segera mengangkatnya dan berharap bukan orang yang sengaja mengerjainya. "Hallo selamat siang, dengan Bu Arunika?" tanya suara laki-laki dari seberang sana. "Iya, saya sendiri," "Saya dari Yayasan Maju Bersama, memberitahukan jika Ibu diterima menjadi guru di Yayasan sekolah kami. Untuk itu kami mohon kedatangannnya pada hari Senin pukul sembilan pagi untuk menerima penjelasan lebih lanjut," "Ba-baiklah, Pak. Saya akan datang," "Kalo begitu terima kasih dan kami tunggu kedatangan Anda." Sambungan telepon diputus sepihak oleh pihak Yayasan Maju Bersama. Runi sangat bahagia mendengar berita tersebut. Sungguh, usaha yang dilakukan kini ada hasilnya. Banyak sekolah yang sudah dilamar dan mengikuti beberapa tes, tetapi baru satu sekolah yang kembali memanggil dan memberikan kabar jika dirinya diterima. Gegas Runi ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Mamanya. "Ma ... Mama ...!" teriak Runi dari lantai dua sambil menuruni anak tangga setengah berlari. Bu Subroto yang mendengar teriakan anak perempuannya sedikit jengkel. Wanita yang telah melahirkan Runi itu terkejut. Beruntung tidak sedang memegang panci panas berisi sayur yang baru saja masak. Mama Runi segera mendekati sang putri yang tampak tersenyum lebar ke arah beliau. "Ada apa? Kamu ini bikin Mama kaget aja," kata beliau dengan nada sedikit jengkel. "Hehe ... maafkan Runi, Ma. Ma ... Runi diterima di Yayasan Maju Bersama. Besok Senin harus ke sana pukul sembilan pagi." Runi sangat antusias saat menceritakan hal baik dan membahagiakan ini pada sang mama. "Wah ... selamat, ya, Nak. Semoga dilancarkan semuanya," kata Bu Subroto sambil memeluk anak perempuannya dengan penuh kasih. Mereka berdua saling memeluk satu sama lain. Runi merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu. Dulu saat masih menjadi istri Renjana tak sekali pun sang mertua memeluknya dengan hangat. Hanya ada caci maki dan pukulan ketika apa yang diinginkan oleh beliau tidak terpenuhi. Sejak diterima di Yayasan Maju Bersama, Runi harus mempersiapkan diri untuk mengajar. Hari Senin, tepat pukul 08.30 WIB Runi datang ke Yayasan Maju bersama. Sengaja datang lebih awal agar tidak tergesa-gesa. Banyak teman yang lainnya yang datang pada hari ini. Mereka menggunakan pakaian atasan kemeja putih dan bawahan hitam juga bersepatu hitam. Lama menunggu akhirnya salah satu guru datang dan menjelaskan tentang pembagian tugas mengajar. Runi mendapatkan tugas mengajar kelas lima di Yayasan Maju Bersama. Wanita cerdas itu dipercaya mengampu kelas lima. Banyak hal yang harus dipelajari. Sebab, sudah lama tidak belajar dan tidak memiliki pengalaman mengajar. Setelahnya, Runi bertekad membaca lebih banyak bagaimana cara mengajar yang baik. Membuat murid tidak bosan saat menerima penjelasannya, juga mengatasi murid yang rewel. Guru dari Yayasan Maju Bersama menjelaskan singkat mengenai kondisi sekolah ini dan murid-muridnya. Runi mencatata apa saja yang dianggapnya penting. Sebagai bahan pengingat jika nantinya diperlukan saat mengajar ataupun mengatasi masalah yang lainnya. Waktu berjalan dengan cepat, semua peserta diizinkan untuk pulang. Di akhir kata, guru yang menjelaskan banyak hal kepada para guru baru memperkenalkan diri, jika beliau adalah seorang kepala sekolah di SD itu. Runi dan yang lainnya diberikan waktu dua hari untuk mempersiapkan bahan materi ajar. Banyak referensi yang ia gunakan untuk membuat sebuah pembelajaran yang menarik. Kepala sekolah mengatakan jika kelas lima yang akan diajarnya, kebanyakan siswa yang spesial. Kadang mereka mendadak tantrum jika bosan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Inilah salah satu tantangan menjadi seorang guru. Menyajikan materi semenarik mungkin agar tidak membosankan. Tidak mudah, harus mencari beberapa referensi tentang metode pembelajaran yang diaplikasikan pada materi yang akan diajarkan. Banyaknya metode, tak lantas membuat Runi bingung. Wanita itu memilih metode demonstrasi dengan murid ikut terlibat saat pembelajaran di kelas nanti. Anak-anak kelas lima memang suka sekali gaduh saat pemebelajaran di kelas berlangung. Mereka tidak bodoh, hanya saja membutuhkan perhatian ekstra dari sang guru. Runi menyanggupinya, meskipun tidak memiliki dasar Psikologi. Tidak semudah itu ternyata mengajar anak SD. Ada banyak hal yanh harus dipelajari tentang perkembangan peserta didik. "Miss Runi, nanti bisa sambil belajar Psikologi anak berkebutuhan khusus. Sekolah ini memang sekolah inklusi, jadi setiap guru harus mau belajar Psikologi." Pak Gani selaku kepala sekolah SD ini memberikan saran untuk Runi. Runi tersenyum menanggapi ucapan beliau. Memang dulu ada keinginan untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S2 dengan jurusan Psikologi. Bagi Runi, sangat penting untuk belajar Psikologi. Kelak jika menjadi seorang guru, ilmu itu akan menjadi bekalnya. Pun dengan kehidupan di luar sekolah, ilmu Psikologi akan sangat bermanfaat. "Baik, Pak, saya akan mempelajarinya," jawab Runi sambil mengambil beberapa buku paket ajar dari meja guru yang memang dipinjamkan kepada beberapa guru baru. Sekolah ini menerapkan sistem magang. Jika hasil magang bagus maka akan diterima menjadi guru tetap. Namun, tidak menutup kemungkinan hanya enam bulan saja mengajar karena tidak lolos saat magang. Seleksi sangat ketat, semua bersaing dengan sehat. Tidak ada waktu berpikir untuk berbuat curang. Semua guru magang menunjukkan keahliannya dalam mengajar di kelas yang sudah ditentukan oleh pihak yayasan. Persaingan menunjukkan kualitas masing-masing orang. Runi tetap semangat untuk kembali mengajar. Tak dipungkiri, kadang rasa kurang percaya diri itu menghantui pikirannya. Wanita itu merasa pesaingnya adalah orang-orang yang sudah berpengalaman mengajar. Mereka dengan cepat bisa memahami bahan ajar dan kurikulum yang digunakan oleh sekolah ini. Berbeda dengan Runi yang buta dengan kurikulum yang digunakan oleh sekolah ini. Dirinya sama sekali tidak memahaminya. Tidak ingin larut dalam keputusasaan, Runi tetap mengejar ketertinggalannya. Ia tetap rajin membaca tentang kurikulum dan beberapa materi lain seputar mengajar anak sekolah dasar. "Miss Runi, sebelumnya mengajar di mana?" Bu Ratih wali kelas 6B bertanya saat waktu istirahat tiba. Mereka duduk bersebelahan. Tempat duduk guru kelas berurutan dari kelas satu hingga kelas enam. Ada sepuluh kelas, yaitu kelas A hingga H. Per kelas akan ada minimal satu guru. Yayasan Maju Bersama berkembang pesat karena kualitas guru yang ditawarkan. Sekolah ini memberikan ruangan yang tidak terpisah antara guru magang dan guru tetap. Tujuannya agar mereka bisa saling mengenal dan saling membantu. Tak hanya itu, guru-guru senior diwajibkan membantu mereka yang masih menjadi guru pemula. Tujuannya agar sekolah ini tetap terjaga kualitasnya. "Saya baru pertama kali mengajar Bu," jawab Runi jujur. Bu Ratih tampak mengernyitkan dahi, mungkin beliau heran bercampur bingung. "Tidak apa-apa, semoga lolos dan menjadi guru tetap di sini ya. Tetap semangat, ya." Ada rasa haru saat mendengar dukungan dari Bu Ratih. Beliau mengatakan dengan tulus dan ramah. Semangat yang diberikan oleh Bu Ratih menjadi bahan bakar Runi untuk belajar lebih giat lagi. Tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa mengejar ketinggalannya. Banyak cara untuk mempelajari semua tentang kurikulum, materi ajar, penelitian tindakan kelas, metode ajar, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di saat terpuruk, justru ada dukungan dari orang-orang di sekitar. Mereka dengan tulus memberikan dukungan. Runi akan memanfaatkan waktu magang dengan baik. Seperti sekarang ini, jam istirahat ia gunakan untuk pergi ke perpustakaan sekolah ini. Runi berjalan menelusuri beberapa lorong menuju ke perpustakaan. Jaraknya lumayan jauh dari kantor guru, tetapi tidak menyurutkan niatnya untuk mendatangi tempat itu. Runi membayangkan jika perpustakaan sekolah ini seperti perpustakaan sekolah lainnya yang hanya menyediakan buku-buku pelajaran dan buku bacaan khusus anak sekolah. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD