BAB Lima

1234 Words
Jakarta, Indonesia.             Kakek merajuk dan membuang wajah ke arah jendela sejak cucu pertamanya itu datang dari Singapur. Kakek marah karena Ramon sudah membuat malu keluarganya dengan tersebarnya foto yang menyebabkan skandal memalukan. Orang-orang yang mengenal Kakek menanyakan soal itu pada Kakek hingga Kakek jatuh sakit. Lima tahun lalu jantung Kakek sudah bermasalah. Dan sekarang adalah kesekian kalinya Kakek di rawat di Rumah sakit karena jantungnya kambuh dan ini semua karena skandal kotor Ramon.             “Kakek, lihat ke sini dong. Cucumu, kan, baru datang dari Singapur nih.” Kata Ramon dengan nada manja. Ramon duduk di samping Kakek tanpa ada siapa pun. Mamah, Papah, David dan Lanna tidak ingin menginterupsi percakapan Kakek dan Ramon. David mengantar Lanna pulang karena istrinya sedang hamil muda dan sedang rewel-rewelnya. Mamah dan Papah memilih pergi ke kantin untuk menikmati makan siang.             “Enggak mau!” katanya ngambek. Kakek persis seperti anak-anak yang ngambek sama ibunya karena tidak diberikan mainan baru. Ramon berusaha menahan tawa. Dia agak geli kalau Kakeknya bisa semarah ini padanya.             Ramon nyaris putus asa dan baru ingat David bilang dia harus bilang ke Kakek soal wanita itu. Minta ma’af pada Kakek dan bertaubat... ckckck!             Ramon menghela napas perlahan. Dia nyaris mau bilang ma’af tapi Kakek sudah duluan berkata, “Siapa wanita itu?”             Hening sejenak.                                                                “Kakek tidak pernah mengajarimu untuk meniduri wanita sebelum ikatan pernikahan, Ramon. Kakek tahu kalau kamu sayang sama Lanna—“ Ramon tersentak mendengar perkataan Kakek. Pupilnya melebar. “Tapi, kalian nggak mungkin bersama karena dia istri dari adikmu. Lanna sedang mengandung anak dari David. Kamu mungkin patah hati dan melakukan perbuatan nggak bermoral seenaknya sebagai pelampiasan.”             Pelampiasan? Dahi Ramon mengernyit dalam.“Kakek...” Ramon memelas.             “Dengar, Mamah dan Papahmu menahan malu karena tersebarnya potomu dengan wanita itu. Apa dia seorang—“             “Dia kekasihku, Kek.” Katanya cepat, secepat kilat. Ramon tidak ingin Kakeknya memandang rendah Nat.             Kakek menatap Ramon dalam. Dia tahu betul bagaimana Ramon. Saat perceraiannya dengan Tiara, berapa lama Ramon membutuhkan kesembuhan untuk lukanya sampai dia jatuh cinta pada Lanna. Dan tidak secepat itu dia jatuh cinta pada wanita lain.             “Kamu yakin dia kekasihmu?” tanya Kakek hati-hati dengan tatapan curiga.             Ramon mengangguk. “Ya, namanya Natalie. Biasa dipanggil Nat. Dia kekasihku dan waktu itu kami mabuk, Kek. Aku benar-benar minta ma’af.”             “Berarti kamu sudah siap untuk menikah dengannya demi memperbaiki nama keluarga, kan?” Pertanyaan Kakek seperti batu yang dilempar ke arah Ramon begitu saja dan mengenai sebelah bahunya.             “Sampai kapan kamu akan tetap menduda?” tanyanya lagi dengan nada desakkan. “Kakek nggak sepenuhnya setuju kamu dengan wanita itu, tapi ini demi kebahagiaanmu, Ramon. Menikahlah.”             Ramon terdiam. Dia bahkan tidak berniat sama sekali untuk menikah kalau bukan karena skandalnya dengan Nat. Tapi... mungkinkah dia akan jatuh cinta pada Nat sedang di hatinya masih ada Lanna? Nyaris enam bulan berlalu sejak ciuman terakhirnya dengan Lanna, dia masih belum bisa mengenyahkan rasa ciuman itu—manis.             “Darimana Kakek tahu kalau aku mencintai—“ Ramon berhenti sejenak, menelan ludah. “Lanna?”             Kakek melirik lembut pada cucunya itu. Dia tersenyum sejenak. “Percayalah hanya Kakek yang tahu soal perasaanmu. Kakek pernah melihatmu dan Lanna... ya, seperti itu.” Kakek tidak bisa mengatakan ‘berciuman’.             “Bawa wanita itu ke Indonesia, Ramon. Perkenalkan pada kami.”             Ramon mengangkat wajah.             Membawa Nat ke Indonesia?                                            ***             “Gimana ceritanya sih poto gituan bisa kesebar?” David melempar biskuit rasa kelapa ke kakaknya, yang ditanggapi cepat Ramon dan langsung melahapnya. Ekspresi Ramon seperti pria yang baru menginjak usia 18 tahun yang agak bingung harus memilih jurusan kuliah.             Ramon memutar bola mata lelah. Mau tidak mau kepulangannya akan menanggapi pertanyaan seperti ini; siapa sih wanita itu? Kekasihmu atau....? Gimana sih kok bisa kesebar gitu potonya? Puluhan pasang mata menatapnya penasaran termasuk teman-temannya dan para koleganya di Indonesia—dengan pertanyaan yang mendesaknya untuk menjawab.             Bagaimana cara mulai berceritanya?             “Kita keluarga yang terbuka dengan perbedaan, Kak. Mamah berdarah Eropa dan Chiness. Adikmu ini kan campuran dari berbagai negara.” Kata David tertawa renyah.             “Aku bingung harus mulai darimana ceritanya?” Ramon menggaruk kepalanya yang tidak gatal.             “Asal nggak mulai dari pertama kali ngajak wanita itu ke kamar aja. Haha!” David terbahak.             Ramon mengernyit. Sejak kapan adiknya berani bercanda v****r seperti itu.             “Wanita itu bukan kekasihku, Vid.”             Hening. David menyerap pernyataan tak terduga Ramon dengan kebisuan hingga beberapa detik. Kalau bukan kekasih Ramon, apa tebakkannya benar kalau Ramon dijebak sama kompetitornya? “Kalau bukan kekasih, kenapa kalian tidur bersama?” tanya David hati-hati. Dia menatap lekat kakaknya seakan mencari sesuatu dari wajah maskulin namun melankolis itu. Ramon menatap adiknya. Mereka bersitatap beberapa detik sebelum dia mengatakan sesuatu. “Aku dijebak.” Ternyata dugaan David benar. Ada perasaan lega sekaligus bangga karena dugaannya benar. “Siapa yang menjebakmu? Pasti ada dalang dari semua ini kan? Dia pasti sengaja menjatuhkan keluarga kita biar saham kita anjlok.” “Wanita itu yang menjebak aku.” “Maksud, Kakak?” David menatap kakaknya tidak mengerti. “Namanya Nat. dia punya hutang sama mantan kekasihnya—Tristan. Tristan mau menjual Nat sebagai bayaran kalau Nat nggak bisa bayar hutangnya. Nat menjebakku dan setelah malam itu dia terus mendesak aku untuk membayarnya dengan sejumlah uang yang akan diberikan pada Tristan. Aku nggak ngasih uang sama Nat lalu dia nekat menyebar foto itu. Dan ya, dia ngelakuin itu karena terpaksa.” Perkataannya keluar tanpa bisa Ramon hentikan. David terdiam sesaat. “Berarti dia memanfaatkanmu, Kak. Dia tahu kamu kaya dan melakukan hal demikian demi dirinya sendiri.” komentar David akhirnya. “Sebenarnya aku juga nggak tahu apa yang aku lakuin malam itu karena aku mabuk parah. Tapi seenggaknya dia lebih milih ditiduri pria semacam aku, kan?” ujarnya bangga dengan senyum khas Ramon dengan lesung pipitnya yang dalam. “Tapi dia punya maksud tertentu juga. Dia hutang ke mantan kekasihnya begitu?” “Kata Alpha, yang berhutang ayahnya. Tapi ayahnya nggak bisa melunasi dan akhirnya Tristan meminta Nat untuk—ya, kamu tahulah.” Ada nada tidak tega dalam perkataannya. Terbayang wajah Nat di pelupuk mata Ramon. Cantik. Putih dan berambut panjang hitam. Matanya sipit dan hidungnya indah. David kenal Alpha. Ramon sering cerita soal Alpha pada David sejak dia tinggal di Singapura. David menilai Nat bahwa wanita itu tidak baik. Dia tidak ingin Ramon jatuh kembali pada lubang yang sama. Intinya, David tidak suka Nat dan tidak setuju Ramon berhubungan dengan Nat. “Terus, Kakak, akhirnya ngasih dia uang.”              “Aku langsung melunasi hutang ayahnya pada Tristan.” David menghela napas panjang seakan mencoba mengikhlaskan uang yang hilang. “Berapa hutangnya?” “Kalau dirupiahkan sekitar tiga ratus juta.” “Astaga... membuang uang untuk seorang wanita yang bahkan bukan siapa-siapamu? Kenapa Kakak mau sih? Kakak diancam wanita itu lagi?” ada kemarahan dari ekspresi wajah David. “Aku Cuma kasian sama Nat.” jawab Ramon apa adanya. “Tapi kalau melunasi hutangnya yang ratusan juta itu sinting namanya.” Kata David sarkas. Ramon menghela napas perlahan. “Aku memintanya untuk menikah denganku, Vid.” “Apa?!” Mata David terbelalak. Kakaknya sudah benar-benar sinting. Bagaimana bisa Ramon memilih wanita sembarangan untuk dijadikan seorang istri. Apa yang terjadi dengannya? Apa otaknya sedang korslet? Apa gara-gara Lanna, Ramon sepesimis ini hingga memlih Nat—wanita matrealistik itu sebagai pendamping hidupnya? David merasa kepalanya mendadak pening. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD