Calvin mendapati Andrea tengah berbaring terbalik di kasur saat dia keluar dari kamar mandi. Kakinya di angkat ke kepala tempat tidur, matanya menatap ke plafon, ekspresinya seperti sedang berpikir. Calvin awalnya hendak menanyakan letak pengering rambut namun dia merasa lebih tertarik untuk menghampiri Andrea.
“Kamu sedang memikirkan apa?” tanya Calvin yang ikut berbaring di samping Andrea namun dia tidak ikut berputar seperti Andrea.
“Sedang memikirkan masa depan,” jawab Andrea singkat.
“Masa depan?” Alis Calvin terangkat.
“Iya. Apakah lima tahun lagi aku akan punya anak dan suami? Apakah aku akan menjadi penulis seperti keinginanku? Atau apakah aku sudah mati?” ujar Andrea.
Calvin terkekeh.
“Berat sekali pemikiranmu,” ujarnya santai.
“Kamu sih enak, orang kaya tampan pula,” ujar Andrea.
“Jadi kamu mengakui kalau aku tampan?” Calvin mencoba menggoda Andrea.
Andrea mengangguk cepat.
“Bahkan orang yang baru ketemu kamu saja akan bilang hal yang sama. Kamu sempurna,” lanjut Andrea.
Calvin tersenyum tipis.
“Kamu juga cantik,” puji Calvin.
Andrea tertawa.
“Aku cantik kan karena rajin perawatan. Kamu harus tahu betapa buluknya aku waktu SMA.” Andrea kemudian tertawa.
“Tapi katanya ada yang naksir kamu waktu SMA,” ujar Calvin.
Andrea membalikkan tubuhnya sehingga kini wajahnya sejajar dengan Calvin.
“Kamu tahu dari mana ada yang naksir aku waktu SMA?” tanya Andrea.
Calvin kemudian tersadar bahwa dia sudah membongkar rahasianya sendiri yang menguping pembicaraan para sekretarisnya itu.
“Kalian tadi ngobrolnya keras sekali, kedengaran sampai ke ruangan aku,” bohong Calvin.
Calvin memandang ekspresi Andrea yang datar memandangnya, hatinya berdegup dengan kencang.
“Oh,” ujar Andrea singkat.
“Pria tadi? Apa dia orangnya?” tanya Calvin hati-hati, dia tidak ingin bertengkar lagi dengan Andrea.
Andrea mengangguk.
“Namanya Rangga. Pria baik yang selalu membantuku saat aku kesusahan waktu SMA dulu,” jelas Andrea.
“Apa kalian pacaran?” tanya Calvin lagi. Hatinya merasa perih untuk setiap pertanyaan yang ia lontarkan sendiri.
“Belum. Mungkin nanti. Dia masih baik padaku, aku juga suka padanya,” jawab Andrea.
Calvin membelakan matanya menatap Andrea yang berkata seperti itu dengan mudahnya. Keduanya lalu diam sejenak, kembali dalam pemikiran mereka masing-masing.
“Kalau aku punya hubungan resmi dengan laki-laki lain ... aku ... maksudku kita tidak akan lagi bisa seperti ini,” ujar Andrea.
Calvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Kamu juga harus segera mencari pacar atau calon istri, Cal. Kamu tidak mungkin selamanya seperti ini,” ucap Andrea lagi.
“Seperti ini bagaimana?” tanya Calvin.
“Seperti ini, menjadikan seseorang sebagai objek pemuas kamu saja. Kamu harus mencari orang yang benar-benar kamu cintai dan hidup bahagia bersama dengannya dan juga anak-anak kamu,” jawab Andrea.
“Seperti kamu?” tanya Calvin lagi.
Andrea terkekeh, “Yang pantas juga untuk kamu dan Mama kamu.”
Calvin mencebik, dia tahu Andrea sedang menggodanya.
“Ya mungkin, nanti saja. Saat ini aku sedang tidak ingin memikirkannya. Sini, peluk aku. Aku mau tidur,” ujar Calvin.
Dia segera menuju ke bantal dan menepuk sisi sampingnya untuk ditempati Andrea. Calvin mengalungkan lengan kekarnya ke tubuh ramping Andrea, menghirup aroma wanita itu dan seketika menjadi tenang.
“Kenapa bersikeras ingin tidur denganku?” tanya Andrea.
“Aku tidak bisa tidur kalau tidak denganmu. Lihat saja kemarin aku hampir seperti zombie karena kurang tidur,” jawab Calvin pelan karena dia sudah mulai merasa ngantuk.
“Kamu sebaiknya mulai berobat,” ujar Andrea.
“Memangnya kenapa?” tanya Calvin.
“Ya karena sebentar lagi aku tidak bisa menemanimu tidur,” jawab Andrea singkat namun dapat membuat Calvin kembali membuka matanya dan membuyarkan kantuknya. Sementara Andrea menguap dan menggeliat dalam pelukan Calvin dan kemudian perlahan-lahan tertidur.
Pikiran Calvin melayang membayangkan perkataan Andrea tadi dan menimbulkan pertanyaan di kepalanya, apakah dia sudah siap kehilangan Andrea.
***
Hari ini hari kamis, hari yang lebih santai daripada biasanya. Hari ini Calvin hanya mempunyai satu agenda rapat yaitu dengan tim marketing di perusahaannya. Karena itu Calvin memilih datang lebih siang, dia menggunakan waktu paginya untuk berolahraga.
“Wah, pasar malam.” Tiba-tiba saja Andrea berkata dengan antusias.
Calvin yang sebelumnya sedang memperhatikan sisi jalan yang lain ikut menoleh ke arah jalanan yang dilihat Andrea. Sebuah lahan kosong di mana ada banyak pekerja yang sedang memasang berbagai wahana yang biasanya ada di pasar malam.
“Pasar malam itu apa?” tanya Calvin.
Andrea melirik ke arah Calvin dengan tatapan tidak percaya.
“Bapak tidak pernah ke pasar malam?” tanya Andrea.
Calvin menggeleng.
“Pasar malam itu, seperti dufan tapi low-budget. Tapi lebih seru, banyak jajanan pula. Hm, bakso bakar enak nih,” ujar Andrea yang pada akhirnya berbicara untuk dirinya sendiri.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan dan Calvin lalu mulai rapat dengan timnya. Tidak disangka karena banyaknya perencanaan, rapat itu malah menjadi lama sehingga kini hari sudah mulai malam.
Andrea masuk ke ruang rapat dengan membawa camilan untuk Calvin. Calvin yang sedang menulis pekerjaannya di tabletnya itu langsung menatap Andrea.
“Andrea, tunggu saya sebentar,” ujar Calvin.
Andrea yang sebelumnya memang sudah berencana untuk pulang setelah mengantar camilan itu hanya dapat pasrah.
“Baik Pak,” jawab Andrea kemudian keluar dari ruangan rapat itu.
“Aku gak bisa pergi, disuruh tunggu sama bos,” lapor Andrea pada Dian dan Widia yang sudah menunggunya di luar. Mereka bertiga padahal sudah punya janji untuk menonton film bersama mumpung mereka bisa pulang cepat hari ini dan juga tidak terlalu lelah.
“Ya sudah. Semangat ya, Re.” Dian melambaikan tangan dan kemudian bersama dengan Widia mulai berjalan menjauh dari Andrea.
Andrea duduk dengan kesal, bahkan di hari yang harusnya menyenangkan Calvin malah mengganggunya. Kali ini dia tidak dapat menebak apa mau dari Calvin. Mereka sudah bersama semalaman dengan aktivitas ranjang tentu saja. Dan Calvin bukanlah tipe orang yang haus akan hubungan ranjang jadi mereka tentu tidak akan melakukan hubungan itu malam ini.
Andrea menghembuskan nafas pasrah, dia kemudian memainkan ponselnya untuk melihat-lihat sosial media miliknya yang jarang sekali dia buka. Dia akhirnya menemukan bahwa Rangga sudah mengikuti akun sosial medianya begitu juga dengan beberapa teman dari SMA-nya. Andrea sudah tidak sabar untuk reuni nanti.
Dia dan Rangga menghabiskan waktu dengan banyak mengobrol, seperti waktu dulu. Saat orang lain menghindari Andrea karena gadis itu pendiam dan dianggap tidak asyik, Rangga si ketua OSIS malah senang bersamanya. Rangga bahkan membuat program minat menulis karena tahu Andrea yang suka menulis, hanya saja program itu tidak diterima oleh pihak sekolah dengan alasan mereka ingin fokus di bidang olahraga dan kesenian saja.
“Kamu masih mau duduk di situ?” Suara berat milik Calvin mengagetkan Andrea.
Calvin lalu masuk ke ruangannya dan keluar kembali dengan menggunakan kaos putih dan juga luaran coklat yang membuatnya terlihat santai dan kasual. Andrea bahkan harus mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa yang berada di hadapannya ini adalah benar-benar Calvin si bosnya yang dingin dan angkuh itu.
“Kenapa?” tanya Calvin setelah melihat reaksi Andrea itu.
Andrea menggeleng.
“Kita mau kemana?” tanya Andrea.
“Pasar malam,” jawab Calvin singkat.
“Pasar malam?” tanya Andrea lagi mencoba untuk memahami maksud dari atasannya itu.
“Iya pasar malam. Yang kamu bilang itu,” jawab Calvin lagi.
Alis Andrea menyatu, dia memandang Calvin dengan tatapan heran.
“Buat apa kita ke pasar malam?” tanya Andrea lagi.
Calvin berbalik dan tersenyum ke arahnya.
“Buat kencan.”
***
“Serius kita mau ke pasar malam?” tanya Andrea lagi.
Calvin yang sedang mencari tempat parkir itu tampak sudah malas untuk menjawab pertanyaan yang sama yang Andrea lontarkan dari tadi.
“Aku ingin konsep baru untuk Ruby-Boyband di bawah manajemen perusahaan Calvin., dan sepertinya pasar malam bisa jadi konsep yang baru,” ujar Calvin.
Hati Andrea entah kenapa malah merasa sedih karena jawaban Calvin barusan, entah kenapa dia malah ingin ini menjadi kencan. Betapa bodohnya.
“Ayo turun,” ujar Calvin. Pria itu kemudian turun lebih dulu di ikuti Andrea.
“Oke, kalau ke pasar malam kita harus ke mana dulu?” tanya Calvin.
“Pertama-tama kita akan pergi untuk main-main dulu sambil makan jajanan,” jawab Andrea.
“Main apa?” tanya Calvin lagi.
“Main apa saja. Ehm, misalnya main lempar bola ke kaleng macam yang ada di sana!” Andrea menunjuk ke arah sebuah area permainan yang paling dekat dengan mereka.
“Ya sudah, ayo.” Calvin mengambil tangan Andrea dan menggandengnya menuju tempat itu.
Andrea cukup kaget dengan tindakan Calvin itu, dia tidak pernah bergandengan tangan dengan Calvin sebelumnya.
“Cal, nanti ada yang lihat,” ujar Andrea sambil menahan tangannya membuat langkah mereka terhenti.
“Tidak ada tuh? Biar saja, aku begini juga biar kamu gak hilang,” ujar Calvin asal dan kemudian kembali menarik Andrea menuju ke area permainan di pasar malam itu.
“Oh, biar gak hilang ya,” ujar Andrea dengan suara pelan, hatinya kecewa.
Calvin dan Andrea berdiri sebentar di area itu, Calvin terlihat mengamati cara bermain permainan itu dan kemudian beberapa saat kemudian dia sudah bersiap untuk main.
“Saya mau main juga,” ucap Calvin.
“Bisa Pak, sepuluh ribu untuk satu keranjang bola,” ujar si penjaga.
“Oke. Andrea, kasih sepuluh ribu,” perintah Calvin.
“Lah? Saya gak ambil uang cash. Bapak gak bilang mau main,” ujar Andrea lebih ke protes sebenarnya.
“Ya sudah, kamu ada uang cash?” tanya Calvin.
“Ada Pak,” jawab Andrea.
“Pakai uang kamu saja, nanti saya ganti,” ujar Calvin.
“Bapak kelihatan kayak teman saya yang gak pernah ganti uang saya,” ucap Andrea sambil memberikan uangnya kepada penjaga area permainan itu.
Calvin memandang ke arah hadiah-hadiah yang terletak di bagian atas area permainan itu.
“Kamu mau hadiah yang mana?” tanya Calvin pada Andrea.
“Memangnya bapak bisa mainnya?” tanya Andrea.
“Panggil Calvin saja,” ucap Calvin.
Andrea terkekeh.
“Oke, aku mau unicorn itu.” Andrea menunjuk ke arah boneka unicorn yang tergantung di bagian ujung area permainan itu.
“Wah itu hadiah utama kami, Pak. Untuk dapetin itu, Bapak harus merobohkan semua tumpukan kaleng. Itu ada lima tumpukan dan lima bola, jadi satu bola hanya untuk satu tumpukan,” jelas si penjaga itu.
“Kamu bener mau itu?” tanya Calvin.
Andrea mengangguk semangat.
“Tapi gak dapet juga gak apa-apa,” ujar Andrea lagi.
“Lihat saja,” ucap Calvin.
Entah kenapa aksi Calvin malah membuat orang-orang berkumpul untuk menontonnya. Calvin merasa percaya diri, dia banyak melakukan latihan tembak dan juga memanah. Skill membidiknya lumayan.
Calvin berdiri tegap dengan satu bola di tangannya, dia melempar bola itu ke atas lalu menangkapnya dan melemparnya dengan keras ke arah tumpukan kaleng itu dan benar saja tumpukan pertamanya itu jatuh.
Beberapa orang bahkan bertepuk tangan karena melihat hal itu. Calvin semakin percaya diri dan kemudian melakukan lemparan-lemparan selanjutnya dan berhasil memenangkan boneka unicorn itu untuk Andrea.
Andrea memeluk boneka itu dengan senang, rasanya bahagia jika mendapatkan hadiah dari hasil kerja bukan dibeli. Calvin tersenyum melihat Andrea yang terus memeluk boneka itu.
“Kamu mau makan bakso bakar?” tanya Calvin.
“Hah?” Andrea masih tidak sadar.
Calvin lalu memberikan petunjuk dengan menggunakan dagunya yang mengarah ke gerobak yang menjual bakso bakar. Senyum Andrea mengembang sempurna. Keduanya lalu berjalan menuju ke tempat bakso bakar itu dan memesan kudapan itu.
Penjual itu menyerahkan bakso bakar itu pada Andrea dan dia kesulitan untuk mengambilnya karena boneka besar itu. Calvin lalu mengambil boneka itu dan membiarkan Andrea makan bakso itu.
“Hm, enak sekali sausnya,” ujar Andrea.
Calvin tersenyum melihat Andrea yang semangat sekali makan bakso bakar itu.
“Kamu mau?” tanya Andrea.
Calvin menaruh boneka besar itu di belakangnya dan menunduk sedikit untuk menerima suapan dari Andrea.
“Gimana?” tanya Andrea.
“Enak.” Calvin mengangguk-anggukan kepalanya sambil menguyah bakso itu.
Setelah itu keduanya kembali memainkan banyak permainan mulai dari lempar gelang sampai bermain tembak-tembakkan.
“Pakai ini.” Calvin memberikan luarannya pada Andrea.
“Aku tidak kedinginan,” tolak Andrea.
“Pakai. Aku tidak mau kamu dilihat dengan tatapan m***m oleh orang-orang itu,” ujar Calvin.
Andrea melihat ke sekelilingnya dan menemukan bahwa banyak lelaki yang memandangnya karena blusnya yang mempunyai lengan sedikit transparan itu. Dengan cepat dia menggunakan luaran pemberian Calvin.
“Thanks,” ucap Andrea.
Calvin tersenyum lalu kembali menggandeng tangan Andrea menuju ke tempat-tempat bermain selanjutnya.
“Kamu yakin mau masuk ke sini?” tanya Andrea.
“Tentu, memangnya kenapa?” tanya Calvin.
Andrea menelan ludahnya dengan susah payah karena kini mereka berada di wahana rumah hantu dan Andrea benci hantu.
“Ayolah, tidak akan menakutkan kok,” ucap Calvin.
Andrea tidak bergeming.
“Hei, tenang saja kan ada aku,” ucap Calvin lagi.
Dengan terpaksa Andrea mengikuti Calvin yang terus menggandengnya saat masuk ke rumah hantu itu. Rasanya jantung Andrea ingin copot saja ketika mereka masuk ke dalam sebuah lorong yang gelap. Hingga tiba-tiba Calvin berteriak.
“Hah!!! Itu gak ada kepalanya!!”
Andrea yang mendengar teriakan Calvin juga ikut panik. Keduanya kompak berlari ingin segera keluar dari wahana itu tapi tentu saja tidak mudah karena selanjutnya muncul hantu yang mencegat mereka membuat keduanya kembali kompak berteriak lalu kembali berlari begitu seterusnya sampai akhirnya mereka berhasil keluar dari rumah hantu itu tanpa jantung yang copot.
“Gimana sih? Katanya berani!” Andrea memukul lengan Calvin. Dia dan Calvin sama-sama terengah-engah karena lelah berlari dan berteriak.
“Aku gak ada bilang aku berani,” bantah Calvin.
“Kamu orang paling penakut yang pernah aku temui,” ujar Andrea.
Calvin tidak membantahnya, dia terlalu lelah untuk beradu argumen dengan Andrea. Yang dia lakukan sekarang hanya menghirup oksigen banyak-banyak dan menetralisir nafasnya.
Setelah beristirahat sejenak, Calvin dan Andrea kemudian kembali pulang. Andrea setuju untuk pulang ke apartemen Calvin karena Calvin sudah lelah jika harus menyetir kembali ke tempat Andrea. Andrea berdiri di depan jalan menunggu Calvin yang sedang mengambil mobil.
Matanya kemudian melirik sebuah gelang yang disimpul dari tali berwarna merah. Tangannya terulur untuk melihat gelang tersebut, dia lalu membayar gelang itu. Tidak lama kemudian mobil Calvin berhenti dan Andrea masuk ke dalamnya.
“Nih,” ucap Andrea sambil mengangkat gelang tersebut ke lengan Calvin.
“Apa ini?” tanya Calvin.
Andrea meraih tangan Calvin dan memasangkan gelang tersebut.
“Tanda terima kasih aku karena sudah mengajak aku ke pasar malam dan membuat aku bahagia sekali malam ini. Ya walaupun ini untuk riset perusahaan, tapi aku senang,” ujar Andrea tulus sementara Calvin memandangi gelang yang kini melingkar di pergelangan tangannya dengan sempurna. Seperti pemberinya.