Calvin mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut rumahnya mencari keberadaan Andrea. Sejak dia kembali tadi, Andrea tidak lagi berada di tempat terakhir dia dan Calvin berbincang. Tubuh tinggi Calvin membuatnya sedikit lebih mudah menemukan sekretarisnya itu. Senyum mengembang di bibir Calvin yang kemudian segera berjalan menghampiri Andrea.
“‘kan sudah ku bilang jangan ke mana-mana.” Calvin muncul dari belakang wanita itu membuatnya sedikit terkejut.
Calvin menemukan raut wajah aneh dari Andrea, matanya terlihat terus menatap ke bawah. Calvin mengangkat wajah Andrea dengan tangannya dan mendapati wajah Andrea yang memerah dengan mata basah karena menangis. Calvin baru akan bertanya namun Andrea sudah langsung menepis tangan Calvin.
“Aku mau pulang,” ujar Andrea.
Mata Calvin membesar lalu sedetik kemudian alisnya mengerut.
“Sekarang?” tanya Calvin.
Andrea mengangguk.
“Baiklah, nanti aku suruh sopir lagi untuk mengantarmu,” ujar Calvin. Dia kembali bersikap santai dengan mengambil minuman dari pelayan yang lewat.
“Aku sudah pesan taksi,” ucap Andrea membuat Calvin berhenti dari aktivitasnya yang sedang minum. Dia menatap Andrea dengan tatapan tidak suka.
“Sejak kapan kau mulai membantahku, Andrea?” nada suara Calvin dibuat rendah. orang-orang pasti berusaha mendengar percakapan mereka.
Andrea menatap Calvin, tepat di mata biru lelaki itu. Matanya memancarkan amarah yang kentara.
“Aku mendengar semuanya, Cal. Pembicaraanmu dengan Ibumu,” ujar Andrea tanpa takut lagi. Dia sudah tidak peduli lagi sekarang jika Calvin akan marah atau bahkan memecatnya, sakit di hatinya membuat kemungkinan itu terlihat lebih baik.
Calvin meraih lengan Andrea dan meremasnya, “Kita pulang sekarang!” Calvin menarik Andrea. Pegangan tangan Calvin begitu erat dan baru melemah saat keduanya berada di halaman besar rumah keluarga Anggara.
Andrea kembali memberontak saat dia dan Calvin sudah keluar dari rumah besar kediaman Anggara membuat Calvin harus menghentikan langkah mereka.
“Aku tidak ingin pulang bersamamu!” bentak Andrea.
Calvin melirik ke sekitarnya memastikan tidak ada orang yang melihat atau mendengar percakapannya dengan Andrea.
“Kita bicara di mobil saja,” ujar Calvin lagi. Dia mencoba kembali menarik tubuh Andrea untuk masuk ke dalam mobilnya namun wanita itu tetap bertahan di tempatnya, membuat Calvin kembali menatapnya.
“Kita pulang dulu, kita bicarakan ini semua baik-baik.” Calvin mencoba membujuk Andrea.
“Kamu pulang saja dengan orang yang pantas buat kamu, aku tidak bisa.” Andrea menekankan kata pantas dengan kentara membuat Calvin terdiam. Dia kemudian mendahului Calvin dengan cepat setelah melihat sebuah mobil taksi memasuki kawasan rumah Calvin.
Calvin tidak dapat menahan kepergian Andrea, dia hanya dapat menatap taksi yang membawa Andrea itu pergi dalam diam. Hatinya merasa perasaan yang aneh, perasaan yang sebelumnya belum pernah dia rasakan sebelumnya. Perasaan bersalah.
***
Andrea tertidur karena lelah menangis, matanya sembab dan hidungnya tersumbat. Perlahan dia terbangun dari tidurnya karena bunyi dering ponselnya. Andrea mendengus kesal karena dering ponselnya itu, dia kemudian meraba sekitar kasurnya untuk mencari benda itu.
Tepat saat Andrea menemukan benda itu, dering ponselnya juga ikut berhenti. Andrea semakin kesal karena gangguan yang dialaminya padahal yang dia inginkan hanya tidur dengan tenang. Tiba-tiba dering ponselnya itu kembali lagi, tanpa melihat nama pemanggil, Andrea menjawab panggilan itu.
“Buka pintumu, aku di luar.” Suara Calvin terdengar jelas di telinga Andrea.
Tubuhnya langsung bangun dan duduk di kasur, matanya melebar karena terkejut. Selama ini Calvin tidak pernah datang ke tempatnya, selalu Andrea yang pergi ke tempat Calvin jadi itu membuatnya bertanya-tanya apa motivasi lelaki itu sehingga dia datang ke tempat Andrea.
Andrea segera bangkit dan mengecek lewat kamera pintu dan menemukan sosok Calvin berada tepat di depan pintunya, tengah berdiri sambil memasukkan tangan ke saku celananya. Dengan hati penasaran, Andrea membuka pintu.
“Kenapa lama sekali? Aku kedinginan,” ucap Calvin kemudian menerobos masuk ke dalam apartemen Andrea yang tentu saja lebih kecil daripada punyanya.
“Di mana kamar mandinya?” tanya Calvin pada Andrea yang masih melongo menatap ke arahnya.
“Rea? Di mana kamar mandinya?” ulang Calvin.
Andrea tersadar kemudian menunjuk ke arah kamarnya. Calvin tidak merespons, dia kemudian berjalan ke arah yang ditunjuk Andrea dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Andrea mengekori Calvin yang masuk ke dalam kamar mandi di kamarnya, dia kemudian duduk di kasur dan memandang pintu kamar mandi.
Calvin keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan urusannya yang sudah sangat mendesak tadi. Dia menemukan Andrea yang terduduk di tepi kasurnya sambil memandang ke arahnya dengan tatapan kosong.
“Kamu kenapa? Seperti lihat hantu,” ujar Calvin.
“Aku memang lagi lihat hantu,” kata Andrea datar.
Calvin terkejut kemudian melihat ke arah belakangnya dengan panik yang ditahan. Dia tidak percaya hantu namun tetap saja mengerikan untuk membayangkan ada makhluk yang dapat melihat kamu tapi kamu tidak dapat melihat mereka.
“Di mana?” tanya Calvin.
Andrea malah menunjuk ke arahnya.
“Aku?” Calvin menunjuk ke arahnya sendiri.
Andrea mengangguk.
“Aku bukan hantu, Rea.” Calvin berjalan mendekati Andrea.
“Terus kenapa bisa di sini? Seorang Calvin Anggara tidak akan datang ke sini,” ujar Andrea.
Calvin menggeleng pelan. Dia mencoba tidak peduli, dia kemudian perlahan melepas celananya meninggalkan celana bokser dan juga melepas kemejanya sehingga membuatnya hanya bertelanjang d**a.
“Eh, mau ngapain kamu? Aku sedang tidak ingin melakukannya sekarang, mendingan kamu pulang,” ujar Andrea.
Calvin tersenyum miring ke arahnya.
“Aku tahu, aku cuma ingin tidur saja,” ucap Calvin yang kemudian naik ke atas kasur Andrea.
“Kamu? Tidur di sini?” Andrea menatap Calvin dengan tatapan tidak percaya.
“Iya.” Calvin mengangguk.
“Gak boleh!” cegah Andrea.
“Kenapa?” tanya Calvin.
“Kasurku sempit, tidak akan muat untuk kita berdua,” jelas Andrea. Dia menarik tangan Calvin agar segera bangkit dari kasurnya.
Calvin mencebik.
“Tubuhmu ‘kan ramping, masih muat. Sini!” Calvin merentangkan tangannya ke samping dan menepuk tempat di sampingnya.
Andrea memutar bola matanya malas dan bersiap pergi namun sayangnya Calvin sudah lebih dulu menariknya sehingga kini dia berada di dalam pelukan lelaki itu. Tangan Calvin kemudian menaikkan selimut yang kini sudah berhasil menutup tubuh keduanya.
“Salah sendiri siapa suruh bikin aku gak bisa tidur sendiri,” gumam Calvin sambil memejamkan matanya.
Andrea terdiam masih memahami kenapa lelaki seegois dan sekasar Calvin bisa tiba-tiba berada di tempatnya bahkan mau tidur bersamanya. Andrea merasa nafas Calvin mulai teratur, pelukan lelaki itu juga mulai melemah sehingga dia berpikir bahwa lelaki itu mungkin sudah tertidur. Wangi maskulinnya begitu menenangkan untuk Andrea.
“Jangan begini, Cal. Kita tidak seharusnya begini. Kamu dan aku ... kita terlalu berbeda jauh,” ujar Andrea pelan, tapi masih cukup untuk dapat didengar Calvin. Hatinya kembali teriris.
***
Calvin tengah memandang wajah indah Andrea yang sedang terlelap dalam pelukannya, sesuatu yang belum pernah diketahui Andrea selama ini. Wanita itu tidak pernah tahu bahwa setiap malam ditidurnya, Calvin mengaguminya. Bulu mata lentiknya, bibir sensualnya, hidung mancungnya, alisnya, semuanya.
“Kenapa bisa secantik ini sih?” Calvin bertanya pada dirinya sendiri.
Perlahan Andrea menggeliat dalam tidurnya, tangan Calvin dengan tanggap menepuk-nepuk lengan Andrea membuat wanita itu kembali tertidur. Calvin mengulum senyum gemas.
“Seperti bayi,” ujarnya.
Dia kemudian memeluk lagi tubuh Andrea dan mengecup puncak kepala Andrea. Wangi segar Andrea terekam jelas dalam memori Calvin, membuatnya candu. Butuh beberapa bulan semenjak hubungan rahasianya dengan Andrea dimulai sampai dia menyadari bahwa wanita itu telah membuatnya terpesona.
Kehadiran Andrea perlahan-lahan menjadi sesuatu yang penting bagi Calvin, sekarang ranjangnya terasa aneh jika tidak ada Andrea di sana. Karena itulah dia memutuskan untuk pergi ke tempat Andrea yang dia tahu pasti lebih kecil dan kurang nyaman untuknya tapi setidaknya tempat ini memiliki Andrea. Perasaan hangat dan nyaman menyelimuti tubuh dan hati Calvin, dia tidak ingin semuanya cepat berlalu.
Calvin tahu dia melakukan kesalahan yang akhirnya diketahui Andrea namun dia cukup yakin bahwa wanita itu tidak akan menolak atau meninggalkannya karena dia tahu bahwa Andrea sudah jatuh cinta padanya. Calvin adalah orang yang tidak ingin punya komitmen hubungan romansa dengan siapa pun, menurutnya hubungan seperti ini dengan Andrea juga sudah lebih dari cukup.
Bahkan seharusnya, Andrea berterima kasih karena Calvin sudah memberikan segalanya yang Andrea butuh ‘kan. Gaji yang di atas rata-rata, fasilitas pribadi yang mewah, dan terlebih lagi, Calvin. Calvin cukup percaya diri bahwa Andrea tidak akan sebodoh itu meninggalkannya hanya karena kesalahan kecil seperti hari ini.
Calvin masih ingin berlama-lama seperti itu tapi kemudian alarm dari ponsel Andrea berbunyi membuat wanita itu kembali terbangun. Dia mencoba mencari ponselnya untuk mematikan alarm tersebut dan bangun. Dengan mata yang masih setengah terpejam, Andrea berhasil mematikan alarm tersebut.
Andrea bergerak cepat untuk segera bangkit dan kemudian menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia melirik sebentar ke arah bagian atasnya yang dipenuhi banyak tanda kepemilikan yang diciptakan Calvin. Andrea tersenyum miring pada pantulan dirinya di cermin.
“Dasar bodoh, kau harusnya tidak membukakan pintu untuknya semalam,” ujar Andrea.
“Lihat kau sekarang, tidak ada bedanya dengan wanita malam yang murahan,” lanjut Andrea lagi.
Andrea harus mengakui bahwa dirinya kesulitan untuk menolak pesona Calvin apalagi saat lelaki itu sudah mulai menyentuhnya di ranjang.
Setelah membersihkan diri, Andrea kemudian memulai aktivitasnya yang sudah sangat terlambat. Dia melirik pakaian kotornya di ruang cucinya.
“Aku akan cuci di tempat cuci baju saja,” ujar Andrea pada tumpukkan pakaiannya itu.
Dia kemudian memutuskan untuk membuat sarapan terlebih dahulu sebelum kembali pada agendanya hari ini yaitu membersihkan apartemennya. Sebenarnya Andrea bisa saja menyewa orang untuk bersih-bersih apartemennya hanya saja dia tidak terlalu suka ketika ada orang yang memasuki area teritorialnya.
Andrea sedang membalikkan pancake di pancinya saat dia merasa sebuah tangan melingkar ke pinggangnya, Calvin kemudian menaruh dagunya ke bahu Andrea.
“Kamu mengagetkanku,” ujar Andrea.
Calvin tertawa kecil, matanya tetap terpejam.
“Kalau masih mengantuk, lebih baik kamu pulang dan tidur di rumahmu. Hari ini aku mau bersih-bersih rumah,” lanjut Andrea.
“Kamu akan ikut bersamaku?” tanya Calvin.
Andrea menggeleng.
“Ya sudah kalau begitu aku tidak akan pergi,” lanjut Calvin.
Andrea mendesah pasrah.
“Memangnya kamu tidak punya janji untuk main golf?” tanya Andrea.
Sebagai sekretaris Calvin dia hafal betul segala kegiatan lelaki itu. Biasanya dia akan pergi main golf saat hari minggu dengan kolega atau calon kolega bisnisnya.
“Aku sudah membatalkan semuanya. Aku ingin bersamamu hari ini,” ujar Calvin lagi.
Andrea kebingungan. Calvin bertindak seperti lelaki ini bukanlah dirinya yang seperti biasanya.
“Kamu kenapa sih?” tanya Andrea. Dia kemudian mematikan kompor setelah semua adonan pancakenya sudah habis.
Dia mendorong pelan tubuh Calvin membuat lelaki itu mundur sejenak dan kemudian kembali mendekat ke arah Andrea.
“Ihh.” Andrea mendorong tubuh Calvin membuatnya terpisah jarak sejauh tangan Andrea.
“Kenapa mau nempel mulu sih? Gerah tahu.” Andrea melotot.
Calvin mengabaikan protes Andrea, melipat tangannya dan kemudian duduk di kursi.
“Aku tidak tahu kamu bisa masak,” ujar Calvin.
“Banyak hal yang kamu gak tahu soal aku,” balas Andrea.
“Curang! Kamu tahu segalanya soal aku. Kamu bahkan tahu ukuran celana dalam aku berserta isinya,” cerocos Calvin.
Andrea memutar bola matanya.
“Kamu cerewet sekali. Sepertinya kamu memang sedang kerasukan.” Andrea duduk di samping Calvin sambil menaruh mapple sirop dan juga mentega.
“Aku cerewet ‘kan juga hanya denganmu,” protes Calvin. Wajahnya membuat Andrea tertawa karena lucu.
Calvin mengulum senyum karena berhasil membuat Andrea tertawa.
“Lebih baik kamu jadi Calvin yang biasanya, deh,” ujar Andrea.
Calvin tertawa kecil, “Memangnya aku yang biasanya seperti apa?”
“Dingin, kasar, egois, cuek.” Andrea menatap Calvin yang juga sedang menatapnya. Keduanya hening untuk beberapa saat.
“Dan tidak membuatku menjadi bingung seperti sekarang ini,” lanjutnya dalam hati.
***
Andrea menekan tombol kirim setelah membaca email yang akan dia kirimkan ke HRD hari ini. Keputusannya sudah bulat dan juga ini adalah waktu yang tepat. Semuanya sudah sempurna, ini memang adalah jalan hidupnya.
Jalan hidupnya mungkin akan semakin berat saat dia meninggalkan kehidupannya yang sekarang, namun dia tahu bahwa semakin lama dia berada di sini bersama dengan Calvin, dia akan semakin tersiksa. Tersiksa dengan perasaannya yang sudah mulai berubah untuk bosnya itu.
“Aku tidak bisa menemukan sikat gigi.” Calvin muncul setengah dari depan pintu kamar mandi. Rambutnya terlihat basah begitu juga dengan badannya.
“Sebentar nanti aku carikan,” ujar Andrea yang kemudian menutup email dengan judul “Surat Pengunduran Diri” yang baru saja dia kirimkan ke bagian HRD kantornya.