4. Cemburu dan Ingin Mengakhiri

2170 Words
Calvin segera keluar dari kamar mandi Andrea setelah selesai mandi, dia akhirnya menemukan Andrea sedang duduk memainkan ponselnya di sofa. Calvin penasaran karena hal itu, tidak! Calvin selalu penasaran apa pun mengenai Andrea. “Kamu sedang apa?” tanya Calvin. Dia lalu duduk di samping Andrea. “Sedang balas pesan,” jawab Andrea singkat. Calvin menatap Andrea dengan tatapan tidak suka, dia merasa diabaikan. “Pesan dari siapa?” tanya Calvin lagi. “Ada deh,” jawab Andrea yang malah menggodanya sambil tersenyum jahil. Calvin mulai frustrasi, dia lalu bersiap untuk merebut ponsel Andrea tapi sayangnya Andrea lebih cepat menghindarkan ponselnya dari serangan Calvin. “Rea!!” Andrea terkikik karena hal itu. “Aku mandi dulu,” ujar Andrea yang kemudian berlalu menuju kamar mandi. Calvin memandang sekretarisnya itu dengan diam, ada perasaan tidak suka yang menjalar di hatinya karena pikiran mengenai Andrea yang saat ini sedang bertukar pesan dengan laki-laki lain. “Apa aku cemburu?” tanya Calvin pada dirinya sendiri. Dia terdiam untuk beberapa saat lalu menggeleng. “Aku tidak mungkin cemburu, cemburu hanya untuk orang yang sedang jatuh cinta. Aku tidak cinta pada Andrea, aku hanya membutuhkannya di ranjangku.” Lagi-lagi Calvin berbicara untuk dirinya sendiri. Calvin harus mengakui bahwa dia sangat tidak suka bahkan benci saat dia harus mengajak Andrea pergi ke sebuah pesta yang berisi kolega mudanya yang lain. Karena dia dapat melihat dengan jelas mata lapar mereka saat melihat Andrea apalagi ketika mereka tahu Andrea tidak memiliki kekasih. Tapi Calvin menampik bahwa itu adalah rasa cemburu, baginya itu hanya rasa tidak suka karena dia tahu betul isi kepala dari para lelaki itu. Tidak lain dan tidak bukan hanyalah tubuh Andrea yang ingin dibawa mereka ke ranjang. Bagi Calvin, tidak ada yang bisa melakukan hal itu dengan Andrea kecuali dirinya. Andrea adalah gadis polos yang ditemukan Calvin dan diubahnya menjadi gadis pintar yang dapat memuaskannya. Calvin bahkan tahu bahwa Andrea diam-diam menaruh hatinya pada Calvin, Calvin tahu Andrea mencintainya. Karena bahkan ketika Calvin mengecewakannya pun, Andrea masih tetap mau menerimanya. Membukakan pintu untuk Calvin bahkan kembali b******a dengannya. Sayangnya perasaan itu tidak akan terbalas, karena Calvin tidak suka melibatkan perasaan cinta. Menurutnya cinta justru akan melemahkan sebuah hubungan. Padahal mereka dapat hidup bersama dengan normal tanpa adanya cinta, seperti hubungan Calvin dan Andrea ini. Pintu kamar mandi terbuka dan Andrea keluar dari sana dengan piyama dan juga rambut setengah basah. Calvin memperhatikan wajah Andrea yang entah kenapa semakin menarik tanpa adanya riasan wajah, wajah Andrea yang polos itu malah membuat Calvin nyaman untuk memandanginya. Itulah kenapa Calvin sering bangun tengah malam hanya untuk memandangi wajah cantik Andrea. Calvin dapat menangkap dengan jelas wangi segar yang dipancarkan oleh tubuh Andrea yang baru selesai mandi itu. Gadis itu kembali duduk di sofa namun kali ini dia duduk di sofa lain yang menghadap Calvin, dia masih sibuk dengan ponselnya. Beberapa kali Andrea tertawa pada ponselnya itu lalu kemudian kembali mengetik kemudian tertawa lagi. Calvin sebal melihat hal itu karena kini Andrea jelas mengabaikannya. Calvin berdeham untuk mengambil perhatian Andrea namun gadis itu hanya menatapnya sebentar lalu kembali menatap ponselnya. Mata Calvin terbalak karena sikap Andrea itu, gadis itu tidak pernah mengabaikannya sebelum-sebelum ini. “Rea,” panggil Calvin. Andrea kembali menatap Calvin, “Ada yang bisa saya bantu?” Calvin mendengus kesal membuat Andrea kembali menatap ponselnya. Tiba-tiba saja ponsel itu berdering, dengan semangat Andrea menjawab telepon itu. “Halo,” sapa Andrea. Gadis itu kemudian bangkit dan menuju ke kamar meninggalkan Calvin yang jengkel karena tingkah Andrea yang jelas-jelas mengabaikannya. *** Hari Senin telah datang kembali membuat Andrea mau tidak mau kembali ke kantor. Untung saja Calvin tidak tidur di tempatnya semalam, lelaki itu pulang saat Andrea memaksanya pulang. Andrea dengan cepat menyelesaikan persiapannya dan kemudian segera beranjak menuju ke kantornya. Dia sudah mendapatkan pesan bahwa Calvin sudah meninggalkan apartemennya maka dari itu Andrea harus tiba di kantor lebih cepat dari pada Calvin. Untung saja, tempat tinggal milik Andrea dekat dengan kantornya. Andrea langsung masuk dan menuju tempatnya bersiap untuk menyambut Calvin. Dia segera mengambil tablet miliknya dan mengecek lagi jadwal Calvin untuk hari ini dan juga minggu ini. “Bagus, gak ada perubahan,” ucap Andrea senang. “Kenapa kamu kelihatan senang sekali?” tanya Dian-sekretaris Calvin yang lain. “Aku ada acara reuni akhir minggu ini,” jawab Andrea. Dian mangut-mangut mendengar jawaban Andrea. “Tumben ada acara, biasanya kamu paling susah diajak jalan,” ujar Dian lagi. “Lagi senggang,” jawab Andrea singkat. Hubungan Calvin dan Andrea memang tidak pernah terendus oleh karyawan lainnya karena pria itu selalu bersikap cuek dan dingin pada Andrea jika di kantor, bahkan sampai di apartemen Calvin saja kadang pria itu masih bersikap yang sama. Makanya Andrea heran kenapa pria itu bisa berubah menjadi manis akhir-akhir ini. “Pak Calvin!” Dian menyikut lengan Andrea karena tahu rekan kerjanya itu sedang melamun. Andrea langsung tersadar dan dengan cepat memperbaiki posisi berdirinya. Calvin datang bersama dengan Widia yang sudah lebih dulu menjemputnya di bawah. Andrea dan Dian kompak menunduk memberi salam hormat pada Calvin saat pria itu melewati mereka. Ketiga sekretaris Calvin itu memang mempunyai tugas yang berbeda-beda. Widia adalah orang yang bertugas untuk membangun relasi dengan partner kerja Calvin, dia adalah kepanjangan tangan Calvin kepada seluruh kolega dan investor perusahaan mereka. Sementara Dian adalah orang yang mempunyai tugas sebagai perpanjangan tangan Calvin untuk karyawan di perusahaan. Sementara Andrea bertugas untuk mengurusi jadwal Calvin. Terdengar mudah namun sebenarnya susah untuk membagi waktu Calvin yang berharga itu apalagi karena pribadi Calvin yang perfeksionis. Setelah Calvin masuk ke dalam ruangannya, giliran Andrea yang akan masuk dan mulai membacakan jadwal untuk Calvin. Andrea mendapati Calvin tidak duduk di meja kerjanya tapi malah duduk di sofa ruangannya dengan mata tertutup seolah masih mengantuk. Andrea mencoba tetap tersenyum walau kini wajah Calvin terlihat tidak bersahabat. “Selamat pagi, Pak Calvin. Izinkan saya untuk membacakan jadwal bapak hari ini dan seminggu ke depan,” ujar Andrea. Calvin mengarahkan pandangannya pada Andrea, dia menatap sekretarisnya itu dengan tatapan tajam yang membuat Andrea gugup seketika. “Kamu sudah kunci pintu?” tanya Calvin. “Hah?” Andrea agak terkejut dan bingung karena pertanyaan Calvin namun kemudian dia menggeleng. “Kunci pintunya!” perintah Calvin dengan nada rendah. Andrea bergerak kembali ke pintu dan mengunci pintu itu, dia lalu kembali ke tempatnya semula. “Sudah dikunci, Pak.” Andrea kembali mendekat ke arah Calvin. Calvin bergerak cepat, tangannya menarik Andrea hingga gadis itu kehilangan keseimbangan dan jatuh ke samping Calvin. Tangan kekar Calvin langsung melingkar ke pinggang Andrea dan kepala yang dia sandarkan ke pundak Andrea. Itu membuat jantung Andrea hampir copot karenanya. Untung saja tirai jendela belum dibuka, kalau tidak maka mereka bisa saja dilihat karyawan lainnya. “Calvin!!” Andrea berteriak kecil, tangannya berusaha melepaskan tangan Calvin. Namun pria itu semakin mengeratkan pelukannya membuat tubuh mungil Andrea langsung merapat ke tubuh besar milik Calvin. Dia juga makin nyaman menyandarkan kepala ke bahu Andrea, wangi parfum Andrea membuatnya lebih tenang sekarang. “Salah sendiri kamu membuat aku gak bisa tidur,” ucap Calvin. “Loh kok aku yang salah?” protes Andrea. “Iyalah, kamu sudah aku ajak balik ke apartemen aku, malah gak mau,” ujar Calvin. “Buat apa juga aku ke sana? Toh sebelum pergi kamu sudah dapat jatah,” ujar Andrea tidak mau kalah. Calvin tidak menjawab, dia sudah terlalu lelah sekarang. Kepalanya pusing karena tidak bisa tidur. Entah kenapa dia tidak bisa tidur dengan tenang karena mulai merasa kamarnya kosong dan itu membuatnya tidak nyaman. Hampir saja dia nekat untuk kembali ke tempat Andrea hanya saja dia tidak mau mengganggu Andrea karena dia yakin wanita itu juga butuh istirahat. Andrea merasa aneh karena Calvin tidak menjawab, dia mencoba melihat Calvin dan mendapati lelaki itu sedang tertidur dalam dekapan Andrea. Andrea tersenyum melihat wajah Calvin yang terlihat damai saat tertidur, dia tenang seperti bayi. Tidak ada wajah dingin dan cuek yang tampak di sana. Yang ada hanyalah Calvin dengan wajah yang terpahat sempurna. Bulu mata lentik, alis tebal, hidung mancung dan bibir seksi terbingkai sempurna pada wajah yang memiliki tulang pipi yang tegas sehingga membuatnya terlihat sangat maskulin. Andrea merasa beruntung dapat melihat Calvin dengan wajah tenang seperti ini. Dia juga beruntung karena dapat melihat wajah Calvin saat dia dan Andrea sedang bersama di ranjang. Hanya saja Andrea sadar bahwa, dia tidak akan bisa selamanya menikmati wajah dan tubuh Calvin. Dia sadar bahwa bagaimanapun dia menyukai Calvin, lelaki ini terlalu jauh untuk digapai, terlalu sulit untuk dimiliki. Dan dengan bodohnya Andrea malah menaruh hatinya pada lelaki ini. Karena itulah sebelum semuanya terlambat dia sudah bertekad bahwa dia akan pergi meninggalkan kehidupannya di kota ini dan pergi ke tempat lain untuk memulai kehidupannya yang baru. Kehidupan tanpa Calvin. Andrea memang merasa sakit hari dengan penghinaan yang dia terima dari Ibu Calvin dan juga Calvin waktu itu. Namun akhirnya dia sadar bahwa penghinaan itu ada benarnya, dia memang tidak pantas dengan Calvin. Dia tidak mungkin lebih lama lagi bersama dengan Calvin karena Andrea sendiri tahu sudah sebesar apa cintanya untuk lelaki dingin itu. Sebulan. Sebulan lagi dan kemudian dia akan segera meninggalkan semuanya, termasuk Calvin. *** “Dian, pesan makanan saja yuk,” ajak Andrea. Kedua sekretaris ini mau tidak mau harus memesan makanan karena keterlambatan yang terjadi hari ini. Widia sendiri sedang pergi bersama dengan Calvin untuk mengunjungi klien yang akan bekerja sama dengan salah satu artis di perusahaan mereka. Calvin yang memutuskan untuk tidur mau tidak mau harus mengundurkan semua jadwal meeting yang sudah disiapkan Andrea dan mengakibatkan Andrea dan juga Widia harus terlambat untuk makan siang. “Pesan apa?” tanya Dian. “Mau pesan nasi kari gak?” tawar Andrea. Dian mengangguk, “Yang mana saja yang penting makan deh. Kayaknya udah mau kena asam lambung Gue.” Sayangnya belum sempat Andrea memesan makanan mereka, terdengar suara dari pengawal Calvin yang berteriak bahwa Calvin sudah kembali. Dengan cepat Dian dan juga Andrea langsung berdiri dan membungkuk menyambut Calvin. “Andrea, ke ruangan saya sekarang,” ujar Calvin tanpa berhenti dan melihat ke arah Andrea. Andrea dan Dian saling berpandangan lalu sama-sama menaikkan bahu. “Kalian udah makan?” tanya Widia yang baru sampai. Andrea dan Dian kompak menggeleng. “Sama, Pak Calvin dari ketemu klien langsung buru-buru balik kantor. Ini Gue baru mau pergi nyari makan siang,” ujar Widia. “Pak Calvin juga belum makan siang?” tanya Andrea. Widia menggeleng, dia baru akan menjelaskan lanjutannya tapi tiba-tiba suara telepon intercom itu berbunyi nyaring. “Andrea, saya suruh kamu ke ruangan saya sekarang bukannya kalian ngerumpi di situ.” Ketiganya langsung panik dan Andrea langsung dengan cepat menuju ke ruangan Calvin. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Andrea. “Kamu sudah makan?” tanya Calvin. Andrea terdiam sejenak lalu menggeleng perlahan. “Ini!” Calvin mengeluarkan bungkusan makanan dan mendorongnya mendekat ke arah Andrea. “Ini apa?” tanya Andrea. “Bola baseball?” jawab Calvin asal. “Hah?” Andrea tidak paham. “Ya jelas ini isinya makanan dong, Rea. Ayo siapkan, kita makan bersama,” ujar Calvin dengan bersemangat, dia sudah sangat kelaparan. Andrea terdiam mematung memandang ke arah plastik yang berisi makanan itu. Dengan perlahan dia pergi ke pantry khusus untuk Calvin, mengambil alat makan dan kembali ke meja sofa di ruangan Calvin. “Kenapa piringnya hanya satu?” tanya Calvin. “Bapak mau makan, ‘kan? Ya ini sedang saya siapkan,” jawab Andrea. “Saya maunya makan bareng kamu. Ambil alat makan kamu,” perintah Calvin. Andrea menggeleng. “Sebaiknya Bapak makan sendiri saja. Saya akan cari makan sendiri,” jawab Andrea. “Saya tidak suka dibantah Andrea, saya bilang makan sama saya ya berarti kamu harus makan sama saya,” ujar Calvin tidak senang. Andrea mengulum senyum. “Saya tidak mau nanti ada rumor yang muncul karena peristiwa ini, Pak. Tidak baik untuk pekerjaan saya dan Bapak kedepannya,” jelas Andrea. Andrea kembali menyiapkan peralatan makan untuk Calvin. “Nanti saya pecat yang berani buat rumor yang aneh-aneh,” ujar Calvin. “Yang ada rumor itu akan semakin menjadi-jadi. Sebaiknya memang kita tidak terlalu menunjukkan hubungan kita, Pak. Lebih baik seperti biasa saja, seperti orang yang tidak akrab,” ujar Andrea. Calvin terdiam dan memandang Andrea dalam. Ada perasaan terluka yang muncul dihatinya karena penolakan Andrea ini. “Percuma dong aku sampai minta dibungkus begini. Padahal niatnya mau makan sama kamu,” ujar Calvin yang kali ini nadanya dibuat santai. “Maaf,” ucap Andrea. Andrea menarik nafas panjang. “Dan mulai sekarang, saya akan tetap kembali ke apartemen saya dan tidak akan tidur lagi di apartemen Bapak. Saya mohon pengertiannya,” lanjut Andrea membuat Calvin tertegun sebentar. “Tidak! Kamu lihat sendiri saya tidak bisa tidur karena kamu tidak ada di samping saya,” ujar Calvin. “Bapak mau saya mintakan obat tidur dari psikiater Bapak?” Calvin mulai marah mendengar Andrea yang terus membantahnya. “Mau kamu apa sebenarnya?” tanya Calvin lagi. Andrea menarik nafas panjang, ini sulit tapi bukan berarti tidak bisa dia lakukan. “Mau saya hanya mengakhiri semuanya, Pak. Ayo kita akhiri saja semuanya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD