Dua

2822 Words
Amazing! Kita sedekat bibir dan hidung padahal cuma karena bacotan unfaedah. Apakah ini salah satu alurnya cinta? "Jaenab, mana makanan lo?" kepo Bumi saat Bulan kembali ke bangkunya tanpa bungkusan batagor dan ketoprak tadi. "Udah gue antar sama my brother. Nih hadiahnya." Bulan mengangkat kantung plastik putih berisi banyak snack. Mata Bumi berbinar. "Bagi-bagi dong." Bulan memutar bola matanya malas. "Ogah!" "Jo, mau gak?" Bulan menyodorkan beberapa snack kepada cowok datar itu. Jonah mengangguk, lalu mengambil salah satunya. Bumi mendengus di belakang. "Yang minta siapa, yang dikasih siapa." "Ada orang ngomong ya?" ujar Bulan sok tuli sambil menyobek bungkus snack-nya. Bumi mencebikkan bibirnya. "Ck, jahat banget sih lo, Jaenab. Gue lapar loh." "Bodo amat," Bulan mengunyah snack-nya hingga menimbulkan bunyi kriuk yang menggugah selera Bumi. "Lo kan punya duit. Noh sana pergi ke kantin aja," saran Bulan. "Malas" Bumi bertopang dagu sambil iseng-iseng menarik rambut Bulan yang tergerai. Cewek itu tentu saja risih. "Suparman, tangan lo bisa diam gak sih? Risih gue, b**o," balas Bulan tanpa menoleh. "Makanya lo kasih gue sanck lo." Bumi semakin iseng memainkan rambut Bulan. Bahkan sekarang ia membagi tiga rambut Bulan. Rencanya sih hendak membuat kepang seperti Elsa si princess es itu. "Sekali lagi tangan lo mainin rambut gue, jangan harap lo bisa lihat itu tangan besok pagi," ancam Bulan yang malah membuat Bumi terkekeh. "Duh, atut" Bumi tak peduli. Ia mulai menjalin rambut sebahu cewek itu sedikit demi sedikit. Plak "Awwwww," ringis Bumi saat tiba-tiba Bulan memukul tanganya dengan penggaris besi, lagi. "Gue bukan orang yang sabar," ujar Bulan lalu kembali menghadap ke papan tulis. "Idih! Dasar tukang KDRT, galak, pelit lagi. Mati aja sono lo," geram Bumi dengan muka manyun. "Hai-hai," Jack berteriak di ambang pintu. " Hari ini kita FREE CLASSS woi!" lanjutnya lagi yang membuat seisi kelas girang bukan main. "Serius?" Jonah menatap penuh selidik cowok kulit mayat itu. Dia sudah hampir 5 tahun mengenal Jack. Dan ya dia paham, Jack suka usil dan kebanyakan omonganya hanya sekedar kejahilan. Sangat jarang sekali mereka menemukan kebenaran dalam ucapan cowok itu. "Kok gak percaya? Gue habis nguping tadi di majelis tahu," kukuh Jack lalu duduk di bangkunya. "Rose lagi keliaran di kantin," bisiknya pada Bumi. Cowok itu tiba-tiba saja semangat. Ia bagaikan manusia di padang pasir yang mendapat es . Adem-adem anyem dan membuat bibirnya senyum-senyum sendiri. "Temanin gue kesana yuk," ajaknya lalu bangkit dari duduknya dengan semangat 49. "Traktir gue ya?" Jack menampilakn puppy eyesnya. "Ah, itu urusan gampang. Ayo, Jo," seru Bumi lalu berdiri di hadapan Jonah dan Bulan. "Kemana?" tiba-tiba saja Bulan ingin tahu. Pletak Bumi menjitak kepala cewek itu pelan. "Bukan urusan lo, Jaenab." "Operasi PDKT," sahut Jack masih di bangkunya. Bulan manggut-manggut. "Hebat, lo emang hebat. Perasaan anak kelas 10 baru seminggu lebih di sekolah ini deh, tapi lo udah punya gebetan  aja. Ck, ck, super hebat." Bulan menatap penuh intimidasi manik gold Bumi. "Atau jangan-jangan lo pakai pelet ya?" Pletak "Istigfar, Jaenab. Itu mulut kalau mau ngomong pakai fakta dong," cecar Bumi setelah menjitak kepala Bulan. Mungkin dewi Fortuna sedang berpihak pada Bumi, Bulan hanya diam tak menaggapi. "Malas," ujar Jonah tiba-tiba. Bumi merengut. "Ah, lo mah setiap gue minta help pasti malas. Kali ini aja, Jo. Pleaseee!" Bumi menampilkan puppy eyesnya. "Uweeek" Bulan berpura-pura muntah. "Sok imut lo, Suparman!" kekehnya lalu menarik aqua botol dari keresek di mejanya. "Gue emang imut," bela Bumi sambil mempertahankan puppy eyesnya."Gue lagi baik nih. Heh, Jaenab lo ikut deh. Entar gue kenalin sama kakel yang ganteng-ganteng dah. Tertarik gak?" Bumi menaik-turunkan alisnya. Enatah apa yang ada di pikiran Bulan saat itu, tapi cewek itu akui Bumi keren. "Kakel ganteng?" Bulan mengulang kembali tawaran Bumi itu. "Hmmm, kakel ganteng?" Bulan memasukkan snack ke dalam mulutnya. "Kakel ganteng?" ujarnya lagi. Dia menatap ke luar jendela. "Kakel ganteng?" Matanya kembali pada Bumi. "Kakel ganteng?" tanyanya memastikan. Bumi mengangguk. "Iya, Jaenab tuli! Lo mau gak gue kenalin sama kakel ganteng. Untung lo, jarang-jarang nih gue mau jadi pak comblang. Ayo dah." Bulan mentap penuh pikiran cowok ganteng itu sekali lagi. "Boleh deh," jawab Bulan pada akhirnya. "Ayo, Jo. Sekalian temanin gue keliling sekolah." Jonah mengangguk.                                                                                   Kantin sekolah siang ini sangat ramai. Sebenarnya istirahat kedua sudah berlangsung tadi jam 12. Tapi free class bisa menjadi tanda istirahat untuk ke tiga kalinya. Padahal izin dari guru-guru sebenarnya tidak ada. Bisa di bilang mereka ke kantin secara illegal. "Dah sono!" usir Bulan sambil mendudukan badanya di bangku kantin. "Lakuin tuh operasi PDKT lo, semoga berhasil ya." "Gue nervous, Lan," adunya pada cewek itu. Jonah mengambil duduk di depan Bulan, sementara Jack di sebelah Bulan. "Aelah susah amat sih," sahut Jack tanpa di minta. " Lo tinggal datang ke mejanya terus 'hai', lalu kedipin sebelah mata. Awas, jangan sampai masih ada beleknya loh. Abis itu, Cus! Lo balik lagi ke sini. Entar tuh cewek pasti salting sendiri dah. Gue jamin, bro. Seratus persen berhasil," tandas cowok itu lalu menoleh pada Jonah. "Kalau lo ngarep bantuan si triplek, gue jamin sampai lebaran monyet pun gak bakalan terwujud," lanjutnya lagi. "Lo bukanya tak tahu, Bum. Dia jatuh cinta aja gak pernah, nothing pengalaman buat di bagikan. Lo ikutin aja dah perkataan gue. Terpercaya dari berabad-abad yang lalu." "Udah sana," usir Bulan sambil mendorong badan Bumi. Cowok itu menahan kakinya tetap memijak lantai yang sama. Dia belum siap. "Gue gak yakin sama omongan si Jack. Lo bukanya tak tahu dia itu penipu sejak kala Pleistosen, Lan" kata Bumi memandang Bulan penuh permohonan. "Lo aja deh, Lan." "Gue?" Bulan melirik kanan dan kiri. "Yang mana ceweknya?" "Itu." Bumi menolehkan kepala Bulan pada seorang cewek cantik dengan body goalsnya. Cewek itu duduk di pojok kiri bangku kantin, namanya Rose. Rambutnya lurus berwarna coklat serta poni di depan wajahnya. Cewek itu tertawa anggun bersama teman-temannya. Njir, cantik banget puji Bulan dalam hati. "Itu mah kecantikan buat lo," ujar Bulan lalu mengusir tangan Bumi dari pipinya. Jack terkikik sementara Bumi mencebikkan bibirnya. "Apa gue bilang, Bum. Rose terlalu cantik buat lo," kata Jack menyetujui. "Makanya kalau punya keinginan jangan sampai kejauhan, bro. Jatuh ke bawah loh. Sakittttt!" Jack kembali tertawa mengejek. "Gak maksud!" desis Jonah tajam. Jack melirik cowok datar itu dengan masam. "Sibuk aja lo triplek," balasnya acuh. "Rabun semua ya mata lo berdua, lihat dong kegantengan gue. Nih, nih!" Bumi memajukan wajahnya pada Jack. "Buka lah mata dan hati kalian! Lihat lah aura kegantengan gue yang terpancar seperti sinar matahari ini bro. Anak unta lihat gue pun langsung baper. Minus semua mata lo berdua ya?" "Rose cantik, gue ganteng. Kita berdua kalau bersatu udah kayak Raja dan Ratu," Bumi senyam-senyum gak jelas. "Nah, kalau lo merasa ganteng cus sono deketin tuh Ratu," saran Bulan yang membuat Bumi merengut. "Ah, lo gak paham, Lan. Gue kalau deket sama dia rasanya dag dig dug melulu. Bukannya apa-apa, gue takut kalau nanti bakalan kayak orang b**o di depan dia. Kan bisa ilfeel si Rose." Jack bergidik jijik. "Idih, gaya lo kayak anak SD baru puber aja dah. Biasanya juga lo main nyosor aja anak orang. Ini sok-sok nervous lah, deg deg-an lah. Bilang aja lo udah ditolak sama si Rose. Iya kan? Udah ngaku aja lo, Suparman" "Eits, itu mulut di jaga Jack," peringat Bumi. "Lo udah kenal gue kan? Gue bisa buat banyak cewek bertekuk lutu sama gue." "Gak usah ngebacot, Suparman," timpal Bulan. "Mending lo buktiin aja dah, sono temuin si Rose-Rose itu. Tuh mumpung dia masih ada, ilang baru lo tahu rasa." "Gue takut, " cicit Bumi. Bulan memutar bola matanya malas. "Badan tegap, muka kriminal. Tapi penakut. Ck, ck, ck otak lo gak proporsional sama penampilan, Bum. Mending lo mati aja sana". Bumi melirik Bulan garang. "Kalau gue mati, lo orang pertama yang gue gentayangin." "Tinggal bacain ayat kursi, lo jadi debu deh," balas Bulan santai. "Ecek-eceknya gue arwah yang baik, Lan. Jadi gak bakalan hangus kalau lo bacaiin ayat kursi," kata Bumi malah bernegosiasi. "Kalau lo arwah baik, ngapain lo gentayangin gue?" tanya Bulan balik. "Buat mattin lo lah," jawab Bumi sadis. "Orang banyak dosa kayak lo, kalau terlalu lama hidup bakalan jadi beban malaikat buat melakukan pembukuan woi. Gue cuma mau help malikat Izrail aja kali. Lumayanlah tambah-tambah pahala beli tiket ke surga." Jack bergidik ngeri. "Ih, ngeri gue kalau lo bawa malaikat-malaikat gini, Bum." "Iya, karena dosa lo dari menipu itu udah segunung," ujar Bumi sadis. "Bayangkan, Lan. Dari TK aja nih anak udah nipuin gue," beritahunya pada Bulan. Cewek itu hanya diam dan mendengarkan. "Lo nya yang kebodohan mau gue tipuin," kata Jack membela diri. "Nah, betul tuh," sahut Bulan menyetujui. "Bum, itu cowoknya Rose ya?" Sontak semua mata mereka tertuju pada Rose. Cewek itu sedang bercengkrama dengan anak cowok. "Ganteng," puji Bulan yang membuat darah Bumi panas. "Gantengan gue kali" sahut Bumi cepat. "Udah, kantin belakang aja yuk," ajaknya lalu bediri. "Sabar, Bum." ujar Bulan lalu mengekori cowok itu keluar kantin. "Ingat! Ketika satu cewek nolak lo, bakalan ada beribu cewek di luar sana yang nolak lo juga. Jadi sabar ya." "Lo mau sengaja bikin gue panas heh?" geram Bumi. Bulan terkekeh. "Sabar, Bum. Gue tahu rasanya di tolak kok." Bulan mengelus punggung cowok itu. "Kejadian hari ini bisa jadi bahan pembelajaran buat lo. Bawasannya ada banyak cewek yang gak suka sama lo dan ada banyak cowok yang gantengnya di atas lo lagi, man." "Lan," Bumi memanggil nama cewek itu dengan nada beratnya. Ia menepis tangan Bulan di punggungnya. "Lo mau gue gantung di tiang bender gak?" Bulan menggeleng sambil terkekeh. "Mending lo diam," saran Bumi. "Gue udah diam kok," balas Bulan tapi masih tertawa mengejek. Bumi menghela nafas kasar. "Panas tahu hati gue," curhatnya. "Mari adem kan dengan adem sari" saran Jack lalu duduk di bangku kantin mang Udin. Kantin itu sepi, bukan karena makanannya yang tidak bersih melainkan fasilitasnya yang kurang. Di sana hanya ada empat bangku kayu yang penuh dengan coretan. Tentu saja mayoritas anak SMA Adijaya yang kaya itu lebih memilih kantin dalam, selain makannya enak, tempatnya juga dihias indah. Lebih cucok buat di masukin ke insta story ** pastinya. "Mang, Teh obengnya empat," teriak Bumi lalu duduk di samping Jack. Bulan duduk di hadapannya. Sementara Jonah di samping Bulan. Cowok datar itu bertopang dagu. Selalu saja begitu. Bulan jadi jemuh. "Jo, lo coba ikut nimbrung sama kita napa. Kan rame jadinya," ujar Bulan melirik cowok datar itu. Jonah Pradava itu cogan juga. Meskipun levelnya di bawah Bumi tapi berkat sikap datarnya ia menjadi cogan super perfect seperti di novel-novel. Namun sayangnya di realita sikap datarnya itu malah membuat dirinya menjadi cogan terasingkan. Ah, andai saja dia sedikit banyak bicara. Pasti banyak cewek antri untuknya. "Mang, teh obengnya sekalian di kasih sama obeng-obengnya ya. Soalnya di sini ada yang lagi patah hati nih, biasa butuh obeng buat reparation mang," teriak Jack tak tanggung-tanggung. Seorang pria paruh baya dengan muka konyolnya keluar. Ya, Tuhan. Bumi meraup mukanya kasar. Bulan menatapnya aneh. "Siapa yang hatinya patah, Jak?" tanyanya kepo. "Nih mang, orangnya!" Jack mengelus rambut Bumi. Cowok itu buru-buru menggeplak kepala Jack. "Lah, kamu Bum. Kenapa? Di tolak sama cewek? Hahaha," Mang Udian tertawa sambil masuk kembali kedalam warungnya. "Itulah, Bum. Yang saya bilang dari dulu. Wajah ganteng tidak menjadi standar cewek saat ini." "Kapan lo ngomong orang tua?" sahut Bumi geram. "Perasaan kenal juga baru seminggu yang lalu. Sok kenal lu!" "Husss, ngomong sama orang tua yang sopan," peringat Bulan. Mang Udin menjulurkan kepalanya untuk melihat cewek itu. "Kembaran kamu, Bum?" Bumi menggeleng. "Ini teman angkat saya, mang. Kebetulan kemarin nemu di tong sampah." Bulan menatap horor Bumi. Cowok itu terkekeh lalu menarik hidung Bulan pelan. "Bercanda, Jaenab." "Mang, ada makanan apa aja?" Bulan tak menggubris. Dia malah melihat daftar menu yang tertempel di dinding warung. "Banyak, neng," balas Mang Udin. "Itu di daftar kan ada." "Maklum mang, itu cewek rabun," timpal Bumi. "Diam lo, Suparman!" desis Bulan geram. "Nyahut aja kayak monyet. Dasar beruk!" "Oh, panggilan sayangnya Suparman," gumam Mang Udin. "Bagu kok , Bum. Sesuai dengan muka lokal kamu." "Idih, sok tahu lo, mang. Muka gue bukan buatan lokal. Ini blasteran." Bumi mengelus-elus kedua pipinya. "Ini muka handsome hasil perpaduan Ukraina, Perancis dan Amerika. Lihat lah, mang. Muka saya lain dari yang lain." "Iya, sama kayak otak lo lain dari yang lain alias aneh," sahut Bulan. "Lo juga aneh, Jaenab," balas Bumi tak mau kalah. Mang Udin mengaduk teh obeng buatannya. "Lah orang tua kamu tiga, Bum?" Bumi berdecak. "Ck, gila kali pikiran mamang sih. Masa orang tua saya tiga. Gimana pulak pembuahannya?" "Lah kamu kan perpaduan 3 negara, berarti orang tua kamu juga ada tiga. Gitu kan?" Mang Udin meletakkan es teh obeng di meja. Bumi menggeser segelas es teh obeng mendekat padanya. "Gak gitu juga kali, orang tua." "Itu mulut yang sopan, Suparman," peringat Bulan di dalam warung. "Nih orang tua loh yang mulai, Jaenab," bela Bumi. "Gini loh mang, bokap gue itu punya dua kewarganegaraan," "Bokap itu apa?" Mang Udin duduk di samping Jonah. "Eh, Jo kenapa diam? Sakit gigi?" "Bukan cuma sakit gigi, Mang. Tapi giginya emang udah gak ada, sekalian sama lidahnya. Makanya nih orang diam mulu. Bisu agaknya," cerocos Jack yang mendapat hadiah tatapan horor Jonah. Jack tercengir. "Ah, lo mah gitu aja marah, Jo." "Gak baik cepat marah, Jo. Itu kulit putih kamu entar berkerut loh," ujar Mang Udin ikut nimbrung. "Mang, lo mau sebenernya mau denger cerita gue gak sih?" tanya Bumi kesal lantaran ceritanya terabaikan. Mang Udin buru-buru kembali mentap Bumi. "Wah, lupa saya Bum." "Bokap itu ayah," kata Bumi. "Kenapa gak dipanggil ayah atau bapak aja sih, Bum? Itu bahasa baru atau gimana?" "Iya, ini bahasa modern mang. Orang kuno kayak mamang emang biasa sih gak tahu," jelas Bumi yang terdengar mengejek. Mang Udin mana peduli. Orang tua itu mah selalu sabar. "Ayah saya punya dua kewarganegaraan, Perancis dan Amerika. Kakek saya orang, Perancis dan nenek saya orang Amerika. Jadilah ayah saya yang ganteng itu. Nah, bokap gue nikah dengan nyokap gue yang keturunan Indonesia dan Ukraina. Lahirlah saya, Bumi Aldiatama Azelix yang ganteng sedunia." "Secara tak langsung dalam darah saya mengalir 4 negara. Paham kan, Mang?" "Nah gitu dong, saya paham sekarang. Kamu campuran 4 negara, jadi gak heran sih kalau kamu juga paling aneh dari yang lainnya." "Gimana enggak, orang darahnya aja campur-campur kayak cendol apalagi otaknya. Mungkin kayak cendol campur bir? Manis-manis bikin mabuk plus membunuh. Iya kan, Jak?" Mang Udin melirik Jack yang tengah memainkan ponselnya. " "Top, mang. Berkat campur-campur negara itu lah lahir Bumi dengan dengan otaknya yang absurd," kekeh Jack. "Bener kata lo, mang. Darah aja campur-campur kayak cendol, apalagi otaknya. Mungkin lebih absurd lagi." "Lo yang absurd, kulit mayat," ujar Bumi tak terima. "Mang batagornya dua mangkok, nih." Bulan menyodorkan uang dua puluh ribu kepada Mang Udin. "Es nya lo yang bayar ya?" ujarnya pada Bumi. "Lah kok gue?" Bumi tak terima. "Sayang dong sama duit gue." "Pelit banget sih lo, cendol!" Bulan duduk di samping Jonah. "Jo, makan yuk." Ia menggeser semangkuk batagor pada cowok datar itu. "Tadi lo juga pelit sama snack lo," kata Bumi mengungkit kejadian satu jam yang lalu. "Mau gue suap?" tawar Bulan pada Jonah. Cowok itu tersenyum simpul. "Gue udah kenyang." "Irit banget ngomong," kata Bulan lalu mulai memakan batagornya. "Baca doa, Jaenab!" kata Bumi memperingati. "Udah dari tadi," jawab Bulan songong. "Gue gak denger." Bumi mengaduk minumannya. "Dalam hati." "Harusnya gue bisa dengar." Bumi menyeruput es-nya. "Hanya orang tertentu yang bisa baca hati gue," Bulan menyibak rambutnya sok cantik. Tapi jujur Bulan memang cantik kok, tapi gak secantik Rose gebetan Bumi. "Sok cantik!" cibir Bumi. Bulan menunjuk Bumi dengan sendoknya. "b**o lo!" cibirnya. "Gue kan cewek ya kodratnya cantik lah. Kalau ganteng, berarti gue laki dong. Gimana sih gitu aja gak tahu. Dasar oon!" "Lo itu cewek jadi-jadian, Jaenab." Bumi melirik Jack yang terus beradu jari dengan keyboardnya. "Enak aja lo bilang gue cewek jadi-jadian, yang ada lo tuh yang jadi-jadian kayak topeng monyet tahu." "Makan jangan ngomong," nasehat Jonah. "Ah cieeeeeeeee-cieeeeeee," sorak Mang Udin. "Hati-hati Jo,  jangan terlalu perhatian. Entar kamu jatuh hati loh." Setelahnya mang Udin berdiri. "Saya balik lah, Bum. Malas lihat muka cendol kamu." "Idih, gue juga malas lihat muka lokal lo," balas Bumi tak mau kalah. "Eh, Lan itu batagor bagi ke gue aja lah." "Bayar!" Bulan melirik Jonah. "Lo beneran gak mau gue suap" Jonah tersenyum kecil. "Boleh deh." "Dih gak tetap pendirian lo! Tadi bilangnya gak mau, giliran gue minta langsung mau. Sengaja banget ya lo buat gue kayak gini," cecar Bumi. "Bodo," acuh Jonah. Bulan menyuapi cowok itu lembut. "Enak kan?" Jonah mengangguk. Bodo amat dengan rasa tak sedap kalau orangnya saja sudah menyedapkan hati. Iya kan? Tapi buatan Mang Udin emang top kok. Jonah mengakui hal itu sejak pertama kali dia makan di situ. Bumi berdecak sebal. "Kan jadi ngidam gue." "Ngidam makanannya apa ngidam orangnya?" tanya Jack tetap fokus pada ponselnya. "Ngidam makanannya lah, kulit mayat. Jijik kali gue ngidamin Si Jaenab." Bumi menyeruput es nya lagi. "Gue juga jijik diidamin sama lo," balas Bulan tak mau kalah. Kringggggg Bel pulang berbunyi. "Gue balik duluan." Bulan buru-buru ngacir dari situ. Bahkan Jonah belum sempat mengucapkan terima kasih. "Ngapa tuh bocah? Kebelet pulang?" tanya Bumi. Jonah mengediakan bahunya acuh. Lalu menghabiskan batagornya. "Eh, nanti malam jangan lupa," peringat Jack. "Gue cabut dulu" Si kulit mayat pun ikut ngacir. Bumi menatap tajam Jonah. "Jangan sok manis dengan cewek, kalau lo cuma mau patahin hatinya! Ingat dosa, bro," katanya setelah tersisa mereka berdua.                                                                                    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD