TARIK TAMBANG

1278 Words
*** Sore hari, matahari hampir terbenam. Berjalan di sebuah gang, dan masuk ke gang lagi, Loki dan teman barunya yang masih menggenakan seregam kesebelasan sepakbola—Bram—kini sudah berada di sebuah kios yang berada di ujung gang. Kios itu tidak besar. Hanya saja terlihat suram. Selain bangunannya yang berbentuk vertikal, nampak tembok yang bercat hitam yang dihiasi graffiti berbentuk tengkorak rambut kribo. Berjalan semakin dekat, kini terlihat jelas jika ini bukan kios biasa. Ini kios sarangnya preman yang sedang pesta alkohol. Nampak puluhan orang memegang gelas masing-masing sambil berjoget ria, diiringi musik dangdut yang sayup-sayup memutar lagu Satru 2. “Wow. Orang-orang ini luarnya aja yang seram, tapi hatinya yuppy.” Loki berkomentar spontan. “Jaga ucapan sampean, Mas.” Bram mengingatkan, sambil menatap tajam ke arah Loki. “Laki-laki itu yang dipegang manuknya, bukan mulutnya.” “Terserah.” “Ayo ke sana.” Bram berhenti melangkah, kemudian menggeleng. “Tadi perjanjiannya aku cuman nganter doang. Nggak sampai masuk. Bisa jadi samsak tinju aku kalau main-main ke sana, Mas.” “Lanang opo ora?” “Lanang!” “n***e sama ayang sampai loyo, yo ayo!” Loki melangkah duluan, meninggalkan Bram yang pucat pasi di belakang. “Wong edan.” Bram bergumam lirih, hanya bisa berdoa semoga pemuda yang belum genap sehari berada di sini itu diterima di sisi-Nya. Loki mendengar, tapi dia memilih cuek. Sambil menenteng botol air mineral di tangan kanan, sedang tangan kiri digunakan untuk memegang rokok kretek yang dihisapnya dalam. Kepulan asap membumbung tinggi. Udara sore yang berganti senja yang siap menyambut datangnya malam menerpa rambut Loki yang putih berkilau. Wajahnya santai, namun tatapannya sangat tajam. Berdiri di tengah-tengah emperan kios, yang sebagian orang di sana sudah tiduran di lantai, Loki tanpa diduga berdehem agak keras. “Ehem! Ada pacarnya Ara di sini?” Krik. Krik. Krik. Suara jangkrik langsung mengkerik sampai membuat Loki berkidik. Loki dicueki. Loki tidak digubris. Ini pertama kalinya. Jadi begini tabiat sang raja kepada keroco yang tidak dikenalnya? “Baiklah. Kalau begitu, Ara yang cantik itu jadi milikku, ya.” Loki balik badan, bersiap melangkah pergi. Belum ada dua langkah, tiba-tiba terdengar botol yang terangkat dan langsung mengarah ke belakang kepala Loki. Tanpa menoleh, Loki menangkap botol yang masih sisa seperempat itu dengan tangan kanannya. Setelahnya, dipandangi botol itu sesaat. Loki tersenyum. “Terima kasih.” “Boleh juga nyalimu, bocah.” Terdengar suara yang berat dan dingin terlontar dari seseorang yang duduk bersila di bawah pohon jambu yang terletak di sisi kanan Loki berdiri. “Kalau modal nyali, semua orang juga punya nyali, Om.” Loki menatap pria paruh baya yang memiliki mata merah dengan rambut gondrong yang dibiarkan terurai ke belakang. “Apa Om pacarnya Ara?” “Ada urusan apa kamu sama Ara? Dan ada masalah apa kamu sama pacarnya Ara?” berondong pria itu, dingin sekali. “Aku jatuh cinta sama Ara, Om. Pandangan pertama.” Loki memasang wajah tak berdosanya yang menyebalkan. Klinting! Klinting! Terdengar bunyi botol minuman berwarna biru yang menggelinding sampai di dekat kaki Loki. Sepertinya seseorang mulai terusik dengan siap Loki yang kurang ajar ini. Loki berbalik. Nampak seorang pemuda berkulit putih dengan badan tambun dan berwajah chubby yang kemerahan menatapnya dengan sorot membunuh. Aura di sekitar keduanya terasa sesak. “Aku Ragil. Aku pacarnya Ara. Apa maumu, sobat?” Ragil memperkenalkan diri, suaranya yang menggelegar kontras sekali dengan perawakan dan wajahnya. “Oh? Kamu pacarnya Ara, ya?” Loki tersenyum, meletakkan botol minuman yang sempat terbawa tangannya di bawah, kemudian mengulurkan tangannya. “Perkenalkan, aku Loki, satu-satunya putra Odin.” Tanpa diduga, Ragil menyambut uluran tangan Loki, kemudian menariknya cepat, hingga membuat wajah mereka mendekat beberapa centi. “Pulanglah. Sebelum aku patahkan tanganmu.” “Menarik. Gimana kalau kita adu tarik tambang? Yang menang dapat Ara. Setuju?” Loki menarik tangan sekaligus wajahnya, memberi jarak beberapa langkah. “Boleh.” Ragil menoleh ke belakang. “Damar, carikan tali. Kita mau … hyuk … adu mekanik.” Damar mengacungkan jempol. Kemudian berdiri. Berjalan sempoyongan ke dalam kios, Damar nampak sibuk mencari benda yang dimaksud. Terdengar suara berisik dari dalam kios. Ada wajan yang dibanting. Ada benda-benda yang sepertinya dari gelas jatuh ke lantai dan pecah. Dan suara terakhir yang terdengar adalah auman singa betina yang keluar membawa sapu, bersamaan dengan Damar yang keluar membawa tali … jemuran. “Ini, Mas.” Damar menyerahkan tali jemuran berwarna hijau pudar yang terlihat kaku ke tangan Ragil. Ragil menerimanya dengan tangan kiri. Ujung tali dipegangnya sendiri, kemudian ujung lainnya diserahkan kepada Loki. Kami mengambil jarak beberapa langkah sampai tali itu memanjang. Damar datang lagi, bukan menghampiri Ragil, melainkan ke tengah-tengah untuk memberi pita dan diikat di tengah. Tak hanya itu, Damar mengeluarkan spidol besar dari balik celananya, kemudian menggaris tepat di tengah pita. Loki kagum. Dalam keadaan mabuk sekalipun, preman-preman di sini juga masih punya akal sehat yang digunakan 100%. Persiapan pun selesai. Loki dan Ragil sama-sama memasang kuda-kuda. Sama, namun beda. Kuda-kuda Ragil terlihat begitu mantap. Mengingat taruhannya adalah sang kekasih, Ragil harus mengeluarkan seluruh kemampuannya. Berbanding terbalik dengan Loki yang memasang wajah datar dan terlihat santai. Sekarang waktunya bertarung. “Siap?” Damar memegang pita, menoleh ke arah Loki dan Ragil bergantian. “Mulai!” “Hyahhhhh!” “Uraaaaaaa!” Teriak Ragil dan Loki bersamaan. Tarikan keduanya sama kuatnya. Tenaga yang dikeluarkan juga tak jauh berbeda. Ragil terus menatap wajah Loki dengan penuh kebencian. Si yang ditatap justru menyeringai mengejek. Benar-benar pribadi yang membagongkan. Sampai tarikan Ragil agak mengendur, inilah kesempatan bagi Loki untuk menyelesaikan pertarungan antar lelaki. “Mati kamu, gendutttt!” Loki berteriak lantang. “Kena kamu!” Ragil yang sengaja memberi celah lawannya, justru memberikan tenaga dua kali lipat lebih besar dari tenaga Loki. Gedebuk! Bugh! Nyutttt! Loki yang kaget, detik itu juga langsung tersungkur ke depan dengan kepala yang lebih dulu jatuh, disusul badannya yang terjatuh keras, sampai burung garudanya menabrak botol minuman yang tadi diletakkan. Sakit. Ini tidak sesuai kamusnya. Mana Loki yang katanya tak memiliki kata menyerah? Sekarang, justru kalah menghadapi seseorang yang hanya mengeluarkan 10% tenaganya. Ragil berkacak pinggang, menyorot Loki dengan sorot mengejek. “Sudah puas?” Ragil berjalan mendekati Loki, membungkukkan sedikit badan, lalu mengulurkan tangan kanannya. Loki mendongak, menyambut ulurang tangan Ragil dengan mantap. Berdiri dengan wajah yang penuh debu, Loki mengulas senyum manis. “GENDUT!” “CELENG!” Keduanya berteriak drama. Kemudian saling memeluk erat. Teman lama. Teman yang tidak pernah meninggalkan satu sama lain dalam keadaan suka maupun duka. Teman yang siap sedia membantu, sekalipun membantu untuk menambah dosa. Saling melepaskan pelukan, keduanya kini menatap dengan wajah penuh haru. Mata Ragil berkaca-kaca. Begitu pula Loki yang sudah menangis, tanpa malu dilihat oleh orang-orang di sana yang ikut terharu. “Loki, aku turut berduka.” Ragil membuka suara, menepuk-nepuk bahu kiri Loki, tanda belasungkawa. Loki mengangguk dua kali. “Terima kasih, saudaraku.” “Ayo masuk, Ki.” “Bentar, Gil.” Loki menoleh ke belakang, melambaikan tangan ke arah Bram yang sedari tadi berdiri mematung dari balik pohon mangga. “Bram! Sini!” “Bukan! Mbahmu!” Ragil yang menyahut, kemudian terkekeh-kekeh dengan ingus yang hampir masuk di mulutnya. Berjalan ragu, Bram menghampiri Loki. Tepat di samping kanan Loki, Bram hanya tertunduk, tak berani menatap semua orang yang menatap ke arah mereka beriga. “Kenalin, Bram. Ini satu dari empat sahabat kecilmu.” Loki menepuk-nepuk kepala Bram, seakan Bram adalah adiknya. “Jadi, sampean berdua sudah saling kenal tho?” Bram mengangkat kepalanya, memandangi Loki dan Ragil bergantian. “Sudah. Dari embrio malah.” Loki menimpali guyon. “Tapi beda cetakan.” Ragil menambahkan, tertular gilanya si Loki. “HAHAHAHAHAHA!” tawa keras semua orang yang berada di area kios membahana di waktu senja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD