02 - Lupa!

1933 Words
"Udah sana lo turun," ucap Elmarc saat mobilnya terparkir di depan sekolah Taris. Tak ada percakapan, sedari tadi Taris hanya diam karena kesal dengan perilaku yang Elmarc tunjukkan. Memaksanya berangkat kesekolah yang jelas-jelas sedang menghindari pria itu. Pria yang sudah lebih sepuluh tahun selalu bersamanya. Taris membuka pintu, ia sudah menurunkan satu kakinya hendak keluar dari mobil, namun terhenti saat tasnya di tahan oleh Elmarc. Taris tahu kalau hal ini akan terjadi, El tidak akan membiarkannya pergi dengan sikap seperti itu. El terlalu cerewet meski pada dasarnya ia pria pendiam yang jarang sekali berbicara. Tapi hanya kepada Taris El selalu cerewet melebihi mamanya Angel. Cerewet bukan dalam arti El selalu mengomel seperti Angel. Cerewet versi El sangat berbeda. "Kenapa lo jadi bisu gitu? Gapunya mulut? Apa? Ngambek?" Tanya El setelah Taris menatap kesal kearah El. "Enggak kok," balas Taris. "Ngaku! lo kesel kan?" Pancing El. "Enggak kak El, udah kak El sana masuk, nanti telat," balas Taris masih berusaha tidak emosi. "Kalo gue bebas mau masuk kapan aja, sekolah juga punya Opa Oma gue, ngomong kenapa bisu?" "Enggak kak El, gak papa," El menghembuskan nafas lelah. Ia menarik tangan taris hingga masuk ke dalam mobil. Matanya menyiratkan kemarahan. Sudah jelas jelas El menahan amarahnya sedari tadi. Tarispun tahu, namun ia tidak mau mengaku di hadapan El karena ia takut "Ngomong, kalo enggak, gak gue lepasin." Jelas El dengan penekanan yang berhasil membuat Taris hampir tersedak ludahnya sendiri. "Kak El tuh nyebelin, dari tadi Taris tuh kesel sama kak El. Taris gasuka kak El mandiin taris kaya tadi. Taris malu, Taris jadi gamau deket-deket sama Kak El, Taris udah gede kak El," Elmarc melembutkan tatapannya, ia mengusap puncak kepala Taris. Mencubit pipi gadis itu. "Oke gue ngaku kalo gue kurang ajar, gue juga ngaku kalo perilaku gue udah bikin lo gak nyaman. Sorry Taris, gue tadi emosi lo ngelawan gue, lo tahu gue gasuka lo lawan kaya tadi kan?" "Iya Taris maafin, tapi kak El janji jangan bikin Taris malu lagi?" "Iya janji," "Yaudah Taris mau turun, gerbangnya mau ditutup," "Yaudah sini," "Apalagi kak El?" Tanya Taris. "Lupa?" Tanya El balik. "Kan udah gede?" "Lo masih kecil, sini," Taris mendekat, memberikan pipinya untuk El kecup. Kebiasaan El sedari kecil mencium pipi gadis itu. Meski El bersikap menyebalkan dan melakukan sesuka hatinya. Namun seumur hidupnya, hanya waktu ia masih kecil menyentuh bibir gadis kecilnya. Semenjak itu ia tidak pernah berani mencium bibir gadisnya lagi. (Part SBILY Extra Part) Cup "Udah sana masuk," "Iya, Taris masuk dulu kak," "Iya ati-ati, nanti ketemu di warung mang Ujang Taris," "Iya kak," "Jangan cuman bilang Iya!" "Iya Kak, nanti istirahat Taris kesana," "Yaudah gih," Taris sedikit berlari memasuki gerbang, satpam penjaga gerbang sudah hampir menutup sepenuhnya gerbang jika saja Taris tidak berhasil menyempil masuk. Kebiasaan saat ia berdebat dengan El. _____ El mengklakson mobilnya keras-keras. Pintu gerbang terbuka setelahnya. Satpam sekolah bisa mengenali suara klakson itu. Jika ia tidak segera membuka gerbang, sudah pasti ia tidak akan selamat. Cucu pemilik sekolah selalu bersikap seenaknya. Pria itu turun dari mobilnya, mobil sport hadiah dari ayahnya karena menang taruhan. Kris kalah bermain play station dari El, taruhannya jika Kris Ayah El kalah, ia akan membelikan El mobil sport terbaru, namun jika El kalah, ia akan seharian menjadi b***k ayahnya. Nyatanya pria yang dulunya tampan dan digilai banyak gadis itu sudah menua, meski masih terlihat tegas dan gagah, bukankah sekarang giliran El untuk menggantikan posisinya di Tadara Jaya? "Hoi El!" Seru seseorang. El menoleh, disana ada sahabatnya Odi dan Ido, kembar yang kebetulan menjadi satu-satunya teman El karena hanya mereka yang berani menemani pria itu. Odi dan Ido adalah cucu kepala sekolah, jadi tidak heran mereka berteman dengan tidak canggung. "Lo telat lagi?" tanya Odi "Hm," balas El singkat, "Nanti jadi?" tanya Ido "Nanti gue ke warung mang ujang, ketemu Taris," Odi dan Ido saling berpandangan. "Ajak aja taris," ucap keduanya kompak. "Gila lo? Masa gue ajak dia nongkrong di markas kita? Jangan lah, nanti dia ngomel kalo liat gue ngerokok," "Taris mah masih bocah, suruh aja dia jajan, nanti juga diem," cerocos Odi. "Bocah? Iya dia bocah, tapi bentar lagi dia gak bakal jadi bocah lagi. Dia SMA, gue pacarin tuh anak," Gumam El penuh tekad. "Gila lo El! p*****l yak lu?" Ido menatap El tidak percaya, menyilangkan tangannya di depan d**a dengan gaya dramatis. Pria berambut keriting itu memang pembuat drama. Pembeda antara Odi dan Ido adalah rambut mereka, Ido berambut keriting, Odi berambut klimis, meski wajah mereka hampir tidak bisa dibedakan. "p*****l kalo gue suka sama bocah 5 tahun, ini gue suka sama anak SMP doang," "Serah lo lah El, ayo kita masuk kelas, kelas bentar lagi diajar sama Bu Indah. Cerewetnya minta ampun tuh guru," "Hmm," Baru saja, selangkah lagi El bersama Ido Odi hendak menuju kelas jika saja seorang gadis berhenti di hadapan mereka. Dia cukup cantik, rambutnya terurai panjang, wajahnya manis dengan pipi sedikit tembam. Dari nametagnya El bisa membaca dengan jelas. Arsyta, gadis populer Tadara Jaya tahun ini. "Hai Arsy," seru Odi dan Ido. "Hai," balas Arsyta dengan senyumnya. "Apaan?" Tanya El dengan dinginnya, Arsy menyodorkan sekotak bekal kepada El, "Ini kak, aku bawa bekal buat kakak," "Sorry gue bukan pengemis," balas El dingin. Odi dan Ido sama sama menyikut pria itu. Arsy sudah menunjukkan mimik sedihnya. Odi dan Ido merasa kasihan, kedua pria itu mengambil bekal Arsy, lebih tepatnya Ido yang lebih cepat meraih bekal gadis itu. "El mau kok Arsy, gue bawain bekalnya oke," seru Odi, Ido hanya mengangguk mengiyakan. "Yaudah deh, Arsy ke kelas dulu ya kak," "Iya Arsy hati-hati," Saat gadis itu pergi dari hadapan ketiganya, Odi dan Ido menatap El tajam. El masih memasang wajah datarnya. Ia memang tidak perduli. "Apa yang kamu lakuin itu jahat El," Seru Ido lagi lagi memulai Dramanya. "Najis Do!" Bentak El bergidik ngeri, "Lo kejem bener El, capek gitu lo gituin, anak orang tuh El," "Ya biarin kali, gue gak perduli juga. Udah ayo masuk kelas," "Tapi bekalnya?" "Lo berdua yang nerima, ya lo berdua yang makan," Setelah mengatakan hal itu El melangkah pergi meninggalkan kedua sahabatnya yang terpatung tidak percaya. El selalu menolak gadis gadis yang memberikan perhatian lebih padanya. Terbuat dari apa sebenarnya perasaannya itu? Ia seperti pria yang datang dari kutub. Terlalu dingin. "Do, andai aja gue punya tampang ganteng gitu, keknya gue bakal punya cewek banyak kali. Gila tuh anak, punya tampang cakep tapi gak di manfaatin dengan baik," celetuk Ido menatap punggung El. "Gimana mau punya tampang cakep? Niat lo aja udah jelek," "Eh lu ngina gue gitu, muka lo mirip gue Odi!" "Eh iya ya, kita kan kembar, wah bencana nih. Ngapa coba gua harus kembar sama lu?" "Tahu ah Di! Serah lu ah! Gelap pokoknya gelap!" _____ "Tasyaaaa tungguin Taris," seru Taris memanggil sahabatnya, Tasya menoleh, ia tersenyum kemudian. Tasya menunggu Taris hingga gadis itu sampai di hadapannya. "Tasya mau kemana?" "Mau kekantin lah Tar, gue lupa gak bawa bekal, lo mau ikut?" Taris mengangguk dengan semangat, ia juga lupa tidak membawa bekal yang disiapkan mamanya karena insiden tadi pagi. Perut Taris keroncongan. Dengan senyum semangatnya ia mengangguk mengiyakan ajakan Tasya sahabatnya. Di kantin cukup ramai, tempat duduk sudah di penuhi oleh siswa dan siswi disana. Tasya dan Tarisa sama sama bingung mencari tempat kosong, matanya menguliti seluruh kantin. "Duduk dimana dong kita Tas?" Tanya Taris, "Makan di kelas aja deh, kita beli makan dulu ayo," ajak Tasya. Baru saja mereka hendak membeli makan namun seseorang menahan tangan Taris. Gio, pria populer, anak kesayangan guru yang di manja-manja karena selalu membanggakan sekolah dengan memenangkan berbagai macam mendali. Ayahnya adalah donatur terbesar di SMP Taris. Anak yang terkenal baik. Diidam-idamkan banyak siswi di sekolah menengah pertama itu. "Taris duduk sini aja," ucap Gio. Suaranyapun bagai alunan biola yang di gesek dengan tempo teratur. Begitu merdu dan lembut, kicauan burung mungkin iri mendengar suaranya. Tiba-tiba kantin menjadi hening. Tak ada suara sedikitpun kecuali suara gaduh ibu kantin yang sedang menyiapkan pesanan makanan. Semua tertuju pada Taris yang tangannya masih digenggam oleh Gio. Menyadari hal itu, Taris melepas tangan Gio lembut, "maaf kak Gio, kasian Tasya kalo Taris tinggal sendiri," tolak Taris. Giopun tak langsung menyerah, ia tersenyum kemudian berkata. "Masih ada kursi kok, ini udah nyisihin buat kalian. Sini duduk aja," balas Gio menarik satu kursi lagi yang berada dibawah meja. Ia memang merencanakan hal itu matang-matang. Untuk makan bahkan berbicara dengan seorang Tarisa begitu langka, banyak yang tidak berani melakukan hal tersebut meski mereka ingin. Tarisa adalah milik El, anak SMA Tadara Jaya yang terletak tepat di belakang sekolah mereka. Semua tahu El, siapa dia, kekuasaan apa yang ia miliki, dan tentunya kehebatannya menghabisi orang terutama laki-laki yang berani mendekati Taris. Taris menatap Tasya untuk menantikan jawaban dari sahabatnya itu. Tasya mengangguk berkali-kali. "Yaudah sana Lo duduk dulu aja Ta, gue pesen makan. Lo mau pesen apa?" Tanya Tasya mendorong Tarisa untuk duduk. "Taris pesen bakwan aja Tas, gausah pake cabe sama saos. Kecap aja dikit," "Yaudah, gue pesen dulu," "Iya," Setelah Tasya pergi untuk memesan makanan, suasana menjadi canggung. Untuk pertama kalinya Taris duduk di samping seorang laki-laki selain El. Bisa di bilang laki-laki yang berada di sekitar Taris, yang boleh berinteraksi dan berada di jarak tak lebih dari lima meter adalah Leo papa Taris, dan Kris Ayah El sendiri. Taris hanya boleh berinteraksi dengan laki-laki lain jika El berada disamping Taris. "Taris gamau pesen cilok atau cireng? Aku beliin," Tawar Gio. "Enggak usah kak gak papa, udah bakwan aja," tolak taris tersenyum kaku. "Jangan kaku gitu Taris, aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok," "Iya kak," Bagaimana Taris tidak gugup? Mereka berinteraksi secara privasi. Taris kenal Gio karena ia mengikuti group belajar bersama. Ada Gio di dalamnya, bahkan Gio yang menjadi tutornya, mereka berinteraksi saat belajar bersama. Namun sekarang? Mereka berbincang berdua. Hanya berdua. Sepuluh menit kemudian Tasya menghampiri meja itu dengan membawa nampan berisi pesanan mereka berdua. Cukup lega, setidaknya keadaan tidak terasa canggung seperti sepuluh menit yang lalu. "Makasih Tasya udah di pesenin bakwan," "Iya Ta, abisin loh, lo kebiasaan kalo makan gak di habisin," oceh Tasya. "Iya Tasya," Cukup lama mereka sama-sama fokus pada makanan masing masing. Hingga Gio bersuara. "Taris aku boleh tanya?" Tanya Gio, "Iya kak tanya aja," balas Taris dengan mulut penuh makanan. "Kamu punya kakak?" Tanya Gio. "Gapunya kak, kenapa?" "Enggak, soalnya aku sering liat kamu bareng cowo SMA, dia siapa?" Deg! Taris terpaku. "Kak El!" Serunya. "Kenapa Taris?" "Tasya gimana dong?" Tanya Taris panik, "Gimana kenapa Taris? Lo kenapa? Tiba-tiba panik?" Tanya Tasya sedikit bingung dengan sikap tiba-tiba yans Tarisa tunjukkan. "Taris lupa," Balas Taris lesu, "Lupa kenapa?" "Kak El, dia kan nyuruh Taris ke warung mang Ujang, gimana dong Tasya? Taris takut," Gio masih memperhatikan interaksi keduanya. Kenapa Taris begitu takut kepada pria SMA itu? Hubungan apa yang mereka miliki? Pikirnya. "Taris kenapa lo bisa lupa?! Lo tahu kan kak El kaya gimana?!" Tasya ikut panik karenanya. "Tahu Tas, kak El kaya singa galak, aduh gimana dong Tasya?! Masa Taris samperin dia? Kalo ngamuk gimana?" "Aduh lo sih pake acara lupa. Udah lebih baik lo kesana aja dulu, dari pada lo hak kesana. Hari ini free class kan? Jadi udah buruan!" "Yaudah! Taris ke kak El dulu!" Taris bangkit dan berlari dengan cepat meninggalkan kantin. Entah nasib buruk apa yang ia terima dari El, setelah melupakan janji mereka. Hampir satu jam El menunggu Taris. Dan buruknya El tidak suka menunggu. Sepeninggal Taris, Gio masih bingung dengan apa yang terjadi. "Taris kenapa kaya dikejar setan gitu sih Tas?" Tanya Gio. "Lebih serem dari setan kak. Kak Elmarc, dia lebih serem dari apapun bagi Taris," balas Tasya menatap miris punggung sahabatnya yang berlari menjauhi kantin. - To be continue -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD