12 - Boneka

1987 Words
Hari setelah keluarga Elmarc meminta maaf secara langsung kepada keluarga Taris benar-benar merubah semuanya. Seperti rumput liar yang baru saja ditebas kemudian esoknya langsung tumbuh lebat kembali. Leo dan Angel seperti lupa bahwa beberapa hari lalu putri sulungnya ditampar dan mereka berdua terutama Leo marah besar kepada Kris ayah El yang sekaligus sahabatnya. Semua kembali normal. Seperti biasa El menjemput Taris pergi ke sekolah bersama. Menyalami kedua orang tua Taris. Membukakan pintu mobil untuk Taris masuk dan mereka berangkat ke sekolah bersama. Namun yang membuat berbeda adalah obrolan mereka yang semakin singkat. Mungkin karena masih canggung.  Sampai didepan sekolah Taris, El berhenti tepat di depan gerbang. Satpam sudah bersiap untuk menutup gerbang, tinggal menunggu detik yang pas. berkali-kali satpam penjaga gerbang sekolah itu menatap jam tangan berwarna silver yang ia gunakan. Sebelum Taris turun dari mobil ia memasang tasnya terlebih dahulu. Menatap El yang masih terdiam. Mereka tak banyak bicara saat di mobil.  "Taris berangkat dulu ya kak." Pamit Taris. "Hati-hati. Nanti gue jemput ya." "Iya kak." Balas Taris yang kemudian keluar dari mobil. Menyapa satpam berkumis tebal itu dan masuk ke dalam sekolah.  El tak berhenti memberikan tatapan tajamnya. Ada yang aneh dari Tarisa, gadis kecilnya tidak seperti biasanya. Seperti bukan Taris yang El kenal sebelumnya. Tak mau banyak berpikir akhirnya El memutuskan untuk pergi dari sana, ia harus bersekolah juga. Nyatanya kedatangan El di sekolah membuatnya moodnya rusak karena banyak pasang mata yang memperhatikannya dengan tatapan bertanya-tanya mengenai luka lebam yang ada di wajahnya. Hatinya kembali dongkol, andai ayahnya tidak memukul terlalu bernapsu, ia tidak akan sebabak belur saat ini. Tak hanya satu tapi banyak yang mengambil fotonya diam-diam. Terbukti dari postingan berita sekolah yang jelas jelas memposting fotonya yang tengah berjalan di koridor. Sisi depan, samping, bahkan belakang tak luput dari sorotan. Caption yang admin tulis membuat El tidak tahu bagaimana lagi berkomentar. Apa El lupa caranya bertengkar sampai dia babak belur? Siapa kira-kira yang berhasil buat pentolan sekolah seperti itu? "Hahaha lo kenapa bro?" Tanya Odi yang baru saja masuk. "Gila lihat nih berita sekolah, El semua isinya haha, komentarnya juga pada lucu-lucu." Tambah Ido memperhatikan layar handphonenya. "Sialan lo pada. Gak bisa diem tuh mulut? Kenapa malah ikutan nyinyir sih!" Kesal El. Ia sedang malas meladeni ejekan dua sahabatnya itu. "Ngomong-ngomong siapa yang bisa hajar lo sampe segininya? Lo lupa caranya berantem?" "Ayah gue lagi kumat. Mana berani gue ngehajar bokap sendiri?" "Serius om kris yang hajar lo?!" "Iya, bunda gue aja kena bentak gara-gara suruh dia berhenti. Gila sih bokap kalo lagi ngamuk. Kapok gue urusan sama dia." "Ya lo emang bikin dosa apa sampe om kris murka?" "Cerewet banget sih lo pada! Udah diem! Seneng banget hina gue!" "Karena teman yang takut ngehina temennya itu bukan temen sejati bego." Ucap Odi dengan PDnya. "Gausah sok bijak lo monyet, ulangan bahasa indonesia lo aja paling jelek di kelas." Cerca El. "Sialan lo! Mentang mentang pinter jadi semena mena ngehina kembaran gue. Denda seratus ribu!" Balas Ido. "Kalian berdua berisik, yaudah gue kasih duit tapi plis lo diem. Gue ngantuk nih mau tidur." Saudara kembar itu kembali duduk di bangkunya, menyiapkan buku pelajaran karena sebentar lagi guru mereka akan memasuki kelas. Sekeras apapun El mencoba tidur di kelas tapi tetap saja ia tak kunjung terlelap. El putuskan untuk membuka handphonenya, melihat w******p Taris yang kebetulan online. El segera menghubungi gadis itu. El : Kok online? Taris : Pelajaran pertama gurunya gak ada, cuman dikasih tugas doang kak. El : Nanti ikut gue yuk. Taris : Kemana? El : Ke markas tempat biasa gue nongkrong. Taris : Kalo Taris nolak? El : Ya enggak lah gila! Gak terima penolakan. Taris tak segera membalas, padahal ia sudah men read dan bahkan masih online. Lelah menunggu El mengirimkan pesan lagi terhadapnya. Tak peduli jika guru sudah memasuki kelasnya. El : Pulang sekolah lo istirahat dulu aja. Malemnya gue jemput. Taris : Terserah kakak. Lain dengan El yang senang, sebaliknya. Taris muak dengan perintah El yang tidak bisa di tolak. Padahal niatnya nanti malam Taris berniat untuk menonton live streeming idolanya, tapi sepertinya tidak bisa karena ajakan El yang mendadak itu. Taris juga bingung kenapa El tidak memilih untuk belajar dan fokus pada ujian kelulusannya saja. Orang pinter mah bebas. "Kenapa mukanya bete gitu?" Tanya Tasya dan dibalas gelengan Tarisa. "Kak El lagi nih pasti?" Taris menghembuskan napasnya lelah, "Iya Tasya. Kesel banget sama kak El." "Kenapa lagi Tar?" "Intinya Taris udah capek di atur-atur sama kak El. Taris cuma pengen bebas dari kungkungan kak El. Itu aja." Balas Taris mematikan handphonenya. "Kak El sayang sama lo, makanya dia kayak gitu. Tapi mungkin caranya yang salah Tar. Lo positif thinking aja." Ujar Tasya. "Sayang gak mungkin semencekik ini Tas. Lagi pula Taris masih belum tahu masalah cinta, tapi kak El udah ajakin Taris pacaran. Maksa lagi. Belun aturan ini itu Taris gak boleh deket sama cowok lain, harus turutin semua yang kak El mau. Taris pengen bebas Tas. Itu aja." Tasya melihat kesedihan di kedua mata Tarisa. Ia tahu Tarisa tak pernah bisa bebas berteman dengan siapa saja, ia juga tidak bisa bebas melakukan apapun yang dia mau. Tasya tahu betul begitu berkuasanya seorang Elmarc atas Tarisa. Tapi hingga sekarang Tasya tidak tahu kenapa El begitu terobsesi kepada sahabatnya. "Lo gak ada niatan buat aduin ke nyokap bokap lo Tar?" "Gak berani Tasya. Tahu sendiri kan kak El kayak gimana. Taris takut." "Tapi menurut gue kalo lo diem tanpa ngelakuin apapun pasti lo bakal ditindas terus." "Taris udah rencanain bakal pergi dari kak El. Kalau waktunya tiba." "Lo mau pergi kemana?" "Taris gak bisa bilang ke tasya." "Lo mau kemana Tar? Jangan aneh aneh deh." Taris tak membalas lagi, ia hanya bungkam. Karena Taris tidak bisa mengungkapkan semua rencananya kepada siapapun termasuk sahabatnya Tasya. Jika ia pergi, El pasti akan mengintrogasi Tasya. Dan ia tahu betul sikap El yang akan melakukan apapun, ia tidak ingin mengikut sertakan Tasya ke dalam masalahnya. "Sebagai sahabat gue cuma bisa dukung lo. Tapi jangan sampai bahayain diri lo ya Tar." Ucap Tasya pada akhirnya. Taris tersenyum haru, ia memeluk Tasya dengan erat. Sahabatnya selalu membuat dirinya tenang dalam kondisi apapun. Hanya Tasya yang mengerti dirinya. "Taris taris, kenapa sih lo bisa sebenci itu sama kak El. Padahal banyak yang pengen jadi pacar dia." Ujar Tasya di pelukan Taris. "Kamu gak tahu Taris udah sama kak El dari kecil, dan Taris udah muak sama aturan yang dia buat. Kak El itu gila Tasya." Tasya melepas pelukannya, ia tertawa mendengar ungkapan Taris yang terang-terangan mengatakan bahwa El gila. "Lo kenapa sih? Gak kayak biasanya. Ada kejadian yang gak gue tahu enggak? Sampai lo bersikap aneh kayak sekarang?" "Enggak kok." Balas Taris cepat. Sebenarnya ada, semenjak El menamparnya, sejak itulah ia benci pada Elmarc. Tapi Taris tidak bisa menceritakannya kepada Tasya. ___________ Taris tak bisa berhenti meremas kaos yang digunakan El, ia tidak tahu kenapa El mengajaknya ke tempat yang sangat asing bagi Taris. Apa itu yang di sebut markas? Banyak berandalan yang diam disana, mobil mobil balap juga terpajang, tumpukan ban-ban bekas terlihat disana sini. Sekumpulan gadis cantik dengan pakaian mini juga tak sedikit. Ada yang berciuman terang-terangan membuat Taris harus merapatkan tubuhnya pada tubuh El. Taris takut dan merasa sangat asing di tempat itu. "Kak.." "Heum." "Ayo pulang." Lirihnya mendongak menatap El dengan mata penuh harapnya. "Enggak! pulang apaan? Baru aja kita sampek." "Taris takut kak." "Takut apa Tar? Kan ada gue. Selama ada gue dan lo berangkat bareng gue semuanya bakal aman. Lagian dari dulu sampai sekarang gak ada yang berani nyentuh cewek yang gue bawa." "Jadi gak cuma Taris yang pernah kakak ajak kesini?" "Iya model yang gue sewa, kalau balap mobil aturannya kadang bawa cewek, nah kadang gue mau ajak lo, lo udah tidur. Terpaksa bayar cewek lain. Tapi sumpah gue gak pernah ngapa-ngapain kok Tar." Dalam hati Taris bersorak, Taris gak peduli lagi, kalau dulu Taris pasti kesel dengernya, tapi sekarang Taris udah gak peduli lagi. Meski di dalam hatinya yang paling dalam Taris merasa sangat senang El mengatakan ia tak pernah melakukan apapun. "Yaudah ikut gue nyapa ketua yuk." "Takut kak." Rengek Taris. "Udah gak apa-apa. Sini diem sama gue, disamping." Taris mengangguk, ia semakin merapatkan tubuhnya. Ia memang benci kepada El, tapi untuk saat ini hanya El yang bisa ia andalkan jika terjadi apa-apa pada dirinya di tempat yang penuh dengan berandalan. Bagaimana Taris tidak takut jika banyak pria beranting, berlipstik hitam dengan warna rambut yang mencolok. Belum lagi tatapan mengintimidasi. Membuat tempat itu lebih seram daripada tempat berhantu sekalipun. Mereka memasuki sebuah gubuk yang cukup besar, tapi ada dua penjaga disana, berwajah seram namun saat melihat El keduanya tersenyum ramah. "Bawa siapa boss?" Tanya El. Taris mengernyit bingung, ia berpikir kenapa keduanya memanggil El boss? "Cewek gue bang," "Gue kira adik boss." "Haha enggak, cewek gue, masih kecil sih tapi cantik kan?" Keduanya mengangguk, mengacungkan jempol kearah El. "Udah gue mau sapa bang Dion dulu bang. Lama udah gak main-main kesini gue. Sekalian mau tanya ada taruhan gede nggak balap malam ini." Tambahnya dibalas anggukan keduanya. Taris melebarkan matanya, menatap ke arah samping. Apa El kemari untuk mengajaknya balap mobil? Taris semakin merapatkan tubuhnya. Dari luar memang keadaan tempat itu seperti gubuk, tapi di dalam siapa sangka terlihat berbeda? Seperti sebuah cafe yang ruangannya tertata rapi. Di dalam banyak yang menyapa El, tak luput dari Odi dan Ido yang melambaikan tangannya. "Woi wajah benyok. Kesini!" Seru keduanya. Dan tak luput dari umpatan yang El lakukan. El mengarah kepada keduanya, menatap tajam sahabatnya yang tidak pernah ada hormat sedikitpun kepada El dimanapun mereka berada. Mungkin mereka tahu El tidak mungkin membuat mereka babak belur karena mereka sahabat El mungkin? Mereka pikir El menyayangi mereka seperti anak sendiri? Mungkin. "Mulut lo pada, gue tampol lu!" "Sorry El, gue kalo lihat lo bareng dedek gemes jadi kelewatan nih mulut." "Gue mau ke bang Dion, ada nggak?" "Ngapain lo cari bang dion?" "Mau tanya taruhan malam ini. Gue penat, pengen ikut balap." "Lo gila ya?! Mana ada yang berani nantangin lo?" "Ya siapa tahu mereka mau." "Terus lo bawa dedek gemes? Yakin? Lihat tuh dia udah takut gitu." Ujar Odi melihat Taris yang menyempil di tubuh El yang lebih tinggi darinya. "Iya kak, Taris gak mau." Tambah Taris dengan kedua mata yang hendak menangis takut. "Gak papa Tar, aman kok lo sama gue." Balas El. "Aman gimana geblek? Namanya balapan liar itu gak ada aman-amannya." Seru Ido. "Ya kalo gue yang bawa pasti aman lah!" Saut El tak terima. "Ya meskipun lo jago, lo bukan dewa! Gila lo ya?! Apalagi bawa Taris, kalo bawa model sih gak masalah." "Ya kali gue celakain diri gue sendiri? Apalagi Taris, ya enggak lah. Nikah sama siapa gue nanti kalo udah lulus kuliah?" "Gila nih orang. Serah lo lah entut ebi, sana dah katanya cari bang Dion? Dia di ruangannya." "Yoi gue ke dalam dulu." "Hm!" El kembali berjalan, masuk ke dalam ruangan kecil. Disana duduk seorang pria yang cukup dewasa, dengan tato yang mengukir seluruh tubuhnya. Dan beberapa wanita dengan pakaian sangat minim juga bergelanyut manja di tubuh pria bertato itu.  Membuat Taris semakin takut dan berpikir, apa para wanita itu tidak takut? Pikirnya. "El! Lama lo gak kesini." Sapa pria itu. "Iya bang, gue banyak urusan belakangan ini." Ucap El. "Bawa siapa?" "Pacar gue." "Pacar?" Tanya Dion memperhatikan Taris, memang terlihat masih bocah tapi tak bisa Dion pungkiri bahwa pacar El sangat cantik. "Iya bang, kelihatan bocah sih, tapi mau gimana lagi? Dari pada dia diambil orang duluan ya gue pacarin aja sampek gede. Baru gue nikahin." "Ada-ada aja lo, emang sih perawan udah susah dicarinya. Tapi lo bener-bener niat juga cari perawan." Canda Dion membuat El tertawa. Taris yang tidak mengerti maksud keduanya semakin dibuat bingung. Apalagi mereka membahas perawan, membuat Taris menarik-narik baju El karena takut. "Taris mau pulang." Rengeknya. "Diem dulu." "Kalau kak El gak anterin Taris pulang, Taris pulang sendiri!" "Gak usah ngebangkang gue lagi Tarisa." Tegas El dengan tatapan tajam. - To be continue -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD