Pangeran kelabing

1467 Words
Di dalam sebuah kelab malam, terlihat dua orang wanita yang berseteru saling menjambak dan mencakar. Wanita berkulit putih bak porselen menggumamkan sumpah serapah dalam bahasa asing yang sepertinya tidak dimengerti oleh wanita satunya yang berparas khas timur tengah. "Dushenka, please stop it!" teriak salah seorang wanita yang berada di belakang wanita berwajah timur tengah yang sedang meringis kesakitan karena rambut panjangnya ia tarik kuat-kuat. Bukannya melepas tarikan, Dushenka justru memperkuat tarikannya hingga membuat si wanita berambut hitam panjang menjerit. Tak ingin menyerah, wanita itu lalu meraih sebuah gelas dan melemparkannya ke arah Dushenka, tepat mengenai dahinya. Darah segar mengucur, tapi tak membuat wanita itu berhenti, ia kini menggunakan dua tangan untuk menjambak rambut lawan dan menghantamkannya ke dinding. Dan ... BRUAGHH!! Wanita berwajah timur tengah berbadan tinggi besar itu jatuh pingsan diiringi jeritan dari orang-orang yang tadinya hanya menonton dan sibuk mengambil gambar atau video mereka menggunakan kamera ponsel. Dushenka versus Ozge, dan pertandingan ini dimenangkan oleh Dushenka. Bukan, ini bukanlah pertandingan gulat wanita. Ini hanyalah pertandingan antar dua wanita yang sedang memperebutkan hati seorang pengeran kelab malam yang bernama Albern. Albern Xavi Callington, pria yang wajahnya memenuhi standar untuk dimasukkan ke dalam silsilah keluarga dewa yunani. Dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter, d**a bidang yang terbalut dengan otot solid, rambut kekinian yang berwarna dark blonde. Serta mata sebiru sungai Rio Celeste yang terletak di Kosta Rika. Kredibilitasnya sebagai seorang 'pemain' tak dapat diragukan lagi. Ia selalu menjadi pusat perhatian dimanapun dia berada. Sehingga kejadian seperti tadi adalah hal biasa baginya, ketika satu wanita dengan wanita lain saling 'berperang' hanya untuk bisa menemaninya semalam suntuk, bukan untuk sebuah pertunjukkan wayang tentunya. Karena tak ada wayang di negeri Adidaya ini. Pria berdarah campuran, Inggris-Turki-Indonesia itu memang memiliki wajah tampan di atas rata-rata, namun akhlak dibawah rata-rata, nyaris minus. Namun, siapa pula yang akan mempermasalahkan tentang akhlak di negara bebas seperti ini. Mereka semua hidup secara individual, dan tak saling peduli dengan urusan dapur dan ranjang masing-masing. Hal itu pula yang jadi alasan kenapa Albern tak mau pulang ke tanah air meskipun sang Mama selalu memaksa, bahkan hingga menangisinya. Ini adalah negeri impiannya, dimana kebebasan dimiliki setiap individu tanpa harus mengkhawatirkan apa itu nyinyiran para saudara, sepupu, dan tetangga. Tak akan ada pertanyaan 'kapan nikah?', 'kapan punya anak?' atau hal klise lainnya. Sehingga disini pula ia bisa memuluskan cita-citanya untuk tidak menikah. Yang ia butuh hanya partner di ranjang, bukan menikah. Ia tak perlu repot berkomitmen, atau bertanggung jawab akan hidup seseorang. Semua hubungan hanya akan berada dalam asas simbiosis mutualisme. Pagi hari saat ia bangun seorang wanita yang hanya berpakaian setengah membawakannya sarapan. Wanita berpakaian dalam berwarna pink muda itu terlihat berbinar saat melihat sang pangeran terbangun. "Good morning, Honey ... " sapanya sambil mengecup mesra bibir Albern. "Morning," jawabnya singkat sembari mengarahkan pandangan ke sekeliling memastikan kalau dirinya tidak memasuki unit apartemen yang salah. Pulang kelabing dalam keadaan mabuk membuatnya kehilangan kontrol dan koordinasi. Beberapa kali ia terbangun di ranjang seorang wanita, yang bahkan diapun tak mengenalnya. Semua wanita-wanita itu hanya mempunyai satu persamaan yaitu, wajah cantik. "I have made this special breakfast just for you, i hope you like it," ujar si wanita sembari meraih sleeping-robe yang tergantung di belakang pintu kamar. Albern mengernyitkan dahi sembari meringis kala matanya melihat sarapan yang katanya spesial itu. Nasi goreng dark mode dengan hiasan telur setengah matang di atasnya. Ingin rasanya ia membuang makanan itu, tapi rasanya tidak mungkin karena Dushenka masih berdiri di ambang pintu mengawasinya sembari menyesap gulungan putih berisi tembakau. Albern meringis sekali lagi saat melihat minuman yang dibuat Dushenka. Segelas jus dengan campuran telur mentah dan sayuran, entah apa tujuannya yang jelas dari baunya saja sudah cukup membuat Albern mual. Dushenka mendekat padanya, wanita itu kemudian duduk di pinggiran ranjang sembari menatapnya lekat-lekat. "I can feed you, Honey. If you want to ... " katanya sambil meraih sendok di pinggiran nampan yang kini sedang Albern pangku. "Thanks, but, i think i should clean myself before eat this delicious foods," katanya dengan sesungging senyum membual yang dipaksakan. Kini ia harus mencari cara agar bisa selamat dari Dushenka.Sebelum beringsut menuju kamar mandi, ia terlebih dahulu memindai seluruh sudut kamar guna mencari titik koordinat dimana ponselnya. Ahh ..ternyata di kantung celana yang tergeletak di lantai. Albern pun beranjak dari ranjang kemudian menyambar celana panjangnya dan membawanya ke dalam kamar mandi. "Akhirnya ... " gumamnya lega. Ia segera mengetikkan sebuah pesan yang ditujukannya untuk Bara-sahabat yang sudah seperti saudara baginya. Apalagi kalau bukan untuk meminta pertolongan. "Bro tolong telepon gue tiga menit lagi, plis, urgent. Selamatkanlah diriku dari bencana yang dimasak Dushenka." Begitulah isi pesannya, sembari berdoa dalam hati semoga bukan Lintang-istri Bara yang membuka pesannya. Setelahnya ia membasuh wajah dan membersihkan sisa-sisa kebrutalan Dushenka semalam. Sambil menunggu balasan dari Bara. Beberapa menit berlalu, akan tetapi Bara tak kunjung membalas pesannya. Satu-satunya penyelamat yang selalu ia andalkan di saat genting tiba-tiba menjadi slow response. Tok ...tok ... tok ... tok ... Dushenka mengetuk pintu kamar mandi dengan tidak sabar, wanita itu terdengar marah-dari caranya mengetuki kamar mandi. "Albern, what take you so long?" teriak Dushenka dengan nada tinggi. "W-wait, i got stomachache!" sahut Albern sembari mengumpati Bara yang tak kunjung membalas. Beberapa menit berlalu Dushenka yang mulai kehilangan kesabaran, mulai mengumpat dan meracau dengan bahasa tak jelas di depan pintu kamar mandi. Hingga. Ting! Sebuah panggilan masuk dari Bara. "Halo, bro kenapa lama sekali sih?" keluh Albern memberengut. "Ya maaf, gue sama Lintang baru aja menjalankan sunnah," jelas Bara terkekeh. "Si*lan lu, cepetan ya! Sebelum Dushenka meledak, sumpah gue trauma banget kalau harus makan nasgor dark mode buatan dia. Bisa-bisa gue kena diare kayak kemarin lusa," bisik Albern lirih agar suaranya tak terdengar oleh Dushenka. "ALBERN! CAN YOU A BIT FASTER?!" pekik Dushenka lagi. "Okay honey, I'm done!" sahut Albern cepat seraya berpura menekan tombol flush toilet. Ia segera keluar setelah tak lupa mematikan ponsel dan menyimpannya di dalam saku celana jeans. "Sorry, honey," rayunya sambil mengecup dahi Dushenka. Wanita itu sontak memeluk tubuh Albern erat, seolah lama tak bertemu dan menumpuk rindu. One Two Three Dalam hati Albern sedang menghitung. Dan .... Ponselnya meraung-raung, dengan secepat kilat ia melepas pelukan Dushenka dan mengambil ponselnya di saku. Seharusnya telepon penyelamat itu datang dari Bara. Akan tetapi bukan nama Bara yang terpampang di ponselnya, melainkan sebuah nama yang selama ini menjadi momok untuknya. OMA C. Lepas dari mulut buaya, masuk ke kandang macan. "Mati kau Albern!!" umpatnya dalam hati, meringis menahan kengerian. Karena ia tahu betul kalau sang Oma menelepon berarti ada sesuatu yang sangat-sangat tidak baik sedang atau akan terjadi. **** "H-halo Oma ... " ucap Albern tergagap, dalam hati berdoa semoga tak ada hal buruk yang akan menimpanya. "My grandma," katanya memberi isyarat agar Dushenka tak membuat suara, wanita itupun mengangguk-angguk patuh. "Kamu dimana?" tanya sang Oma. "D-di apartemen, Oma. Memangnya kenapa?" "Kamu jangan bohong ya sama Oma!" semprot wanita yang paling Albern takuti sekaligus hormati itu. "Albern eng-nggak bohong Oma, suer ... "katanya seraya mengambil kesempatan untuk dapat segera kabur dari apartemen sang wanita. Satu tangannya dengan sigap menyambar dompet, dan jaket yang terserak di atas sofa. Dushenka terus mengikuti langkah Albern yang semakin dekat ke arah pintu. "Oma ada hal penting untuk dibicarakan, sebentar kamu jangan tutup teleponnya!" titah Oma yang tidak terbantahkan. "Honey ... " teriak Dushenka saat Albern membuka pintu. "Ssshhh!" Albern menempelkan jari telunjuknya di depan bibir. "Suara siapa itu?" sahut Oma cepat. "T-tetangga sebelah, Oma ..." "Apa? Tetangga sebelah? Memangnya kamu ada dimana sampai suara tetangga sebelah bisa terdengar sangat dekat? Kamu bohong ya!" "D-di balkon, Oma. Makanya suaranya kedengeran." Albern gelagapan menjawab pertanyaan dan kecurigaan sang Oma. Wanita sepuh itu memang tak mudah dibohongi, "hah!! Sejak kapan apartemen kamu ada balkoninya??" "Sorry, but i have to go now. See you .."Albern berpamitan pada Dushenka sembari mencium dahi sang wanita mesra. "Honey ... " "Ssssshhh ... " Cup. Albern menghadiahi satu kecupan dan bergegas pergi. Kini sang Oma terus saja meracau tentang perjodohan yang sudah ia atur untuk Albern. "Tapi Oma, Albern memang belum ingin menikah," rengeknya. "Oma sudah temukan calon yang cocok untuk kamu. Nanti Oma kirimin foto-fotonya, mereka semua itu cucu dari temen-temen Oma." "T-tapi Oma-" "Tidak ada tapi-tapian, perjodohan kali ini tidak boleh gagal. Oma maunya by the end of year kamu udah harus MENIKAH!!" teriak sang Oma kemudian ... KLEK! Panggilan pun diputus secara sepihak oleh Oma. Menyisakan Albern dengan segala kedongkolan hatinya. Ini bukan kali pertama Oma mengatur perjodohannya. Terhitung sudah lebih dari lima kali, dan semua dengan segala akal bulus Albern dapat digagalkan. Akan tetapi, Albern mulai khawatir kalau ia tak akan bisa menghindari perjodohan kali ini. Mengingat pesan sang Mama tempo hari saat meneleponnya, beliau mengatakan kalau keadaan Oma sudah tidak lagi sesehat sebelumnya. Terdapat penyumbatan di salah satu pembuluh jantungnya. Sehingga apapun yang sang Oma katakan adalah bagai perintah absolut yang harus dipatuhi siapapun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD