Dengan mobilnya, Rendy menjemput Rivka di tempat kerjanya. Lelaki itu nampak bersemangat hari ini karena ini adalah hari di mana ia dan Rivka pindah ke rumah baru, ia dan Rivka akan tinggal berdua saja di sana. Mengingat kalau ia hanya akan berdua saja di sana membuat Rendy cengengesan, rasanya membahagiakan bisa bersama dengan seorang wanita yang disukai. Rendy memang terlihatlah polos dan kekanakan, tetapi orang seperti dirinya juga memilih perasaan apalagi cinta. Ia mencintai Rivka, tetapi cara menunjukkan rasa cintanya bukan seperti lelaki kebanyakan yang biasanya memberikan segala jenis perhatiannya pada wanita yang dicintainya. Rendy menunjukkan rasa cintanya dengan cara manja kepada Rivka, ia memang beda dari yang lainnya.
Di sisi lain, Rivka sedang berada di ruangan bersama para karyawan lainnya. Wanita itu memasukkan barang-barang ke dalam tasnya karena saat ini semua karyawan sudah diperbolehkan untuk pulang sebab tidak ada lembur hari ini, Rivka yang hendak pergi pun terhenti saat Cinta memanggilnya dan memintanya mendekat.
"Ada apa, Mbak?" tanya Rivka.
"Anak-anak ngajak ngumpul nih, Riv, ikutan yuk."
Rivka terdiam sejenak, sebenarnya dia ingin ikut, tetapi ia teringat kalau hari ini ia dan Rendy harus pindah ke rumah baru. Pasti akan sangat melelahkan jika tidak dari sekarang pindahnya karena pasti ada beberapa barang yang harus dirapikan ketika tiba di sana.
"Gue nggak bisa, Mbak, kalian aja."
"Ayolah, Riv, biasanya lo nggak pernah nolak tiap diajak ngumpul. Kenapa sekarang malah nolak?" tanya Cinta berusaha membujuk Rivka.
"Iya, nih. Jangan bilang lo mau jalan lagi sama suami imut lo itu," timpal Nira.
"Nggak lah, ngapain juga gue jalan sama dia!?" Rivka langsung ngegas, masih agak kesal karena Rendy ia harus pindah rumah dan berpisah dari orang tuanya.
"Kalau gitu kenapa lo nggak ikut? Suasana nggak bakal seru kalau lo nggak ikut, Riv. Udahlah ikut aja, kita karaokean di sana," ujar Jeki.
"Gue lagi nggak bisa, Jeki, lain kali gue ikut. Udah deh kalian aja yang pergi," balas Rivka.
"Gue duluan ya!" Rivka melambaikan tangannya ke arah teman-temannya kemudian pergi dari ruangan itu.
Rivka berjalan keluar lobi kantor, saat tiba di luar ia terkejut ketika melihat sebuah mobil yang tak asing baginya.
"Itu mobilnya Rendy 'kan?" tanya Rivka pada dirinya sendiri.
Untuk memastikannya, Rivka pergi menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil tersebut sehingga kacanya dibuka, nampak lah wajah Rendy dengan senyum khasnya.
"Rivka udah pulang ya?"
"Nggak, gue belum pulang," ujar Rivka datar.
"Udah lihat gue ada di sini, masih nanya aja lo dengan pertanyaan basi itu."
"Maaf, Rivka hehehe." Rendy hanya menyengir membalas kata-kata ketus Rivka itu.
"Lo ngapain di sini? Bukannya lo ada syuting iklan skincare?" tanya Rivka.
"Iya, tapi sekarang Rendy udah pulang. Rendy ke sini buat jemput Rivka, biar kita bisa ke rumah baru sama-sama. Hari ini Rivka 'kan nggak bawa kendaraan, Rendy khawatir kalau Rivka harus naik kendaraan umum," jawab Rendy polos tetapi penuh perhatian.
"Pantesan aja nggak mau diajak nongkrong bareng kita, ternyata beneran mau jalan sama suami tercintanya toh!" Suara penuh sindiran itu membuat Rivka dan Rendy menoleh, di sana ada Cinta, Nira, Jeki dan Agus yang kini tengah berjalan ke arah mereka.
"Apa kabar lo, Ren? Makin ganteng aja," ujar Cinta sambil tersenyum genit.
"Kabar Rendy baik, Tante." Rendy menjawab.
"Duh, jangan panggil tante dong, Sayang. Masih muda ini, masih cocok kalau dijadiin istri kamu yang imut-imut begini." Cinta mendekati Rendy yang masih berada di dalam mobil dengan kaca jendela yang terbuka, dengan seenaknya ia mencubit gemas pipi halus Rendy hingga membuat Rivka yang melihatnya berdecak. Cinta ini kebiasaan, suka genit kalau ada yang bening sedikit. Tak ingat kalau umurnya sudah cukup matang dan tak cocok untuk berlaku seperti itu.
"Mbak, lo genit banget sih. Tiap ada cowok bening dikit langsung nyosor aja," ujar Rivka menarik tangan Cinta agar Cinta menjauh dari Rendy.
"Lo tahu sendiri kalau rahim gue suka anget tiap kali ketemu cowok ganteng, Riv. Udahlah nggak suka iri sama pesona gue, gue ini emang cantik mempesona."
"Iya, cantik memang tapi sayang udah berumur," komentar Rivka.
"Rivka, kalau ngomong lo emang suka bener ya." Cinta tertawa.
"Udah sana, Mbak, katanya kalian mau kumpul-kumpul. Gue sama Rendy mau pulang," ujar Rivka.
"Eit, buru-buru amat sih. Ren, mau ikutan kita-kita karaokean bareng nggak?" tanya Cinta pada Rendy.
"Karaokean, Tante?" Cinta mengangguk.
Baru saja Rendy hendak mengiyakan, ia langsung kicep saat melirik Rivka dari ekor matanya. Wanita itu melotot tajam seakan memperingatinya, membuat Rendy jadi takut.
"Rendy ikutnya lain kali aja, Tante, hari ini Rendy sama Rivka mau pergi ke rumah baru." Rivka menepuk dahinya, iya Rendy memang tidak mengiyakan ajakan dari Cinta, tetapi apa tidak bisa mulut polos Rendy itu difilter? Asal saja mengatakan semua hal dengan kejujuran.
"Apa!? Lo mau pindah ke rumah baru, Riv? Kenapa nggak bilang sama kita? Kita-kita bisa bantuin lo kok. Ya 'kan, guys!?"
"Iya, betul tuh."
"Eum, Rendy, kami ikut ya ke rumah baru kalian. Kita bantuin angkat barang deh," ujar Cinta.
"Nggak perlu, Mbak, kita—"
"Udah, nggak usah nolak gitu. Ayo kita masuk, guys. Urusan kendaraan kita gampang, bisa dititipkan ke Pak Tatang." Cinta lebih dulu masuk ke mobil Rendy, di bagian penumpang belakang begitupun juga dengan Nira, Agus dan Jeki yang menyusul Cinta.
Rivka menghela napas, ia menyalakan Rendy mengenai hal ini. Gara-gara lelaki itu, kini si empat tukang rusuh berkunjung ke rumah baru mereka. Pasti saat tiba di sana tidak akan ada ketenangan bagi Rivka, karena empat rusuh sudah beraksi.
"Rivka kenapa nggak mau masuk? Ayo, masuk. Rendy mau jalanin mobilnya," ujar Rendy pada Rivka yang hanya diam saja.
Rivka menatap Rendy sebal, wanita itu menarik pintu mobil dan masuk. Duduk di sampingnya Rendy yang perlahan-lahan mulai menjalankan mobilnya setelah semua yang ada di sana memasang sabuk pengamannya.
"Rivka, gimana rasanya nikah sama Rendy?" tanya Jeki mulai cari masalah saat mereka sampai di setengah perjalanan menuju rumah baru Rivka dan Rendy yang tak terlalu jauh dengan perumahan di mana orang tuanya tinggal.
"Ya nggak gimana-gimana."
"Ck, jawab lo sama sekali nggak asyik, Riv."
"Bodo amat!" Rivka hanya membalas dengan acuh.
"Ren, rasanya nikah sama Rivka gimana? Ada yang beda nggak?" tanya Jeki akhirnya memilih bertanya pada Rendy.
Semua yang ada di sana ingin mendengar jawaban dari Rendy, kecuali Rivka tentunya. Mereka sangat ingin tahu sekali mengenai kehidupan pernikahan Rivka dan Rendy, secara sikap keduanya itu sangat terbalik dan pasti itu akan sangat seru didengar.
"Rendy senang banget nikah sama Rivka, biasanya Rendy ngelakuin apa-apa susah, sekarang ada Rivka yang bantuin Rendy. Tiap rambut Rendy basah, Rivka selalu bantu keringin rambut Rendy. Rendy juga suka peluk Rivka saat kita mau tidur, Rendy senang banget." Rendy menceritakan dengan perasaan gembiranya.
"Riv, lo istri apa baby sitter Rendy?" tanya Nira sambil tertawa-tawa disusul oleh gelak tawa yang lainnya.
"Kalian kalau mau ngetawain gue, mendingan kalian loncat keluar dari mobil ini deh. Nyebelin banget mulut-mulut kalian itu," ujar Rivka nampak kesal, terutama pada Rendy yang bisa-bisanya menceritakan hal itu pada teman-temannya.
"Jangan dong, kita-kita ini 'kan mau bantu kalian angkat barang." Sepanjang perjalanan, mobil diisi dengan canda dan gelak tawa, hanya Rivka lah yang tak tertawa karena saat ini moodnya sedang tidak baik-baik saja. Siapa lagi penghancur moodnya kalau bukan Rendy?
Beberapa saat akhirnya mereka tiba di rumah baru yang dibangun oleh Rendy beberapa bulan lalu, mereka semua terpana melihat rumah mewah yang ada di hadapannya. Berdecak kagum karena di usia yang muda, Rendy bisa menghasilkan uang bahkan lebih banyak dari mereka. Rendy bukan sembarang cowok polos, tetapi cowok itu merupakan cowok polos berduit.
"Wow, mewah banget rumah kalian," ujar Cinta saat mereka sudah berada di dalam rumah.
Mereka memasuki rumah kecuali Rendy yang kembali pergi karena ingin membeli sesuatu, mereka semua merasa iri pada Rivka yang bisa meluluhkan hati Rendy.
"Riv, lo beruntung jadi istrinya Rendy. Gue juga mau kalau dikasih cowok ganteng dan kaya macam Rendy gini." Cinta menoleh ke arah Rivka yang sama sekali tak tertarik dengan perkataan Cinta.
"Belum aja lo tahu kalau Rendy itu kayak gimana kalau lagi ngambek, Mbak, gue yakin lo nggak akan bilang gini kalau tahu. Di antara semua orang, cuma gue doang yang tahan sama sikapnya itu."
"Iyalah, lo 'kan emang pawangnya Rendy. Jelas aja lo yang paling tahan, ye 'kan?"
"Suka hati lo deh, Mbak."
"Oh ya, baru nyadar gue. Ini perabotan kagak ada satupun? Sofa aja nggak ada, terus gimana kita mau duduk?"
"Ya duduk lesehan lah, Mbak, lagian gue sama Rendy emang belum beli barang-barang itu. Makanya gue bilang nggak bisa buat ikut sama kalian, tapi berhubung kalian di sini bisalah nanti bantuin kami angkatin barang-barang kayak sofa, lemari dan dan yang lainnya," ujar Rivka sambil tersenyum.
Sedari tadi baru kali ini Rivka tersenyum. Keempat temannya sontak saling pandang, menyesal sudah ikut kalau akhirnya dimanfaatkan. Padahal, mereka berpikir kalau barang-barang yang dimaksud itu sedikit, seperti barang-barang ringan pada umumnya dan bukannya sofa dan lainnya.
"Eum, Riv, kayaknya kami pergi dulu. Tadi rencananya 'kan kami mau kumpul-kumpul sama karaokean. Ya 'kan semuanya?" tanya Cinta pada ketiga temannya.
"Iya, betul tuh katanya Mbak Cinta." Semuanya mengangguk membenarkan kata-kata Cinta.
"Loh? Kok mau pergi? Tadi bilangnya mau bantuin gue sama Rendy," ujar Rivka pura-pura bingung padahal sedang menahan tawanya.
"Kapan-kapan aja kali ya, teman-teman. Kita pulang ya, Riv. Bye, Rivka!" Mereka melambaikan tangannya sebelum keluar dari rumah mewah itu.
Beberapa saat kemudian Rendy menghampiri Rivka yang sedang duduk lesehan di lantai sambil bersandar di dinding, Rendy bingung ketika hanya melihat Rivka sendirian.
"Tante Cinta sama yang lainnya mana?" tanya Rendy.
"Udah pulang," jawab Rivka singkat.