Conferenze

920 Words
Acatia sampai dirumah pukul setengah dua. Cuacanya benar-benar tidak mendukung saat ini. Kacamata hitam itu tidak sedikitpun lepas dari matanya. Ia menatap rumahnya yang ramai dengan sayup-sayup suara. Menghentakkan kakinya kesal, lalu memilih berdiri di depan pintu. Menatap seluruh keluarganya beserta orang asing sedang bercakap-cakap, tentang dirinya. "Aku pulang dan terimakasih karena sudah meninggalkanku sendirian!" Suaranya lembut serta tak lupa nada sinis yang dengan sengaja ia selipkan di beberapa katanya. Semua orang menoleh menatapnya terkejut, tidak terkecuali Athan. "Acatia, maafkan aku.." Alisha lebih dulu berujar dan menyambut kedatangan adiknya itu dengan rasa penuh bersalah. Acatia memutar bola matanya. "Tidak usah drama. Aku sudah tau bakal seperti ini! Sudahlah, aku ingin istirahat. Gerah!!" Sahutnya sedikit geram karena bagaimanapun ia tidak bisa memaafkan kakaknya begitu saja. Bagaimana jika dirinya diculik dalam perjalanan? Siapa yang ingin tanggung jawab? "Acatia.." Kali ini suara berat itu menghentikan langkahnya menuju kamar. Dia menoleh, melepaskan kacamata hitamnya yang menampilkan mata indahnya berwarna hijau terang dengan pupil melebar. "Kenalan dulu sama saudaramu. Ini keluarga Uistean yang Papa ceritakan kemarin. Kau belum mengenal mereka, kan?" Menghela napasnya pelan, berusaha bersikap ramah dengan senyum menjanjikan miliknya dan menyapa keluarga Uistean yang kini menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda. "Perkenalkan saya Acatia, Putri bungsu dikeluarga Xanthe." Acatia menampilkan senyum manisnya dan berbalik berharap bisa memanjakan dirinya dikasur empuk yang saat ini mungkin menunggunya. Ia beranjak masuk ke dalam kamar meninggalkan semuanya yang terdiam tanpa perlu menunggu jawabannya. "Acatia memang seperti itu. Sikapnya ketus, cuek, tapi percayalah dia sangat baik." Andrew menghela napasnya. "Aku minta maaf akan sikapnya..." "Tidak apa-apa. Lagipula, dia memang belum mengenal kami, jadi wajar saja bersikap seperti barusan." Atreo menyahut santai. Alisha menggeleng pelan. "Ini semua salahku sudah meninggalkannya.." "Jangan menyalahkan dirimu. Sudahlah, sebaiknya kita makan siang dulu.. Ayo.." Ajak Andrew pada keluarganya. *** Merebahkan badannya dikasur empuknya. Menyenangkan sekali rasanya bisa berguling tanpa ada yang mengganggu. Sesaat, ia mengernyit bingung menatap salah satu anak keluarga Uistean yang sedari tadi menatapnya datar, tenang, namun menusuk membuat detak jantungnya bekerja cepat. Tidak pernah ada orang yang mampu membuatnya merasa terintimidasi begitu kuat. Entah, untuk alasan apa dan yang pertama kalinya, Acatia merasa penasaran. Penasaran kenapa dirinya bisa begitu lemah akan pandangan si Pria yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu namanya. Ponsel pintarnya bergetar, menandakan pesan masuk dari dokter junior dirumah sakit tempatnya bekerja. “Dok, ada pasien di UGD mengalami pendarahan dibagian jantungnya. Dokter Lesy dan juga Jersan sedang tidak berada ditempat. Maaf, jika mengganggu waktu liburmu.” Sepertinya, kesabaran Acatia benar-benar diuji hari ini. Bahkan, belum lima menit ia merebahkan badannya dan kini sudah dipanggil untuk bekerja. Melangkah pelan ke walk in closet dan memilih dress selutut dengan lengan tiga perempat berwarna cream, lalu memakainya. Acatia memilih untuk mengikat rambutnya menjadi satu kebelakang. Menyisakan poni samping di dahinya. Tanpa memakai bedak, Acatia mengambil handbagnya dan juga jas dokternya yang ia sangkutkan dilengan kirinya tanpa memakai. Ia sangat malas memakai jas putih itu dari rumah takut jika saja tidak sengaja terkena tumpahan noda, dan itu membuatnya ribet. Dan Acatia paling tidak suka dengan kata ribet. Keluar dan melangkah gontai menuruni tangga. Mendapati keluarganya sedang makan siang. Sebelumnya Acatia memang sudah dipanggil oleh pembantu rumah tangga untuk diajak makan siang bersama, tapi dia menolak karena badannya terasa lelah. Andrew mengernyit saat melihat Putrinya turun dari tangga sambil menjinjing tas dan jas dokternya. "Kau mau kemana, sayang?" Acatia menatap Papanya dengan datar. "Kerumah sakit. Ada pasien yang menungguku." Lagi... Pria itu mengintimidasinya. Menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kaki membuat Acatia sedikit gelagapan, namun akhirnya ia bisa kembali menguasai tubuhnya dan tidak akan pernah membiarkan Pria itu menguasainya lagi. Kini, dia menjadi sorotan utama keluarganya. Sejujurnya, ini adalah hal yang paling dibenci oleh Acatia. "Kau seorang dokter?" Pria paruh baya yang kemungkinan unclenya bertanya. Membuat Acatia mengangguk dan memberikan senyuman tipis. "Ya, uncle.." Sahutnya masih berdiri dipenghujung tangga. "Acatia bekerja sebagai dokter jantung. Sebentar lagi dia juga akan dipindahkan ke London.." Andrew berujar bangga membuat Atreo menatapnya kagum. "Wow.. kapan kau pindah? Bagaimana jika nanti tinggal bersama uncle dan aunty saja?" Acatia tersenyum tipis. "Terimakasih, uncle. Tapi, sepertinya tidak perlu karena aku akan menyewa apartemen sederhana." Ia mendapati sedikit raut kecewa dari kedua orangtuanya dan juga Atreo serta Athila. Ada apa ini? Kenapa mereka tampak kecewa? "Iya, bukankah lebih bagus kau tinggal bersama uncle Atreo, Aca?" Kali ini Denise turut bicara. Mencoba membujuk Putrinya. "Lagipula, kau akan sendirian disana. Mama takut jika sesuatu terjadi padamu." "Mom!" Pekiknya jengkel. Matanya menyipit tajam. "We already discussed about this, okay!!" "Ya, terserah kau saja." Balas Denise yang memang tidak ingin berdebat dengan Putrinya. Padahal, dirinya hanya ingin yang terbaik namun, apa daya jika Putrinya menolak. Acatia menghela napasnya pelan. Mungkin dirinya terlalu kasar. Akhirnya, ia melangkah mendekat pada Mamanya yang kini sedang menyiapkan minuman untuk Papanya. Memeluk Denise dari belakang tanpa peduli tatapan dari seluruh keluarga dan saudaranya. "I'm sorry, Mom.. Non volevo urlare contro di te.." Gumamnya pelan. Denise menarik napasnya dalam-dalam dan mengelus lengan Putrinya dan mencium pipi Putrinya yang kini bersandar dibahunya."Tidak apa-apa, sayang.." Denise berujar lembut. "Makanlah dulu. Kau belum makan, bukan?" Acatia melepaskan pelukannya lalu melirik pergelangan tangannya. "Sepertinya tidak bisa. Aku sudah terlambat, mungkin akan makan dikantin rumah sakit saja." "Hmm, berhati-hatilah.."Acatia mengangguk. "Pasti, Mom. Karena aku masih ingin melihat Alisha berdiri dialtar." Mendengar namanya disebut, Alisha mendelik menatap adiknya yang sayangnya hanya dibalas senyuman mengejek oleh Acatia. "Dasar kau ini. Pergilah, selamatkan pasien itu." "Aye!! Bye.." Acatia segera beranjak setelah mengambil kunci mobil dan segera melajukan mobilnya kerumah sakit untuk menyelamatkan seorang pasien yang sedang membutuhkan pertolongannya.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD