Sayup-sayup kudengar suara orang mengetuk pintu. Lama kelamaan suara itu semakin kencang memaksaku untuk membuka mata. Pemandangan baru ini membuatku sangat terkejut. Aku pun sontak terjatuh dari tempat tidurku yang nyaman dan empuk.
Mendengar suara jatuh yang keras, orang dibalik pintu itu pun bergegas masuk ke dalam kamarku. “ MEENA!! Kamu kenapa nak?!” teriak wanita itu khawatir dan berlari menuju arahku terjatuh.
“Kamu tidak apa-apa meena? Tidak biasanya kamu ceroboh seperti ini sampai terjatuh. Kamu mimpi buruk? Ada yang jahat kepadamu di sekolah?” banyaknya pertanyaan wanita cantik itu membuatku tidak bisa berkata-kata. Bukan hanya karena seperti di jejali banyak pertanyaan sekaigus. Tapi karena aku memang kaget. Siapa wanita ini? Aku ada dimana? Apa yang baru saja terjadi?
Ingatan terakhirku adalah malam penghargaan Global Awards dan aku tertidur di Limo putih milikku yang aku sayangi. Yang bahkan cicilannya belum selesai aku bayar. Huuftt. Sayang sekali aku hanya menikmatinya sebentar. Oke, balik lagi ke saat ini. Aku masih tertegun. Banyak kemungkinan yang terlintas di kepalaku saat ini.
“Apakah saya di prank? Ini reality show kah?” ucapanku yang spontan justru membuat wanita itu tambah terkejut dan berteriak. “AYAHHHHH..!! Cepat kemari! Meena terjatuh dan sepertinya dia amnesia!” Teriaknya panik.
Selang beberapa waktu terdengar suara gaduh langkah kaki berat yang terburu-buru. Tidak memakan waktu sampai satu menit, seorang laki-laki sumber suara langkah kaki berat itu pun muncul. Aku terkejut karena pria itu pun agak pucat dan ekspresinya begitu khawatir. Mungkin karena lelah berlari pikirku singkat.
“Kamu tidak apa Meena? Masih terasa demam? Ada bagian yang terasa sakit?” Pria itu bicara dengan cepat sambil mengulurkan tangannya seakan menyentuh pipiku.
“Aaaaa...!!” aku yang terkejut dengan perlakuan pria itu pun menepis tangannya dengan kasar. Yang terjadi selanjutnya kalian tahu. KAMI, ya kami. Kami semua terkejut, mata kami membulat. Aku pun kembali bicara dengan nada cukup tinggi “Bukannya ini hanya reality show? Kenapa badanku menyusut?” Kulihat kedua pasangan itu terdiam dengan mulut menganga.
*****
Kedua pasangan suami istri itu pun terkejut melebihi diriku. Kuanggap itu berlebihan. Aku yang seharusnya paling terkejut disini. Tapi aku justru dibawa ke rumah sakit. Aku dianggap amnesia.
Setelah kejadian mengejutkan itu, sang wanita yang lembut itu mengajak ku untuk membersihkan badanku terlebih dahulu baru kemudian sarapan dan berangkat. Seluruh kegiatan itu kami lakukan dalam diam. Wanita itu pun menemaniku, berjalan di depan seakan memberitahukan arah dan terus jaga-jaga siapa tahu aku tidak ingat dimana kamar mandi dan dimana ruang makan.
Konyol sekali padahal rumah itu tidak besar. Cukup untuk tiga orang tapi aku memang merasa sangat asing. Dan terkejut. Kemanakah badanku yang seksi tinggi dan kulit putih mulus seperti salju itu. Yang tersisa hanyalah kulit putihku yang seperti salju. Rambutku pun berbeda dengan kedua orang ini yang sementara kuanggap adalah orang tua gadis kecil ini. Aku tidak banyak berpikir soal itu. Keadaan saat ini dan aku yang menjadi anak-anak lagi lebih mengusik pikiranku. Dan namaku saat ini adalah Meena. Meena Tarani, artinya harta berharga yang selalu diterangi oleh cahaya matahari. Dari mana aku tahu? Aku melihatnya dari seragam sekolahku saat aku mencari baju untuk berganti pakaian.
Apakah aku selalu menjelaskan arti namaku? Ya karena aku merasa aku akan tumbuh sesuai dengan harapan orang tua yang memberikan nama itu. Bagiku arti nama adalah doa. Aku juga menyukai nama ini. Aku merasa orang tua anak ini pasti sangat menyayanginya hingga memberikan nama seperti itu.
Tanpa terasa sepanjang jalan yang menyiksa tanpa ada pembicaraan itu pun akhirnya usai. Kami sampai di rumah sakit. Aku pun berusaha mengingat-ingat. Mencoba mencari ingatan dari tubuh gadis mungil ini tentang semuanya. Agar aku tidak dipikir gila.
Aku hanya yakin bahwa doaku didengar Sang Pencipta atau Sang Penulis Takdir. Aku diberikan kesempatan kedua. Dalam tubuh gadis mungil yang manis dan polos ini. Lengkap beserta kedua orang tua yang tampak menyayanginya. Itu hal yang paling ku syukuri. Akhirnya aku bisa merasakan kasih sayang orang tua yang tulus. Yang tertuju padaku.
Saat ibuku mendaftar, barulah aku tahu nama orang tua ‘baru’ ku itu. Ibuku bernama Dayana dan ayahku bernama Faraz. Setelah mendaftar kami kembali duduk menunggu giliranku diperiksa. Keduanya tetap menemaniku duduk dalam diam.
“Ma,” aku mencoba memulai pembicaraan dengan suara yang canggung. Maklum sebelumnya aku belum pernah memanggil sebutan itu di kehidupanku yang dulu.
“Iya Meena, kenapa sayang?” ucap ibuku dengan lembut sambil menatapku. Matanya yang begitu teduh membuatku terasa nyaman berada di dekatnya. Aku pun mendekat dan menggandeng tangannya.
“Apakah aku harus diperiksa? Nanti dokter akan ngapain ma?” aku mencoba berkata selayaknya anak berusia 9 tahun. Setidaknya itu yang kulihat saat salah satu suster menuliskan usiaku.
“Kamu hanya akan dicek karena kamu baru saja sembuh dari demam tinggi. Sekalian lihat tadi waktu kamu jatuh dari kasur apakah ada bagian yang terluka.” Jelasnya dengan lembut menjaga agar aku tidak panik.
“Tapi aku kan sehat sa –“
“Gak apa sayang, hanya memastikan kamu sehat kok.” Potong ayahku sambil mengusap kepalaku.
Kali ini aku tidak menepisnya. Aku merasakan kasih sayang ayahku dari usapan di kepalaku. Dan tidak lama pun kami dipanggil suster lalu masuk ke dalam ruangan praktek. Aku sempat takut, tapi ibuku menggenggam tanganku lembut membuat kekhawatiranku hilang.
Entah kenapa aku merasa khawatir. Apakah karena saat ini usiaku jadi 9 tahun? Karena pastinya sewaktu aku masih jadi Falisha sekedar medical check up sudah sering kulakukan.
Serangkaian tes pun kujalani. Hasilnya akan keluar tidak lama. Selang dua hari pun sudah bisa diambil dan bertemu lagi dengan dokter itu untuk konsultasi tentang kesehatanku.
Bersambung