Lima

1152 Words
"Tuan, tolong lepaskan pelukannya." Pelukan Yuuji memang nyaman, tapi Asha tidak bisa melupakan pekerjaannya begitu saja. Hari pertama bekerja, Asha merasa tidak boleh mengecewakan. Lagipula, berkat pelukan Yuuji sudah cukup membuatnya merasa tenang. Asha senang mendapatkan perhatian dan kepedulian dari siapapun meski sedikit tetapi hal itu sangat berharga baginya. "Kenapa?" "Saya harus segera menyiapkan sarapan untuk anda, Tuan. Dan anda harus segera bekerja." Perlahan Yuuji melepaskan dekapannya pada Asha, Yuuji juga sedikit menjauh dari perempuan yang beberapa menit lalu resmi menjadi asisten rumah tangga di apartemen pribadi miliknya. Terlihat jelas semu merah di wajah Asha ketika Yuuji menghapus sisa air mata di pipi kirinya, tak hanya itu, Yuuji juga merapikan rambut Asha agar berada di belakang telinga. Pergerakan Yuuji terlihat sangat lambat di mata Asha membuat organ inti pada tubuhnya berdebar cukup kencang. "Saya tidak kerja." "Hari ini Tuan libur?" "Saya ingin melihatmu." "Anda ingin melihat saya bekerja?" tanya Asha, tiga kata dari Yuuji sedikit membuatnya bingung. "Anda ti-tidak perlu khawatir, Tuan. Saya akan bekerja dengan baik," imbuh Asha, dirinya tengah berpikir mungkin Yuuji sedang melakukan penilaian terhadap pekerjaannya. Ia pantas atau tidak bekerja di sini. Jika begitu adanya, Asha hanya bisa menunjukkan saja bahwa ia layak untuk pekerjaan ini. "Ya." Dengan berbekal gambar yang Yuuji tunjukkan padanya tadi. Asha mencoba membuat makanan bernama sandwich yang ia kira roti isi? semirip mungkin. Hal pertama yang Asha lakukan, membakar roti dengan sedikit mentega, selama menunggu roti tersebut berubah warna kecoklatan bagian bawahnya, Asha pergunakan waktu singkat itu untuk mengiris tomat, timun dan selada. Kemudian Asha balik rotinya sambil memberi sedikit mentega lagi, lalu Asha meletakkan sayuran yang ia potong tadi di atas roti. Urutannya tomat, keju, daging asap, timun, selada terakhir ditutupi roti lagi. Asha panggang sebentar agar kejunya meleleh, seperti keju yang ia lihat di iklan televisi. Hanya dilihat sudah pasti enak. Selesai, Asha memberikan hasil karyanya di depan Yuuji. Selama Asha memasak Yuuji menunggu Asha di meja bar. Yuuji terus memperhatikan cara Asha memasak. "Silahkan dicicipi, Tuan." Asha mempersilahkan Yuuji memakannya, Asha tidak tahu rasa masakannya seperti apa. Asha rasa tidak buruk. Semua dalam isian roti itu layak makan, enak kalau di makan terpisah. Jadi pasti lebih enak apabila di makan secara bersamaan walaupun ia sendiri belum pernah mencicipinya. "Semoga rasanya sesuai keinginan anda, Tuan." Yuuji pun memakan hasil karya Asha, Yuuji tidak banyak bicara dan hanya makan dan makan. Yuuji berhenti makan setelah menyisakan sedikit. Yuuji lalu bergerak ke arah dapur tanpa mengetahui rasa cemas yang dilanda oleh Asha. "Berdiri sini." Yuuji menunjuk satu tempat di sampingnya. Ia meminta Asha berdiri di sana. "Untuk apa, Tuan?" tanya Asha tanpa sadar. Mengerti akan kesalahan dirinya, Asha langsung mengambil langkah lebar ke samping Yuuji. Yuuji membuka lemari di bawah kompor dan mengeluarkan celemek dari sana. Yuuji memakainya, celemek berwarna hitam. Terus ia ambil lagi untuk ia pakaikan ke Asha, yang dipakaikan hanya diam terpaku sampai ia merasa ada tangan melingkar di pinggangnya. "Ma-maaf, saya bisa sendiri, Tuan," gagap Asha, tidak sadar memundurkan langkahnya, sedikit menjauh dari Yuuji. Asha pun mengikat celemeknya sendiri. Di depan Yuuji semua bahan masakan masih sama, masih bahan yang Asha gunakan tadi. Yuuji menghidupkan kompor, ia meletakkan mentega di atas teflon. Mengambil satu butir telur tersembunyi di antara sayur-sayuran. Yuuji memecahkan telur lalu menggorengnya bersama daging asap. Dirasa keduanya sudah matang sesuai keinginannya, Yuuji mengangkatnya ke atas piring. Yuuji memberi mentega lagi, kali ini Yuuji memanggang dua sisir roti tawar. Bagian ini sama seperti yang dilakukan Asha tadi. Bedanya, Yuuji meletakkan isian sandwich dengan urutan, selada, tomat, timun, saos, mayonaise, telur, keju, daging asap, saos, mayonaise, timun, tomat, selada, terakhir ditutupi roti. Selesai, Yuuji mengangkat masakannya dan diletakkan di atas talenan lalu memotongnya miring. Melihat cara Yuuji memasak sandwich, Asha sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi. Satu yang pasti, ia gagal untuk tidak mengecewakan. Asha yang tahu diri, langsung membungkukkan badannya meminta maaf pada Yuuji yang baru saja duduk di tempat semula sebelum memasak. "Tuan, maafkan saya. Saya tidak begitu tahu cara membuat sandwich. Saya juga tidak pernah memakannya. Jadi apa saja isinya saya tidak tahu. Saya hanya mengingat dan mencoba meniru gambar yang Tuan tunjukkan pada saya. Saya benar-benar minta maaf, Tuan. Maaf sudah mengecewakan, tapi saya berharap Tuan bisa memberi saya kesempatan lagi." "Makanlah." Mata Asha melebar mendengar satu ucapan dari Yuuji. Asha memberanikan diri mendongakkan kepala dengan posisi tubuh yang masih membungkuk. "A-apa, Tuan?" Yuuji mengarahkan sandwich buatannya di depan mulut Asha. "Berdiri, makan." Asha menegakkan tubuhnya, hendak menerima sandwich tersebut namun dihalangi Yuuji. "Buka mulut," pinta Yuuji. "Tu--" "Buka." Asha membuka mulutnya, ia menggigit sandwich nya, dan rasanya enak sekali. Sekarang Asha jadi tahu rasa sandwich. Selesai menelan, Yuuji menyodorkan kembali sandwich untuk Asha. Kali ini, sandwich buatan Asha sendiri. Asha yang paham maksud Yuuji, tidak perlu bertanya lagi dan langsung memakannya. Asha sendiri bahkan tidak sadar, bahwa ia memakan bekas gigitan Yuuji. Sandwich buatannya tidak enak, terlalu kering. "Sudah tahu?" tanya Yuuji. "I-iya, Tuan." "Setiap pagi, buatkan." Asha terkesiap, dibuatkan setiap pagi? itu artinya ia tidak dipecat, syukurlah. "Siap, Tuan!" Drama tentang sandwich dan dapur usai. Asha kini mengerjakan pekerjaan lain. Ia mulai membersihkan apartemen Yuuji. Dari dapur hingga penjuru apartemen akan Asha bersihkan. Selama bebersih, Asha tidak bisa terlalu fokus. Tuannya Yuuji, tidak lepas dari memandangnya. Tidak, bukan dirinya. Asha sadar diri, dia bukan perempuan yang patut untuk Yuuji pandangi terus menerus. Yuuji hanya memantau cara kerjanya. Itu sugesti dalam pikiran Asha. Selagi bekerja, ponsel Asha berbunyi. Bunyi cukup keras terdengar. Asha sampai dibuat malu sendiri. Kok bisa ponselnya berbunyi sekeras itu. "Bunyi pon-" "Biarkan saja, Tuan! itu pasti orang tidak penting." Asha memotong perkataan Yuuji, kemudian bergegas kembali bebersih lagi. Asha pikir penelpon di ponselnya akan berhenti, ternyata tidak. Bagaimana Asha tahu itu telepon, bukan chat atau pesan? ya karena nada deringnya. "Tu-tuan, apa boleh saya mengangkatnya?" tanya Asha, ia terlalu takut sampai bertanya tidak melihat Yuuji. "Ya." "Terima kasih, Tuan." Asha pun berjalan cepat menuju tasnya berada. Ia segera mengambil ponsel miliknya untuk melihat orang yang mengganggunya bekerja. Apa si penagih hutang? semoga jangan. Senyum Asha terbit, melihat nama Friska di sana. Asha mengangkat panggilan tersebut. "Asha dengarkan aku, aku tidak punya banyak waktu mengobrol denganmu melalui sambungan biasa ini. Pulsaku tidak memenuhi, kau tahu ini bukan jamannya memakai pulsa. Asha kau tahu, tadi malam manager kafe ditemukan meninggal dunia di tengah jalan. Kasus tabrak lari. Kafe sekarang sedang tutup dan semua pegawai di minta datang ke rumah duka. Jika kau ada waktu datanglah. Aku akan kirim pesan alamat lengkapnya. Aku sudah ditunggu banyak orang di luar, aku harap kau mengerti. Sampai jumpa." Sambungan terputus dengan Asha yang tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Tetapi tubuh Asha bergetar. Pikiran-pikiran negatif mendadak berkeliaran di otaknya. Dan rasa bersalah karena kejadian kemarin, masih ada. Asha takut sendiri apabila tabrak lari itu ada hubungannya dengan kejadian di kafe. Ya, semoga tidak, semoga hanya pikiran jeleknya saja. "Ada apa, Asha?" Asha terkejut mendapati Yuuji sudah ada di dekatnya. "Tuan." "Apa?" "I-ibu Sesil meninggal dunia, Tuan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD