04

1373 Words
Davon baru pulang sekitar jam 5 pagi dan tentu saja di jam itu asrama masih dalam keadaan gelap dan sepi. Tentu saja member lain sedang beristirahat di kamar mereka, tetapi dirinya bahkan tidak sempat beristirahat yang cukup akhir-akhir ini. Jadwalnya semakin padat menjelang tahun baru. Ia sibuk berlatih untuk penampilan award dalam wantu dekat disela jadwal syutingnya karena drama barunya diperkirakan tayang pertengahan tahun depan nanti. Ia masuk kamar dan meletakkan tasnya, lalu membuka jaket dan mantel yang ia gunakan untuk menghindari dinginnya suhu. Lalu mengecek ponselnya sebentar setelah ia berada di tempat tidurnya. Ia berulang kali menguap sangking mengantuknya dan tanpa dapat ia tahan lagi, ia segera membaringkan diri. *** Sekitar jam 9, semua member Azi telah bangun, termasuk Davon yang waktu tidurnya paling sedikit. Ia ikut bergabung dengan member lain di meja makan dan menikmati sarapan bersama. Insu dengan kepekaannya, mengambil sebuah gelas dan menuangkan teh hangat untuk Davon dan terima pria itu dengan ucapan terima kasih. “Tidurmu terganggu karena suara kami?” Tanya Insu. Davon menguap lagi, lalu menggelengkan kepalanya, “Tidak, hanya saja aku harus pergi lagi siang ini.” “Di sisi lain aku iri karena kau ada proyek drama, tapi melihat jadwalmu seperti ini, benar-benar melelahkan.” Aku Ravel. “Iri apanya, kau juga selalu memiliki jadwal padat selain berlatih.” Desis Jevin. Ravel mencebikkan bibirnya kepada Jevin. Davon menikmati sarapan paginya tanpa berniat menanggapi ucapan mereka. Ia cukup tenang ketika makan, tidak banyak membicarakan apapun dan sangat menikmati apa yang ia santap. Lagi pula kepalanya masih terasa berat untuk mendebatkan sesuatu dengan member lain. “Bagaimana rapat kalian kemarin?” Tanya Yohan. “Entahlah, masih banyak yang perlu dipertimbangkan. Yang jelas, manager mengatakan kalau jadwal di bulan 1 dan 2 itu sudah pasti. Pengumuman baiknya adalah kita mendapat libur dari tanggal 15-17 Januari.” “Semua?” Tanya Deon terkejut. Jevin dan Jino mengangkat kedua jempolnya dengan senyum antusias. “Sungguh? Bukan per member, tapi sekaligus semua?” Tanya Hyun Jae masih kurang percaya. Selama mereka debut, mereka belum pernah mendapatkan libur bersamaan supaya jika ada kegiatan, mereka hanya tidak hadir satu atau dua member saja. “Ya dan itu tanpa adanya staff perusahaan termasuk manager dan bodyguard.” Jelas Nauta lebih detail, “Tapi harus kuberitahu, jika ada satu berita buruk selama 3 hari tersebut, maka libur dihentikan tanpa alasan apapun.” Hyun Jae mengangguk, “Ya, setidaknya itu sudah cukup jadi kabar gembira.” Ujarnya dengan tenang, padahal ia menanti-nantikan datangnya hari itu. “Apa itu artinya aku boleh pulang ke China?” Tanya Deon. Nauta mengangguk, “Tapi sepertinya butuh bodyguard untuk itu.” dan kemudian Deon mengucapkan “Yes.” dengan sangat bahagia. Tidak masalah dengan bodyguard karena ia sendiri tahu kekhawatiran perusahaan padanya. Ia juga tidak ingin mengambil risiko dengan pergi seorang diri. *** Setelah selesai dengan syutingnya, Davon harus memaksakan dirinya yang lelah untuk pergi ke perusahaan untuk berlatih. Jujur saja ia lelah dengan rutinitas ini, tapi mau bagaimana lagi, perjalanan karir ini adalah keputusannya sejak awal, jadi tentu saja ia harus bertanggung jawab untuk setiap keputusan yang ia ambil. Begitu tiba di ruang latihan, ia langsung menyapa pelatih dan segera bergabung dalam formasi. Ia sudah berusaha fokus, tapi beberapa kali ia melakukan kesalahan kecil yang dampaknya cukup besar, karena kesalahan formasi yang ia buat bisa mempengaruhi member lain yang akan bergerak melaluinya. “Apa pikiranmu berada di sini Davon?” Tanya pelatihnya dengan tajam. Matanya terlihat begitu sinis kepada Davon sehingga pria itu hanya menunduk menyadari kesalahannya. “Maafkan aku.” Ujarnya menunduk berulang kali bahkan pada para member. Deon dan Insu menepuk punggungnya, “Semangat, Dav.” Ujar mereka menyemangati. Setelah itu kembali mengulang latihan dan Davon tetap melakukan kesalahan yang semakin terlihat jelas sehingga membuat pelatih berulang kali mematikan musik dan mengulangnya. Para member menyadari kesalahan itu, tapi mereka tidak berkomentar sedikitpun, tetapi menyemangati Davon yang kelihatan begitu lelah. “Berhenti.” Pelatih memberikan aba-aba yang cukup tegas dan membuat semua member terkejut. “Davon, apa kau sungguh-sungguh akan ikut tampil di acara sebesar IATY dengan penampilan seburuk itu? Dari tadi yang kau lakukan hanya membuat member lain mengulangi koreografi yang sama. Aku tau kau harus menjalani pekerjaan lain di luar ini, tapi jangan lupakan bahwa kau tetap harus bertanggung jawab terhadap penampilan grup. Berlatih sendiri dan satu jam lagi aku akan kembali ke sini.” Davon melipat bibirnya ke dalam setelah kepergian pelatih. Ia lalu menatap teman-temannya dengan penyesalan, “Maafkan aku telah merusak latihan hari ini. Aku sedikit lupa formasi.” Ujarnya mengakui kesalahannya di depan member. Nauta menepuk punggung Davon, “Fokus lah Dav, besok kita sudah harus GR.” “Aku akan mengarahkan formasi.” Ujar Ravel. “Aku juga ingat formasinya.” Ujar Deon dan diangguki yang lain. “Sudah bisa kita mulai latihannya?” Tanya Nauta pada Davon, lalu member lainnya. Mereka semua mengangguk. “Baiklah, atur posisi, aku akan memutar musiknya dengan kecepatan yang sedikit lebih lambat.” Ujarnya. Lalu mereka berlatih beberapa kali sampai Davon mengingat dengan baik formasinya. Dan ketika pelatih datang, mereka akhirnya bisa menunjukkan formasi yang benar. Setelah pelatih merasa puas, ia lalu meninggalkan kembali anggota Azi. Anggota Azi saling membungkuk satu sama lain dan mengucapkan terima kasih atas kerja sama mereka. Yohan dan Ravel membaringkan tubuh di lantai, sementara Jino mendekati Davon yang duduk sendiri. “Ada masalah di tempat syuting?” tanyanya. Davon menggelengkan kepalanya, “Memang aku kurang fokus dan lupa formasinya. Tidak ada masalah apapun.” Jelasnya. Ia tidak ingin membawa masalah pekerjaannya menjadi aktor ke pekerjaan menjadi penyanyi, begitu juga sebaliknya. “Mau berlatih lagi?” Tanya Jino. Davon menepuk bahu Jino, “Pergilah pulang. Aku akan berlatih sendiri.” Ujarnya. “Aku bisa membantu dan menemanimu.” Ujar Jino. Davon menggelengkan kepalanya, “Aku ingin berlatih sendiri, pergilah.” “Kau yakin ingin sendiri, Dav?” Tanya Ravel. “Ya, kalian pergilah pulang. Kalian pasti sudah lelah.” Titah Davon. Yohan, Ravel dan Jino meninggalkan Davon dengan berat hati, sementara member lainnya sudah pulang lebih dulu. Davon benar-benar menggunakan waktu itu untuk berlatih sendiri. Rasanya menyedihkan mengingat teguran pelatih tadi kepadanya apalagi karena pelatihnya sempat menganggap bahwa Davon hanya fokus pada satu pekerjaan saja, yaitu syutingnya. Kalau boleh jujur, sebenarnya Davon juga berlatih di tempat syuting di sela waktu yang ia miliki, hanya saja memang dirinya agak sedikit lambat dalam mengingat formasi dan gerakan yang sudah diajarkan. Selain itu, berlatih di ruang latihan bersama teman-temannya dan berlatih di tempat syuting itu sangat berbeda. *** Davon menghela nafas kasar setelah selesai berlatih dengan cukup baik menurutnya sendiri. Ia sudah berusaha keras mengingat koreografi dan formasi latihan mereka dan berharap besok saat gladi resik ia tidak melakukan kesalahan yang fatal dan membuat pelatihnya ditegur atasan. Ketika keluar dari ruang latihan, ia melihat lorong lantai 2 yang sangat sepi bahkan lampu lorong juga tidak begitu terang karena hanya diberi pencahayaan secukupnya. Ia berjalan menuju ke lift, tapi secara kebetulan ia berpapasan dengan Luna, salah satu member The Girls. "Oh, hai senior." sapa Luna sambil membungkuk dengan sopan. Hal yang secara spontan sudah menjadi kebiasaannya meski di belakang layar. Davon yang tak kalah sopan juga balas membungkuk dengan senyum canggung. Meski mereka seumuran, tapi tahun debut mereka berbeda sehingga Luna merupakan junior Davon dalam dunia entertain. Sebagai seorang junior, tentu sahabat Luna harus menghormati Davon. "Baru selesai latihan Na?" tanya Davon entah mengapa memberanikan diri untuk bertanya pada Luna. Diantara member Azi, Davon adalah yang paling pemalu terhadap wanita. Ia menghindari interaksi apapun dengan wanita, sekalipun satu agensi. Luna terkejut mendengar Davon menyebut namanya karena ia sama sekali tak menduga kalau seniornya yang pendiam dan kaku itu mengetahui namanya. Ia tidak dapat menahan senyumnya, "Iya. Aku merasa ketinggalan dengan member lain, jadi butuh latihan lebih ekstra untuk menyeimbangkannya." jelas Luna. Davon menganggukkan kepalanya mengerti, "Pulang sama siapa?" Luna menoleh ke kiri dan kanan, lalu tersenyum geli, "Aku kan baru debut, jadi tentu saja tinggal di sebrang perusahaan." ujarnya. Untuk memudahkan pengawasan grup baru, agensi biasanya menempatkan grup baru di asrama sebrang gedung. Itu juga supaya mereka tidak jauh untuk pulang setelah berlatih. "Ah iya." Davon benar-benar terlihat bodohh ketika berhadapan dengan perempuan. "Kalau begitu, aku harus lewat basement karena mobilku di sana." ujar Davon. "Ya sudah, hati-hati." pesan Luna padanya sambil terkekeh geli.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD