Bertemu dengan Cinta atau Musuh?

1594 Words
"Lisa. Ikut saya sebentar," ujar Kapten Riadi. Lisa yang saat itu tengah berada diperjalanan menuju pesawat untuk bekerja karena satu jam lagi penerbangannya akan dilakukan, sedikit was-was melihat kedatangan Kapten Riadi. Terlebih anggota timnya sudah berangkat terlebih dahulu. Lisa berencana menyusul karena ada hal lain yang mau dia kerjakan. Lisa melirik kanan dan kiri, lorong yang ia lalui tampak sepi. "Iya Kapten. Ada apa ya? Di sini saja. Saya ada penerbangan satu jam lagi," tolak Lisa. Ia tak mau jika harus berduaan dengan kapten pesawat yang satu itu. Reputasi Kapten Riadi sebagai mata keranjang dan juga akibat Lisa mendengarkan gosip mengenainya membuat ia waspada. Ia tak ingin menjadi korban pria seperti Kapten Riadi. Selain itu, ia juga tak ingin terlibat dengan permasalahan pria itu. Menjauh adalah pilihan yang tepat untuk saat ini. "Sebentar saja. Ada yang mau saya tanyakan sama kamu." Kapten Riadi mulai memaksa. Ia mencekal tangan gadis itu dan berusaha menariknya tapi Lisa berusaha mempertahankan diri agar tak dibawa oleh pria itu. "Saya tidak bisa Kapten. Kalau memang ada urusan mendesak silahkan dibicarakan saja di sini. Memangnya ada hal apa yang ingin anda bicarakan sehingga saya harus mengikuti anda," tegas gadis berparas cantik itu. Riadi tampak sedikit salah tingkah melihat paras Lisa. Gadis pegawai baru dihadapannya memang terkenal cantik. Riadi sudah mendengar desas-desus mengenai Lisa dari timnya sendiri. Ia sama sekali tak menyangka jika gadis yang tengah menjadi perbincangan hangat di antara maskapai Lan Air memang secantik itu. Sementara Lisa sendiri tak mengetahui jika ia sudah menjadi bahan gosip di maskapai. Ia kurang suka mendengar gosip jika bukan mengenai isu yang akan berguna untuk perusahaan kelak. "Kamu yakin saya akan mengatakan semua ini di sini?" ujar Riadi kembali mencoba membujuk Lisa. "Memangnya apa yang ingin Kapten bicarakan sehingga perlu ruang privasi segala? Di sini juga tidak ada orang, jadi menurut saya tak akan ada juga yang mendengarkan." Lisa kembali mengulangi ucapannya Ia menatap tajam Kapten Riadi. Ia tak mau terlihat terintimidasi dihadapan pria itu. "Baiklah. Saya ingin bertanya padamu. Apa benar kamu yang menyebarkan gosip mengenai saya dan Rasti? Saya dengar kamu dan dia satu akademi dulu." Lisa sedikit kaget mendengar pertanyaan kapten Riadi. "Gosip? Gosip apa yang dimaksud oleh laki-laki ini?" gumam Lisa dalam hati. Ia berusaha untuk menetralkan wajahnya. Ia sama sekali tak yakin dengan ucapan kapten Riadi. Entah gosip mana yang dimaksud, ia harus berhati-hati. Ia tak mau salah langkah. Tapi jika yang dia bicarakan mengenai gosip yang pernah dibicarakan oleh Vina, berarti maksudnya tentang perselingkuhan antara pria itu dan Rasti. "Gosip apa ya, Kapten? Saya tidak mengerti arah pembicaraan anda." "Kamu tidak usah berpura-pura seperti itu. Saya tahu jika kamu yang menyebarkan gosip bahwa saya bermain dengan Rasti. Gosip itu sekarang sampai ke telinga isteri saya dan dia mau mengajukan gugatan cerai pada saya," ujar Riadi panjang lebar. Bahkan nada bicaranya mulai naik. Lisa sedikit menjerngit mendengar tuduhan laki-laki itu. "Loh, apa alasan anda menuduh saya yang menyebarkan gosip itu? Padahal setahu saya gosip itu sudah ada jauh sebelum saya bergabung di Lan Air. Jika anda sedikit peka pasti anda juga sudah tahu dari mana asal sumber gosip itu. Tanpa perlu saya umbar-umbar pun semua orang juga sudah tahu dan bergunjing di belakang anda. Kalau anda kira sumbernya adalah saya? Anda salah besar. Bahkan saya merasa tak ada keuntungan apapun yang akan saya dapatkan jika melakukan itu," komentar Lisa panjang lebar. "Kamu cerewet juga ya untuk ukuran anak baru," ujar Kapten Riadi sinis. Ia memandang Lisa dari atas sampai bawah. Ia merasa tertantang dengan gadis bau kencur yang bahkan belum bekerja selama satu bulan di maskapai ini. Ia yakin gadis ini akan takluk sebentar lagi di tangannya. Ia akan melakukan itu. Ia akan menghancurkan gadis yang sudah menyebarkan gosip mengenai dirinya. Kini ia harus menghadapi isterinya yang mengetahui hubungan gelap antara dia dan Rasti. Sementara Rasti sudah meninggalkannya karena tak mau terlibat dengan isteri Riadi. Atau alasan paling masuk akal lainnya adalah karena Riadi mulai tidak menghasilkan uang lagi untuk Rasti. "Saya hanya menjawab apa yang anda tanyakan," jawab Lisa pendek. Ia sungguh tidak nyaman sekarang. Ia merasa Kapten Riadi akan melakukan sesuatu padanya. Instingnya yang mengatakan itu. Lisa pun melirik jamnya. Tiga puluh menit lagi ia harus sudah berada di pesawat. Jika ia terlambat bisa dipastikan ia akan mendapatkan teguran. Lisa memandang laki-laki separuh baya dihadapannya yang lebih cocok menjadi ayahnya. Ia sama sekali tak menyangka jika laki-laki itu suka bermain wanita. "Maaf, Kapten. Saya harus segera ke pesawat. Saya akan mendapatkan teguran jika datang terlambat." Lisa berniat untuk pergi dan meninggalkan Kapten Riadi, tapi pria itu kembali mencekal tangannya. "Urusan saya dan kamu belum selesai. Kamu belum menjawab pertanyaan saya." Pria itu mencekalnya dengan sangat erat. Lisa yakin nanti akan meninggalkan bekas di tangannya. Lisa melirik ke sekeliling Kapten Riadi. Tak ada orang yang akan bisa menolongnya untuk terlepas dari kapten Riadi. Tiba-tiba sebuah akal bulus melintas dibenaknya. "Selamat siang Mr Dirgantara," ujar Lisa sedikit lantang sembari membungkuk. Riadi yang mendengar Lisa menyebut nama Dirgantara, pemilik maskapai Lan Air langsung segera melepaskan cekalan tangannya dan berbalik ke arah pandangan Lisa. Lisa tak menyia-nyiakan kesempatan yang ada dihadapannya. Ia langsung melarikan diri ke arah berlawanan. Tak mungkin jika ia berjalan melalui kapten Riadi. Ia takut pria itu akan menyusulnya. Sementara Kapten Riadi masih tampak celingukan mencari orang yang disapa oleh Lisa. Menyadari jika gadis itu sudah mengerjainya, ia segera berbalik untuk meminta pertanggungjawaban Lisa. Tapi gadis itu sudah terlanjur hilang dari pandangan matanya. "Berani juga ya bocah itu. Awas saja! Aku tak akan melepaskannya. Dia sudah bermain dengan orang yang salah." Riadi meninggalkan tempat ia dan Lisa tadi berbincang dengan perasaan jengkel. Ia menahan diri untuk tidak mencari gadis itu karena ia juga harus bersiap untuk penerbangannya. Lisa berjalan secepat mungkin tanpa memerhatikan jalan. Yang ada dibenak gadis itu adalah bagaimana ia bisa segera melarikan diri dari kapten Riadi. Ia kaget saat menabrak seseorang. Jidat Lisa sukses membentur d**a bidang milik laki-laki itu. Lisa yang tak siap nyaris jatuh akibat sepatu heelsnya sendiri. Beruntung laki-laki itu segera menangkap tangan Lisa. Gadis itu menatap pria yang menolongnya dengan sedikit terpesona. Pemilik mata hitam itu tampak gagah. Lisa bisa memastikan jika gadis-gadis sangat mengidolakannya. Pria itu memakai pakaian yang sama seperti kapten Riadi, artinya ia juga seorang Pilot. Lisa buru-buru bangun. Laki-laki itu segera melepaskan pegangannya ditangan Lisa. "Terimakasih Kapten. Maaf saya tadi terburu-buru." Lisa sedikit membungkuk meminta maaf. "Kamu nggak punya mata ya,-" Lisa merasa terhipnotis mendengar suara pria dihadapannya. Terdengar sangat seksi di telinga Lisa. Meskipun jelas sekali jika laki-laki itu tengah menghardiknya, "Mona," sambung pria itu sesaat setelah melihat tanda pengenal yang dipakai oleh gadis itu. Lisa sedikit heran bagaimana laki-laki itu mengetahui panggilannya, padahal kebanyakan orang yang tak mengenalnya akan memanggilnya dengan nama Lisa. Ia juga sudah melupakan wajah pria itu. Lisa sama sekali tidak ingat jika dia dan Vedro sudah pernah bertemu sebelumnya. "Kalau ditanya itu jawab, bukannya bengong." Pria dihadapan Lisa yang bernama Vedro itu kembali menghardik. Lisa melihat namanya dari tanda pengenal yang digunakan. Seperti baru tersadar, gadis itu langsung menepuk jidatnya. Ia baru sadar jika sudah terlambat. Tak ada waktu untuk meladeni kemarahan pria dihadapannya apalagi untuk mengaguminya. "Aduh, saya telat. Mohon maaf Kapten. Saya pamit dulu." Tanpa menunggu jawaban, Lisa langsung berlari terbirit-b***t dengan heelsnya meninggalkan Vedro yang masih memandanginya dengan senyum culas. "Lisa. Kau pikir aku akan memaafkanmu begitu saja?" gumam Vedro. *** "Lisa, kamu kemana saja?" Tegur Yani. "Anu, Mbak." Gadis itu masih berusaha untuk menormalkan nafasnya yang nyaris habis karena berlari sepanjang terminal bandara. Ia sedikit mengumpat karena terminal tempat pesawatnya akan terbang berada di ujung. Sementara ia tak menemukan taxi golf bandara yang biasa bisa digunakan untuk mengantarkan. Sungguh sial sekali nasibnya hari itu. Ia berharap kesialan itu tak terus berlanjut sampai nanti. "Anu, anu apa?" Yani memandang Lisa dengan gemas. Ia tahu betul jika gadis itu berlarian sepanjang terminal. Wajahnya tampak memerah dan sedikit rambutnya menjuntai dari kepala. Nafasnya juga terlihat nyaris habis. "Habis dari toilet tadi, Mbak. Tiba-tiba sakit perut. Kayaknya karena makan kebanyakan cabe deh tadi," karang Lisa asal-asalan. Ia tak punya alasan lain yang bisa ia berikan. Hebatnya Yani tampak percaya dengan alasan yang ia buat. "Ya sudah. Sana perbaiki dulu penampilanmu. Masih ada sepuluh menit. Tugas kamu sudah digantikan oleh Fanya tadi. Berarti kamu nanti yang mendorong troli makanan ya," putus Yani. Lisa mengangguk mengiyakan. "Siap, Mbak. Terimakasih," ujar gadis itu sembari hormat militer. Ia segera meninggalkan Yani untuk memperbaiki penampilannya. Yani hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Lisa. Bergaul dengan gadis itu selama beberapa minggu ini membuat ia sedikit paham dengan perangai Lisa yang meskipun dari luar terlihat dingin tapi ia sangat ceroboh dan kekanak-kanakan. Ia juga sangat manja. Yani pernah secara tidak sengaja melihat Lisa diantar oleh sopir dan ada seorang wanita tua yang tampaknya adalah pembantunya karena perempuan itu memanggilnya dengan sebutan "non" tengah menyuapi Lisa di atas mobil. Persis seperti anak yang terlambat pergi sekolah dan disuapi oleh ibunya. Yani sendiri merasa bahwa Lisa pastinya berasal dari keluarga kaya. Ia bisa melihat dari pakaian yang dikenakan oleh gadis itu. Meskipun ia tak pernah melihat ada logo brand dari yang Lisa pakai tapi Riani bisa tahu jika yang dipakai oleh gadis itu adalah barang bermerek semua. Yani sebagai salah seorang penggemar fashion bisa mengetahui hanya dengan sekali pandang. Tapi Lisa tampak berbeda menurutnya. Gadis itu tak pernah memperlihatkan jika dia kaya. Gadis itu juga selalu bersikap sederhana. Buktinya ia gemar sekali makan dan memesan nasi warteg kalau mereka tengah istirahat dan bosan dengan jatah makan yang dibagikan. Gadis itu bukan pemilih sama sekali. Ia akan memakan apapun yang disodorkan padanya. "Lisa, siapa kamu sebenarnya?" gumam Yani dalam hati. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD