Cogan

1461 Words
Sejenak untuk berpikir, bagaimana membayangkan ketampanannya pria Pakistan. Hidung mancung, kulit putih, jampang tipis-tipis sexi. Wah bikin cewek klepek-klepek. Pasti tahu kan betapa gantengnya cowok dengan ciri-ciri seperti itu. Begitu juga dengan tokoh Sangga Gala Mahanta, ia adalah seorang laki-laki muda, keren, tampan, macho. Memang dia baru dewasa tapi belum terlalu matang. Sedikit labil karena umurnya masih muda. Wajar juga, karena ia merupakan anak pewaris tunggal dari keluarga besarnya. Cowok itu akrab dengan nama panggilan Sag. Sag agak aneh karena lebih tertarik pada wanita yang lebih dewasa dari dirinya. Sag bisa manja dan nyaman dengan wanita yang umurnya lebih tua darinya. Ia memang terlahir dengan gagah dan tampan. Tinggi badan 175cm dengan berat badan 71kg. Rambutnya rapi dengan model potongan faux hawk. Ia lebih suka dengan model rambut sedikit panjang di bagian atas kepala sehingga memperlihatkan rambut di kedua sisi sampingnya terlihat tipis dan itu membuatnya terlihat macho. Ia tidak pernah lupa untuk memakai axe perfect control pomade. Pokoknya untuk ukuran cowok seperti itu sudah ganteng maksimal. Di tambah kulitnya yang putih dan dengan hidungnya yang mancung, menambah ketampanannya. Sag adalah anak tunggal dari keluarga yang kaya raya. Sag dibesarkan oleh ibu tunggal. Ayahnya sudah lama meninggal dunia. Sag memiliki seorang ibu yang sangat galak dan itulah yang menjadi alasan, berkali kali gagal menjalin hubungan serius dengan kekasihnya. Selain pemilih Sag juga di ajarkan ibunya hanya boleh mencintai wanita kaya. Sag sengaja dilatih untuk menjadi laki-laki cerdas. Mengutamakan materi yang berlimpah dari calon tarjednya. Jaman sekolah tidak ada yang betah berpacaran dengan Sag karena ibunya selalu saja mencampuri kehidupan pribadi anak si mata wayangnya itu. Sag dilarang bergaul dengan kasta rendahan. Sag dari keluarga yang kaya sudah seharusnya mendapatkan wanita yang sepadan dengannya. Di usianya yang muda dia mengalami pengalaman berkencan dengan wanita dewasa. Bahkan sejak SMA dia berpacaran dengan wanita beda jauh umurnya. Laki-laki itu keluar dari kamar, baunya wangi cowok macho. Sang ibu yang duduk santai akhirnya mencium aroma parfum dari putranya. “Parfum loe apa sih? Wangi banget.” “Entahlah, itu kado dari teman," jawab sang putra. “Yang jelas buka merek lokal," ibunya kembali menyahut. “Kok Ibu tahu!” “Jelas lah, Ibu ini gaulnya sama orang berkelas. Mana pernah beli parfum lokal. Dih bikin anjlok wibawa kalau pakai parfum murahan.” “Murah kalau wangi,” celetuk Sag. “Lah, tetap saja bikin malu. Merek apa coba, gengsi dong.” “Gengsi itu biarkan untuk yang muda seperti Sag. Kalau Ibu ini sudah tua loh, pakai yang biasa saja. Toh gak ada ayah, pakai parfum mahal buat siapa? Ngirit saja Bu,” ledek Sag. “Sorry. Ibu gak mau dong pakai yang ... Ihh! Lagian gak ada ayah mu, Ibu selalu wangi. Buat siapa? Ya, buat Ibu sendiri, masak buat kamu.” Mulut ibu Sag terangkat sedikit, meledek sang putra. “Serah Ibu saja.” “Sag, loe mau kemana?” ibunya bertanya dengan nada ketus. Berjalan ke arah ibunya, mencium kening sang ibu. “Aah ada urusan. Pamit dulu ya,” ucap Sag. “Tunggu Sag!” sang ibu berdiri dan mengikuti langkah putranya. Sag menghentikan langkahnya, menengok dengan wajah datar. “Ada apa lagi. Sag sudah ada janji loh.” “Janji sama siapa Sag?” “Sama temen dong.” “Teman mana? Anaknya siapa? Tinggal di mana? Sederajat sama kita apa gak?” random pertanyaan dari nyonya besar. “Uuhhmmmhuhhh,” menghembuskan nafas panjang. “Gak usah terlalu banyak pertanyaan. Sag pusing. Sag mau nongkrong sama temen.” Sag terlihat kesal dengan pertanyaan ibunya. Sebenarnya ia merasa tertekan dengan segala macam aturan dari ibunya. Sag sebenarnya merasakan kesepian, ketika sang ibu lebih memikirkan harta dari pada kebahagiaan batin putranya. Tekanan demi tekanan, segala macam aturan membuat Sag tumbuh menjadi orang yang kurang memiliki empati. Sag sudah terbentuk menjadi seseorang yang juga mengutamakan uang dan uang. “Ok, kamu boleh nongkrong tapi ingat jangan sampai kamu nongkrong di kedai. Bikin malu ibumu saja.” Ibunya berkata dengan tegas. Tak ada senyum tak ada keramahan. Ia pergi dari hadapan Sag dan kembali duduk untuk melanjutkan menyulam kain hiasan. “Ehmmm.” Sag segera keluar meninggalkan rumah. Ia menuju bagasi dan memilih menaiki mobil barunya. Ada banyak mobil di bagasi itu, maklumlah Sag juga suka mengoleksi mobil. Membuka mobil dan segera menyalakan mesin. Untungnya Sag sudah memanasi mobilnya jadi tak perlu tunggu lama untuk segera melaju. Melaju dengan kecepatan tinggi untuk pergi ke suatu tempat. Tempat yang mungkin sudah biasa ia datangi. Sepertinya ibunya juga apal jika putranya akan nongkrong di mana. Tempat tujuan Sag, merupakan tempat yang biasa di kunjungi para hartawan. Mobil Toyota Alphard berwarna hitam dengan leter B menuju tempat parkir. Sag memang laki-laki yang tidak mau ketinggalan tranportasi yang cocok untuk pacar dan cowok ganteng seperti dia. Mobil keren dengan mesin Petrol 3456 cc yang mampu menghasilkan tenaga hingga 296 hp dan torsi puncak 360 Nm, menjadi target utama Sag. Benar saja dalam satu Minggu Sag terlihat sudah menunggangi mobil Alphard 3.5 Q A/T berkapasitas 7-penumpang dibekali juga dengan transmisi 8-Speed Otomatis. Sistem keamanannya dibekali Anti Theft Device & Engine Immobilizer. Itulah yang menjadi alasan kenapa Sag memilih mobil ini, selain keren bakal bisa membuat cewek nyaman saat jalan-jalan dengannya. Sebenarnya Sag mengincar mobil lain. Cuma dipikir ulang alias di pending dulu, coy. Kali ini Sag akan sabar untuk beberapa bulan, untuk bisa membeli mobil incarannya. “Kiri, kiri, kiri ... dikit lagi Bang! Opst, stop!” tukang parkir memberikan komando kepada Sag. Dengan hati-hati Sag mengikuti komando mas-mas berbadan kurus itu. “Hallo Bang! Lama gak nongol.” “Iya sibuk gua.” Sag menjawab dengan tegas. “Wah, setiap nongol pasti ada yang baru,” ledeknya tukang parkir. “Ah, loe bisa aja. Eh bos loe ada gak?” “Ada, dua hari ini tumben aktif. Kalau kemarin-kemarin itu kan lagi keluar kota. Ngurus Cafe satunya.” “Oh, loe paham banget sih. Gua aja yang dekat sama dia gak tahu.” “Abang sih, seminggu ini gak nongol.” “Iya ada banyak urusan.” “Ya sudah buruan turun, kelamaan di sini panas, Bang!” “Rame coy!” Ucap Sag dari balik kaca mobilnya. Sag mematikan mesin mobilnya, lalu melepas seatbelt. “Wah, padat banget Bang,” sahut tukang parkir. “ Iya pasti dan kesal lihat tempat parkir khusus gua, kok di tempati mobil lain!” Sag menyahut. "Itu mobil bos!" "Oh, baru juga?" tanya Sag. "Bener Bang!" jawab tukang parkir. “Aku pikir karena weekend terus gak muat parkiran jadi bisa di pakai siapa saja, tempat ku." “Bener banget ini hari libur tapi gak ada yang boleh nempatin tempat itu kecuali bos sama Abah! ” sahut tukang parkir. “Oh gitu ya! Bagus hari ini rame, biar gaji loe banyak kalau rame gini.” “Alhamdulillah Bang! Cukup buat makan sama bayar kontrakan. Kalau buat beli mobil kayak Abang, mimpi yang gak mungkin. Abang ini gonta ganti mulu, hebat banget ya.” Tukang parkir itu manggut-manggut sambil tersenyum. “Kerja cerdas Bro. Ini rokok buat loe,” kata Sag. Memberikan sebungkus rokoknya untuk tukang parkir. “Abang cerdas, kalau gua bodoh Bang. Maklumlah tamatan SMP. Ngomong-ngomong makasih loh, Bang!” Tukang parkir mengambil rokok yang diberikan Sag. Memasukkan ke dalam sakunya. Lalu ia kembali bekerja. Memarkirkan kendaraan lain yang sudah mengantri. “Ehmm.” Sag keluar dari mobil, mengenakan jiens biru dengan kaos putih panjang. Ukuran yang sepertinya sudah di pilih sesuai ukuran badannya. Dahdanya yang bidang terlihat menggoda mata perempuan. yang lewat di dekatnya. “Sayang ....” “Iya bebz.” “Uhhmmm, gerah,” terdengar suara dari seorang perempuan cantik yang memarkir mobilnya di sebelah Sag. “Makanya masuk, biar aku nyalain ac.” Pacarnya menutup kepala sang kekasih dengan kedua tangannya. “Ho oh sayang,” jawab perempuan itu dengan manja. Melirik ke arah Sag sambil memanyunkan bibirnya agar terlihat sensual. Sag melirik sambil tersenyum, ia membuka kaca matanya. “Sudah bawa cowok masih juga ngelirik. Dasar cewek ganjen!” ucap Sag pelan. “Buruan masuk. Katanya panas, kok masih berdiri di situ “ Sang pacar yang sudah membukakan pintu mobil, tampak sedikit memaksa kekasihnya itu. “Tentu saja sayang, masuk. Habisnya di luar panas, keringat terus enaknya, masuk ke dalam,” ucapnya dengan suara pelan dan manja. Wanita menjawab pacarnya namun, memiliki ucapan dan gesture tubuh yang menggoda Sag. Sebelum masuk mobil, ia kembali tersenyum kepada Sag dengan mengedipkan matanya. Jaraknya yang sebenarnya tidak terlalu jauh harusnya bisa mendengar ucapan Sag. Tapi karena sang pacar kebetulan berbicara di waktu yang sama ketika Sag berbicara. Tentu saja tidak mendengar apa yang barusan Sag ucapkan. Sang pacar menarik tangan wanita itu dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Beberapa saat kemudian mereka pergi dari hadapan Sag. “Astaga.” Sag tersenyum sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lalu berjalan menuju Cafetaria.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD